PARFUM DARI KOTORAN HEWAN APAKAH BOLEH?
HUKUM PARFUM TERBUAT DARI KOTORAN HEWAN
Baru baru ini ada penemuan baru yakni sebuah parfum yang berbahan dari kotoran sapi. Ini ditemukan dan dikembangkan oleh siswi dari SMK Muhammadiyah lamongan dan telah ditorehkan disebuah ajang
internasional atau kompetisi ilmiah dengan menyabet medali emas.
pertanyaanya :
Apa hukumnya jika menggunakanya sebagai parfum baju atau ruangan..?
Inti prosesnya :
1. Bagian tersulit adalah proses fermentasi kotoran sapi dengan ragi atau jamur yang membutuhkan waktu kurang lebih tiga hari,
2. Setelah itu, kotoran sapi yang sudah di fermentasi di peras dengan bantuan air untuk di ambil ekstraknya.
3. Proses selanjutnya adalah destilasi atau penyulingan dengan pengapian yang cukup, pada tahap destilasi ekstrak kotoran sapi dicampur dengan antiseptik yang berguna untuk menghilangkan kuman dan menghentikan fermentasi serta air kelapa.
PENALARAN :
Pada bagian ke (1) jelas ini tidak bisa ditawar karena dalam proses terdapat barang lain yang mencampurinya, sehingga untuk tahap ini hasil fermentasi tetap dihukumi najis.
Pada bagian ke (2) berangkat dari hasil fermentasi sebelumnya (najis) hasil ekstrak tetap dihukumi najis karena air yang digunakan sebagai pencampur telah berstatus mutanajjis sebab bercampur dengan hasil fermentasi tersebut.
Pada bagian ke (3) ada proses penguapan atau penyulingan dengan menggunakan api untuk menghasilkan intisari (semacam air embun) dari hasil ekstrak sebelumnya.
Maka dengan hasil dari penalaran ke (3) parfum tersebut terbuat dari embun akibat uap dari proses penyulingan. Dan tidak bisa dikatakan bahwa parfum itu terbuat dari uap ataupun asap, tapi bahkan dari embun akibat kepulan uap sebab adanya pengapian. Sedangkan dalam pandangan fiqh hukum asap, uap, dan embun itu tidak sama.
Maka dengan demikian setelah mengkaji dari proses tahap 1, 2, dan 3 hukum parfum tersebut NAJIS, karena air embun yang dijadikan bahan parfum itu keluar dari bahan najis (kotoran), sebab tidak akan ada embun bila tidak ada bahan yang dimasak. Itu artinya embun tersebut ialah kotoran itu sendiri yang naik bersama uap akibat suhu yang panas.
Menimbang:
Proses bagian ke (1) jelas tidak bisa ditawar karena dalam proses terdapat barang lain yg mencampurinya, sehingga untuk tahap ini hasil fermentasi dihukumi najis.
Pada bagian ke (2) berangkat dari hasil fermentasi sebelumnya (najis) hasil ekstrak tetap dihukumi najis karena air yg digunakan sebagai pencampur telah berstatus mutanajjis sebab bercampur dg hasil fermentasi tersebut.
Pada bagian ke (3) ada proses penyulingan dan penguapan dg menggunakan api untuk menghasilkan intisari (semacam air embun) dari hasil ekstrak sebelumnya. Maka hasil dari penguapan tersebut tetap dihukumi najis karena uap yg dihasilkan menggunakan pengapian.
Maka dg demikian hal itu dapat dirumuskan bahwa :
– Parfum tersebut terbuat dari intisari uap (semacam embun).
– Intisari uap adalah bagian dari uap itu sendiri.
– Uap itu adalah kotoran itu sendiri.
– Uap dihasilkan dengan menggunakan pengapian.
– Uap dihasilkan dari bahan yang najis.
– Kotoran tidak bisa Istihalah
Maka dengan demikian setelah mengkaji dari tahapan proses pembuatan parfum dan rumusan di atas, melahirkan sebuah kesimpulan bahwa :
Hukum parfum tersebut NAJIS dengan alasan intisari uap yang dijadikan bahan parfum itu keluar dari uap yang dihukumi najis.
Namun sebagian ulama ada yang menghukumi ketidaknajisan kotoran, maka dengan demikian pertimbangan di atas tidak menjadi acuan menurut pandangan ini, hingga hukum parfum itu pun tidak najis.
Referensi :
1. Syarah al-Manhaj 1/179
2. Hasyiyah al-Jamal 1/522
3. I’anah al-Thalibin 1/88
4. Fatawa al-Nawawi (al-Bujairami ‘ala al-Manhaj 1/102)
5. Mausu’ah al-Fiqhiyyah 2/145-146 & 31/56
6. Al-Tanbih hal. 23
7. Bughyah al-Mustarsyidin hal. 13 & 14