ARISAN SEDULURAN DALAM PERSPEKTIF FIQH

ARISAN SEDULURAN DALAM PERSPEKTIF FIQH

Deskripsi :

ARISAN             Sebuah perusahaan kecil, CV. ARISAN SEDULURAN menawarkan program arisan dengan ketentuan :

-Arisan dengan hasil undian mendapatkan Honda Revo seharga Rp. 14.000.000;

-Peserta satu group arisan minimal 30 orang;

-Undian dilakukan 1 bulan sekali selama 24 bulan;

-Iuran pada bulan pertama sebesar Rp. 1.000.000 dan bulan berikutnya sebesar Rp. 500.000;

-Peserta yang namanya keluar saat undian, berhak mendapat Honda Revo dan tidak berkewajiban menyetorkan iuran di bulan-bulan berikutnya;

-Enam peserta yang tidak keluar namanya dalam 24 kali putaran undian, akan otomatis mendapatkan Honda Revo di akhir periode.

Melihat minat dan antusiasme masyarakat yang cukup tinggi mengikuti model arisan ini, pihak CV. ARISAN SEDULURAN berusaha mengembangkan programnya dengan menawarkan hasil undian yang cukup variatif, seperti HP, peralatan elektronik, rumah tangga dll., namun tetap dengan ketentuan yang sama dan juga membatasi jumlah minimal peserta.

Sekilas, arisan model seperti ini adalah bisnis nekat yang hanya akan merugikan pihak CV. Namun kenyataannya, dari kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan, bahkan pihak CV. dapat meraup keuntungan yang tidak sedikit. Keuntungan pihak CV ini bisa diperoleh dengan pembelian Honda Revo langsung dari distributor Honda dengan sistem paket kredit, yakni 30 unit motor bonus 3 motor, plus potongan harga normal. Atau, pihak CV akan memutar uang yang diterima dari iuran peserta untuk modal usaha, didepositokan di bank dll., sehingga pihak CV tetap memperoleh untung dari program arisan ini.

Praktek lain yang hampir mirip dengan model ARISAN SEDULURAN ini adalah arisan yang diadakan dalam sebuah jam’iyyah. Hanya saja yang membedakan, iuran ini dilabeli atau lebih pasnya diatasnamakan sedekah, dan peserta yang namanya keluar saat undian berhak mendapatkan kesempatan umroh.

Pertanyaan

a. Termasuk akad apa transaksi antara pihak CV dengan peserta arisan di atas? Dan bagaimana hukumnya?

Jawaban

Ada dua kemungkinan:

1. Akad jual beli yang tidak sah karena ketidakjelasan harga, bentuk barang, dan pelaku akad (peserta yang memperoleh honda Revo).

2. Dan atau akad qardlu yang hukumnya juga tidak sah bila ketentuan mendapatkan honda Revo disebutkan dalam akad.

Catatan :

a. Praktek di atas dapat direalisasikan dengan solusi :

Peserta ketika menyerahkan uang kepada penyelenggara dimaksudkan menghutangi kemudian ketika undian keluar dan mendapatkan honda Revo dilakukan akad istibdal, yakni hutang yang diterima diganti dengan sepeda Revo, maka hukumnya sah.

b. Bila ada ketentuan berupa peserta yang tidak bisa melanjutkan atau berhenti arisan uang yang disetorkan akan hangus, maka di samping akad qardlunya tidak sah juga tidak ada solusi untuk mengesahkannya.

Referensi :

1. Al-Qulyubi vol. II hlm. 321

2. I’anatuth Thalibin vol. III hlm. 65

3. I’anatuth Thalibin vol. III hlm. 52

4. Bughyatul Mustarsyidin 132

5. Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra vol. II hlm. 280

Pertanyaan

b. Kalau tidak diperbolehkan, apa kewajiban bagi pihak CV yang telah memanfaatkan uang iuran peserta, dan kewajiban peserta yang telah mendapatkan Honda Revo?

Jawaban

Bagi kedua belah pihak (CV dan peserta arisan) harus mengembalikan barang yang telah diterima.

Referensi :

1. Al-Bujairami al-Khatib vol. 3, hal. 13-14

2. Hasyiyah Jamal vol. 3, hal. 377

Pertanyaan

c. Bagaimana hukum mengikuti arisan seperti dalam sebuah jam’iyyah dengan hadiah umroh?

Jawaban :

Diperinci :

1. Apabila saat menyerahkan uang tersebut penyumbang semata-mata bermaksud untuk mendapatkan undian hadiah umroh, maka tergolong qimar (judi) meskipun dibungkus sedekah, sebagaimana SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) jaman doeloe.

2. Apabila saat menyerahkan bermaksud sedekah meskipun disertai harapan mendapatkan hadiah umroh, maka tidak diperbolehkan jika biaya umroh diambil dari uang sumbangan yang terkumpul karena menggunakan uang sedekah tidak semestinya.

Referensi

1. Tuhfah al-Muhtaj vol. 6, hal. 309

2. Hasyiyah al-Qalyubi vol. 6, hal. 206

3. Fatawi wa Masyurat (Dr. Romdlon Buthi) vol. 2, hal. 49.

4. Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab, vol. 15, hal. 370.

 

Leave your comment here: