SEBAIKNYA BERKUMUR ATAU TIDAK SAAT WUDLU DI BULAN ROMADLON

SEBAIKNYA BERKUMUR ATAU TIDAK SAAT WUDLU DI BULAN ROMADLON

HUKUM BERKUMUR SAAT PUASA

 KUMUR

PERTANYAAN

Bagaimanakah sebaiknya melakukan wudlu ketika berpuasa?
Dengan berkumur kumur atau langsung membasuh wajah?

JAWABAN

Dalam kitab Fathul Mu’in bab wudlu` disebutkan bahwa :

ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ – ﺍﻟﻤﻠﻴﺒﺎﺭﻱ ﺍﻟﻬﻨﺪﻱ – ﺝ – ١ ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ ٦٠

ﻓﻤﻀﻤﻀﺔ ﻓﺎﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻟﻼﺗﺒﺎﻉ، ﻭﺃﻗﻠﻬﻤﺎ ﺇﻳﺼﺎﻝ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﻢ ﻭﺍﻷﻧﻒ. ﻭﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ ﺣﺼﻮﻝ ﺃﺻﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﺩﺍﺭﺗﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻢ ﻭﻣﺠﻪ ﻣﻨﻪ ﻭﻧﺜﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻻﻧﻒ، ﺑﻞ ﺗﺴﻦ ﻛﺎﻟﻤﺒﺎﻟﻐﺔ ﻓﻴﻬﻤﺎ ﻟﻤﻔﻄﺮ ﻟﻼﻣﺮ ﺑﻬﺎ.

(Disunnahkan) berkumur lalu menghirup air untuk mengikuti sunnah Nabi. Keduanya minimal dengan cara mendatangkan air ke mulut dan hidung. Dan untuk mendapatkan kesunnahan tidak disyaratkan memutarkan air di dalam mulut dan memuntahkan air dari mulut, serta tidak juga mengeluarkan (nyemprotake) air dari hidung, namun hal itu (memutarkan air, memuntahkannya, dan mengeluarkannya) disunnahkan sebagaimana bersungguh sungguh (mubalaghoh) dalam berkumur dan menghirup air bagi orang yang tidak berpuasa karena terdapat perintah dengannya.

ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ – ﺍﻟﺒﻜﺮﻱ ﺍﻟﺪﻣﻴﺎﻃﻲ – ﺝ ١ – ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ ٦٠

ﻭﻗﻮﻟﻪ: ﻟﻤﻔﻄﺮ ﺧﺮﺝ ﺍﻟﺼﺎﺋﻢ ﻓﻼ ﻳﺒﺎﻟﻎ ﺧﺸﻴﺔ ﺍﻻﻓﻄﺎﺭ، ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﻛﺮﻫﺖ ﻟﻪ. ﻭﻗﻮﻟﻪ: ﻟﻼﻣﺮ ﺑﻬﺎ ﺃﻱ ﺑﺎﻟﻤﺒﺎﻟﻐﺔ، ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ: ﺹ: ﺇﺫﺍ ﺗﻮﺿﺄﺕ ﻓﺄﺑﻠﻎ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻣﺎ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﺻﺎﺋﻤﺎ. ﻭﺍﻟﻤﺒﺎﻟﻐﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﺃﻥ ﻳﺒﻠﻎ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺃﻗﺼﻰ ﺍﻟﺤﻨﻚ ﻭﻭﺟﻬﻲ ﺍﻷﺳﻨﺎﻥ ﻭﺍﻟﻠﺜﺎﺕ، ﻭﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﺃﻥ ﻳﺼﻌﺪ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺑﺎﻟﻨﻔﺲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺨﻴﺸﻮﻡ.

Perkataan pengarang :

Bagi orang yang tidak berpuasa. Keluar (dari kategorinya ialah) orang yang berpuasa, maka dia tidak diperkenankan bermubalaghoh karena takut membatalkan puasa, dan dari hal demikian, mubalaghoh dimakruhkan bagi orang yang berpuasa.

