ADANYA PENGHALANG ANTARA MA’MUM DAN IMAM DALAM SHOLAT BERJAMAAH

ADANYA PENGHALANG ANTARA MA’MUM DAN IMAM DALAM SHOLAT BERJAMAAH

 

PERTANYAAN

MASJID
Mohon Izin tuk bertanya:
Ada seseorang Sholat Berjema’ah dan Ada Makmum mengikuti diluar. Pintu dalam ke ada’an tertutup,,,,,
Pertanya’annya apakah Sah Sholatnya Makmum tersebut yang Ikut Imam Di dalam pintu tersebut,,,,,,Sementara sepengetahuan saya Makmum harus Mengetahui Imam atau Makmum di belakang Imamnya,,,,,,?

Monggo penjelasannya, barangkali ada Alasan Lain yang di ketahui Sang Makmum tersebut,,,,,,terimakasih ?

JAWABAN

Apabila antara imam dan ma’mum melakukan sholat jam’ah di luar masjid, seperti mushola rumah dan sebagainya, ini membutuhkan 4 syarat.

Yang pertama :

Antara imam dan ma’mum tidak melebihi jarak 300 dziro’ ( +- 150 m )

Yang kedua :

Antara imam dan ma’mum tidak ada ha’il ( penghalang )

Yang ketiga :

Ma’mum harus mengetahui gerak gerik imam seperti melihat imam, melihat gerakan orang yang ikut imam, mendengar suara imam, atau mendengar suara muballigh ( penyampai suara imam atau speaker dan lain lain)

Yang ke empat :

Ma’mum tidak boleh mendahului imam.

Maka dengan demikian bila kita melihat syarat yang kedua, maka jelas praktek sholat jama’ah seperti yang di pertanyakan ” tidak sah “.
Akan tetapi andai pintu itu tertutup di pertengahan sholat , maka tidak apa apa ( sah )

Alasan dari tidak sah adalah karena terdapat Ha`il (penghalang) yang mencegah makmum untuk bisa melihat imamnya.

Dalam kitab Nihayatuz Zain hal 122 di jelaskan :

فإن كانا في بناء أو بنأين أو كان أحدهما في فضاء والآخر في بناء، والجميع غير مسجد أشترط مع ما مر آنفا عدم حائل بينهما يمنع الرؤية أو الإستطراق العادي بحيث لو أراد الوصول للإمام لايمكنه أو يستدبر القبلة ـــ إلى أن قال ـــ فلو حال بينهما جدار لا باب فيه أو باب مسمر أو مغلق أو مردود أو شباك منع صحة الإقتداء. إهـ

Apabila mereka (imam & makmum) berada di satu bangunan atau di dua bangunan, atau salah satunya ada di tanah lapang dan yang satunya lagi berada di bangunan, sementara semua tempat tersebut bukan masjid, maka beserta persyaratan yang telah lalu disyaratkan tidak adanya penghalang di antara mereka yang dapat mencegah melihat imam atau mencegah untuk bisa menuju imam sekira andai makmum berkehendak menuju imam maka tidak memungkinkan atau membelakangi qiblat -sampai perkataan pengarang- lantas andai di antara mereka terdapat dinding yang tak berpintu, atau pintu yang dicukil dengan paku, atau pintu yang dikunci, atau ditutup, atau jendela teralis, maka hal tersebut dapat mencegah keabsahan sholat berjamaah.

Dalam kitab I’anatuth Tholibin juz 2 hal. 28-29 juga di jelaskan :

أو وقوف واحد من المأمومين حذاء منفذ في الحائل إن كان كما إذا كانا ببنأين كصحن وصفة من دار أو كان أحدهما ببناء والآخر بفضاء فيشترط أيضا هنا ما مر، فإن حال ما يمنع مرورا كشباك أو رؤية كباب مردود وإن لم تغلق ضبته لمنعه المشاهدة وإن لم يمنع الإستطراق، ومثله الستر المرخى، أو لم يقف أحد حذاء منفذ لم يصح الإقتداء فيهما. إهـ

Apabila terdapat penghalang maka disyaratkan ada seseorang dari anggota makmum yang berdiri di depan pintu sebagaimana ketika mereka berada di dua bangunan, seperti di dalam kamar dan teras rumah, atau salah satu dari mereka berada di bangunan dan yang satunya lagi berada di tanah lapang, maka persyaratan yang telah lalu juga menjadi syarat dalam hal ini. Lantas apabila terdapat penghalang yang mencegah untuk berjalan seperti jendela teralis, atau mencegah melihat imam seperti pintu yang tertutup meskipun tidak dikunci dan meskipun tidak mencegah untuk melakukan Istithroq (menuju imam); dan sama seperti pintu yaitu kain kelambu yang turun ke bawah (ngelembreh ; Jawa), atau tidak ada orang ygan berdiri di depan pintu, maka sholat berjamaah dalam kasus ini tidak sah karena pintu tersebut mencegah untuk bisa melihat imam.

Dalam kitab Al Fawa’id Al Tsaminah, karya Al Allamah Al Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz Al Husainy Hal 96 sebagai berikut :

ﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻟﻺﻣﺎﻡ ﻭﺍﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﺛﻼﺙ ﺣﺎﻻﺕ ﺍﻟﺤﺎﻟﺔ ﺍﻻﻭﻟﻰ: ﺃﻥ ﻳﺠﺘﻤﻌﺎ ﻓﻰ ﻣﺴﺠﺪ ﻓﻴﺸﺘﺮﻁ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻧﺘﻘﺎﻻﺕ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﻭﻋﺪﻡ ﺍﻟﺘﻘﺪﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﻮﻗﻒ ﻭﺍﻥ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﻟﻮﺻﻮﻝ ﺍﻟﻰ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﻭﻟﻮ ﺑﺎﺯﻭﺭﺍﺭ ﻭﺍﻧﻌﻄﺎﻑ ﺍﻟﺤﺎﻟﺔ ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﻭﺍﻟﺜﺎﻟﺜﺔ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻧﺎ ﺧﺎﺭﺝ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺍﻭ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﺣﺪﻫﻤﺎ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻭﺍﻵﺧﺮ ﺧﺎﺭﺟﻪ ﻓﻴﺸﺘﺮﻁ ﻣﻊ ﻣﺎﺫﻛﺮ ﺍﻥ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﻟﻮﺻﻮ ﺍﻟﻰ ﺍﻻﻣﺎﻡ ﺑﻐﻴﺮ ﺍﺯﻭﺭﺍﺭ ﻭﺍﻧﻌﻄﺎﻑ ﻭﺍﻥ ﻻﻳﻜﻮﻥ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺣﺎﺋﻞ ﻳﻤﻨﻊ ﺍﻟﺮﺅﻳﺔ ﺍﻭ ﺍﻟﻤﺮﻭﺭ ﻭﺍﻥ ﻻ ﻳﺰﻳﺪ ﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﺛﻼﺛﻤﺎﺋﺔ ﺫﺭﺍﻉ ﺗﻘﺮﻳﺒﺎ

Dan juga tersebut dalam kitab Fathul Mu’in, karya Syeikh Zainuddin Al Malibary halaman 36 sebagai berikut :

ومنها علم بانتقال إمام برؤية له او لبعض صف او سماع لصوته او صوت مبلغ ثقة ، ومنها اجتماعهما اي الامام والمأموم بمكان كما عهد عليه الجماعات فى العصر الخالية ، فان كانا بمسجد… صح الإقتداء به وان زادت المسافة بينهما على ثلاثمائة ذراع او اختلفت الأبنية بخلاف من ببناء فيه لا ينفذ بابه اليه بأن سمر أو كان سطحا لا مرقى له منه فلا تصح القدوة حينئذ

Dan diantara syarat sah berma’mum, yaitu mengetahui pindah pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya. dengan cara melihat sendiri baginya, atau melihat sebagian shof, atau mendengar suara imam, atau suara muballigh yang dipercaya. Dan diantara syarat sah berma’mum, yaitu berkumpul kedua ma’mum dan imam pada tempat sebagaimana telah diketahui atasnya berjama’ah pada masa masa yang lampau. Kalau kedua imam dan ma’mum itu berada dalam satu masjid …. Maka sah berma’mum, meskipun jarak antara keduanya melebihi 300 hasta dan meskipun berbeda-beda ruangannya. Lain halnya orang yang berada pada ruangan masjid yang tidak tembus pintu ruangan itu ke masjid dengan dipaku pintunya itu, atau adalah ma’mum itu di tingkat atas yang tidak ada tangga penghubung padanya, maka tidak sah berma’mum, karena tidak berhimpun ketika itu.

 

Leave your comment here: