BERMACAM MACAM ULAMA DALAM KEHIDUPAN KITA
MACAM MACAM ULAMA
TULISAN INI hanya sebagai pengetahuan kita tentang ulama ulama, setelah kita mengetahui tentang ulama maka yang terbaik bagi kita adalah tidak membahasnya. Karena kepada ulama kita harus husnudzdzon tentang kealimanya, apalagi kepada ulama, kepada sesama manusia saja harus husnudzdzon
jangan sekali kali menilai orang lain apalagi ulama dengan pengetahuan kita. karena pengetahuan kita hanya untuk kebaikan diri kita terlebih dahulu
ada hadits yang menerangkan :
عن أبى واقد الليثي: أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بينما هو جالس في المسجد ، والناس معه ، إذ أقبل نفر ثلاثة، فأقبل اثنان إلى رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وذهب واحد. قال :فوقفا على رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فأما أحدهما: فرأى فرجة في الحلقة فجلس فيها، وأما الآخر: فجلس خلفهم. وأما الثالث: فأدبر ذاهبا. فلما فرغ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قال: « ألا أخبركم عن النفر الثلاثة. أما أحدهم: فآوى إلى الله فآواه الله. وأما الآخر: فاستحيا فاستحيا الله منه. وأما الآخر: فأعرض فأعرض الله عنه ». رواه مسلم
Imam Al Bukhoriy di dalam “Shohih”nya menceritakan sebuah hadits dari Abi Waqid Al Laytsiy: Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallama pernah suatu saat duduk di masjid (sembari mengajar para sahabat), sementara para sahabat berada di sekelilingnya. Tiba-tiba, tiga kelompok orang datang menghadap. Kedua kelompok masih tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama, sedang kelompok yang lain pergi meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama.
Kelompok Pertama: melihat ada tempat kosong di depan, kemudian mereka menempatinya. Kelompok Kedua: duduk di belakang para sahabat yang hadir.
Kelompok Ketiga: kembali dan pergi.
Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama menyelesaikan (pembicaraan dengan para sahabat), lalu beliau berkata: Saya akan menceritakan tentang tiga kelompok tersebut.
Kelompok Pertama adalah kelompok yang berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah subhanahu wa ta’ala juga akan melindungi mereka. Kelompok Kedua adalah kelompok yang mempunyai rasa malu kepada allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah subhanahu wa ta’ala juga malu kepadanya. Kelompok Ketiga adalah kelompok yang berpaling dari Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah subhanahu wa ta’ala juga akan berpaling darinya. (H.R. Muslim)
Imam Ar Raziy dalam kitab “tafsir”nya Mafatih Al Ghaib menuturkan:
Sebagian ulama mengatakan: kriteria ulama itu ada tiga.
Pertama: ulama yang mengenal Allah subhanahu wa ta’ala tetapi tidak mengenal perintah Allah subhanahu wa ta’ala,
Kedua: ulama yang mengenal perintah Allah subhanahu wa ta’ala namun tidak mengenal Allah subhanahu wa ta’ala,
Ketiga: ulama yang mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, sekaligus mengenal perintah Allah subhanahu wa ta’ala.
Yang Pertama adalah seorang hamba yang hatinya telah dipenuhi ma’rifah ilahiyyah, sehingga ia tenggelam di dalam cahaya keagungan dan sifat kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh sebab itu, ia tidak memiliki waktu untuk mempelajari hukum-hukum Allah kecuali yang pokok.
Yang kedua adalah orang yang mengetahui hukum halal dan haram serta hakikatnya, akan tetapi tidak mengenal rahasia keagungan Allah subhanahu wa ta’ala.
Yang ketiga yaitu orang yang belajar manggabungkan antara ilmu logis dan ilmu konkrit. Sesekali, ia bersama Allah subhanahu wa ta’ala dan mencintai Allah subhanahu wa ta’ala. Dan sesekali, ia bersama makhluk, dan ia mengasihinya.
Maka, ketika ia kembali kepada makhluk maka seolah-olah ia tidak mengenal Allah subhanahu wa ta’ala. Dan, ketika ia berkhalwat dengan Allah subhanahu wa ta’ala dengan membasahi hatinya dengan berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia seolah-olah tidak mengenal makhluk. Inilah jalan yang ditempuh para Rasul dan kaum shiddiqin.
Ibarat ulama yang mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, sekaligus mengenal perintah Allah subhanahu wa ta’ala, adalah laksana matahari, sinarnya tidak bertambah dan juga tidak berkurang.
Ibarat ulama yang mengenal Allah subhanahu wa ta’ala tetapi tidak mengenal perintah Allah subhanahu wa ta’ala adalah laksanan seperti rembulan, sesekali sempurna dan sesekali meredup.
Ibarat ulama yang mengenal perintah Allah subhanahu wa ta’ala namun tidak mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, adalah seperti lilin, menerangi jalan orang lain, namun dirinya habis terbakar.