Dan perkataan pengarang :

Karena terdapat perintah dengannya. Maksudnya dengan mubalaghoh,

Nabi saw. Bersabda : “Apabila kamu berwudlu` maka bersungguh sungguhlah dalam berkumur dan menghirup air selagi kamu tidak berpuasa”.

Bersungguh sungguh (mubalaghoh) dalam berkumur ialah menyampaikan air pada pangkal langit langit mulut dan permukaan (sela sela) gigi serta gusi, dan bersungguh dalam menghirup air ialah menaikkan air menggunakan nafas pada batang hidung.

ﻛﻔﺎﻳﺔ ﺍﻷﺧﻴﺎﺭ ﻓﻲ ﺣﻞ ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻻﺧﺘﺼﺎﺭ 123 :

ﻓﺮﻉ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﺍﻟﻤﺒﺎﻟﻐﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﻟﻐﻴﺮ ﺍﻟﺼﺎﺋﻢ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺼﺎﺋﻢ ﻓﻘﻴﻞ ﻳﺤﺮﻡ ﻓﻲ ﺣﻘﺔ ﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻄﻴﺐ ﻭﻗﻴﻞ ﻳﻜﺮﻩ ﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﺒﻨﺪﻧﻴﺠﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻭﻗﻴﻞ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻣﺴﺘﺤﺐ ﻗﺎﻟﻪ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺼﺒﺎﻍ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

Di dalam kitab Kifayatul Akhyar di sebutkan bahwa :

Cabang :

Disunnahkan mubalaghoh dalam berkumur dan menghirup air bagi selain orang yang berpuasa. Sedangkan orang yang puasa maka Imam al Qodli Abu al Thoyyib mengatakan haram, al Bandanijiy dan selainnya mengatakan makruh, dan Ibnu al Shobagh mengatakan meninggalkan mubalaghoh merupakan hal yang disunnahkan

ﻭﺍﻟﺤﺎﺻﻞ ﺃﻥ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﺃﻥ ﻣﺎ ﺳﺒﻖ ﻟﺠﻮﻓﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻣﺄﻣﻮﺭ ﺑﻪ، ﻳﻔﻄﺮ ﺑﻪ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﻣﺄﻣﻮﺭ ﺑﻪ – ﻭﻟﻮ ﻣﻨﺪﻭﺑﺎ – ﻟﻢ ﻳﻔﻄﺮ. ﻭﻳﺴﺘﻔﺎﺩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻗﺴﺎﻡ:

ﺍﻷﻭﻝ: ﻳﻔﻄﺮ ﻣﻄﻠﻘﺎ – ﺑﺎﻟﻎ ﺃﻭ ﻻ – ﻭﻫﺬﺍ ﻓﻴﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﺳﺒﻖ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﻓﻪ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻣﻄﻠﻮﺏ ﻛﺎﻟﺮﺍﺑﻌﺔ، ﻭﻛﺎﻧﻐﻤﺎﺱ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺎﺀ – ﻟﻜﺮﺍﻫﺘﻪ ﻟﻠﺼﺎﺋﻢ – ﻭﻛﻐﺴﻞ ﺗﺒﺮﺩ ﺃﻭ ﺗﻨﻈﻒ.

ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻳﻔﻄﺮ ﺇﻥ ﺑﺎﻟﻎ، ﻭﻫﺬﺍ ﻓﻴﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﺳﺒﻘﻪ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻓﻲ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﺍﻟﻤﻄﻠﻮﺑﺔ ﻓﻲ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ.

ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ: ﻻ ﻳﻔﻄﺮ ﻣﻄﻠﻘﺎ، ﻭﺇﻥ ﺑﺎﻟﻎ، ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻨﺪ ﺗﻨﺠﺲ ﺍﻟﻔﻢ ﻟﻮﺟﻮﺏ ﺍﻟﻤﺒﺎﻟﻐﺔ ﻓﻲ ﻏﺴﻞ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼﺎﺋﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻟﻴﻨﻐﺴﻞ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻓﻲ ﺣﺪ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ.

Dan kesimpulan qo’idah para ulama adalah bahwa sesuatu yang terlanjur masuk ke rongga dalam orang yang berpuasa (yang terjadi) dari hal yang tidak diperintahkan itu bisa membatalkan puasa, atau (lahir) dari hal yang diperintahkan walaupun itu hal sunnah maka tidak membatalkan puasa. Dan dari qo’idah ini dapat diambil faidah menjadi tiga pembagian :

– Pertama :

Puasa mutlak batal, baik bersungguh sungguh (mubalaghoh) atau tidak. Hal ini apabila air yang terlanjur masuk ke rongga dalam orang yang puasa, terjadi sebab aktivitas yang tidak diperintahkan, seperti (tahapan aktivitas yang keempat), menyelam ke dalam air, karena hal demikian makruh bagi orang yang puasa, dan seperti mandi untuk mendinginkan diri atau untuk membersihkan diri.

Kedua :

Puasa menjadi batal apabila bermubalaghoh. Hal ini apabila air yang terlanjur masuk lahir dari berkumur dalam aktivitas wudlu` yang diperintahkan.

Ketiga :

Mutlak tidak batal meskipun bermubalaghoh. Hal ini ketika mulut terkena najis karena kewajiban bersungguh sungguh dalam membasuh najis atas orang yang berpuasa dan atas selainnya, bertujuan agar supaya ia dapat membasuh setiap anggota yang berada dalam batas anggota dzohir

ﻧﻬﺎﻳﺔ ﺍﻟﺰﻳﻦ 188 :

ﻭﻻ ﻳﻀﺮ ﺑﻠﻊ ﺭﻳﻘﻪ ﺃﺛﺮ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ ﻟﻌﺴﺮ ﺍﻟﺘﺤﺮﺯ ﻋﻨﻪ. ﻭﻻ ﺑﺴﺒﻖ ﻣﺎﺀ ﺟﻮﻑ ﻣﻐﺘﺴﻞ ﻋﻦ ﺟﻨﺎﺑﺔ ﺑﻼ ﺍﻧﻐﻤﺎﺱ ~ ﻭﻟﻮ ﺳﺒﻖ ﻣﺎﺀ ﺍﻟﻤﻀﻤﻀﺔ ﺃﻭ ﺍﻻﺳﺘﻨﺸﺎﻕ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﻓﻪ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻊ ﺍﻟﻤﺒﺎﻟﻐﺔ ﺃﻭ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺭﺍﺑﻌﺔ ﻳﻘﻴﻨﺎ ﺃﻓﻄﺮ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ.

Tidak bahaya (tidak dapat merusak puasa) ialah menelan air bekas berkumur dalam wudlu` karena sulitnya menjaga atau menghindar darinya. Dan tidak juga batal sebab air yang terlanjur masuk ke rongga dalam orang yang sedang mandi jinabah tanpa menyelam ke dalam air. Dan andai air yang di kumur dan hirupan air terlanjur masuk ke dalam rongga dalam orang yang puasa, apabila hal itu karena mubalaghah atau lahir dari tahapan aktivitas yang keempat secara yakin, maka puasanya batal. Dan bila tidak demikian, maka puasanya tidak batal

Dalam kitab Safinatun Naja di sampaikan bahwa perkara yang tidak membatalkan puasa sebab sampainya sesuatu ke mulut itu.ada tujuh :

1. Sampainya perkara ke mulut sebab lupa atau sebab bodoh (tidak di perbolehkannya)

2. Atau di paksa

3. Atau sebab mengalirnya benda bersama’an air liur di sela sela giginya shoim (orang yang puasa)

4. Dan orang tersebut sulit untuk mengeluarkanya

5. Dan perkara yang sampai ke mulut yaitu berupa debu jalanan

6. Atau berupa tepung

7. Atau lalat yang terbang atau sesamanya.

Wallohu a’lam

 

Leave your comment here: