KHOTIB YANG ISI KHUTBAHNYA NGAWUR APAKAH BOLEH DI INTERUPSI KETIKA SEDANG BERLANGSUNGNYA KHUTBAH?

KHOTIB YANG ISI KHUTBAHNYA NGAWUR APAKAH BOLEH DI INTERUPSI KETIKA SEDANG BERLANGSUNGNYA KHUTBAH?

noee              Dalam beberapa kesempatan khutbah, sering kita menemukan khotib menyampaikan materi yang sangat menyinggung perasaan, misalnya menjelek jelekkan orang lain dan memusuhi kelompok lain secara terang-terangan. Dalam kondisi demikian, apakah boleh menginterupsi khutbah, atau sebaiknya mufaroqoh atau bagaimana? Kondisi yang demikian seringkali menyebabkan sholat Jum’at menjadi tidak khusu’.

Bahwa rukun khutbah itu ada lima :

Pertama : Memuji Alloh dengan lafazh al Hamd,

Kedua : Membaca sholawat kepada Rosululloh saw dengan lafazh ash Shalat

Ketiga : Wasiat untuk bertakwa kepada Alloh swt

Keempat : Mendoakan orang orang mukmin

Kelima : Membaca ayat al Qur`an minimal satu ayat.

Namun jika salah satu rukun tersebut tidak terpenuhi maka khutbahnya tidak sah, dan konsekwensinya adalah tidak sahnya sholat jumat. Dalam kondisi seperti ini, maka yang dilakukan adalah melakukan i’adah sholat dzuhur.

Sedangkan yang jadi persoalan di atas adalah menyangkut isi khutbah itu sendiri. Apakah diperbolehkan menginterupsi khotib yang isi khutbahnya adalah menjelek jelekkan orang lain?

Pada prinsipnya, menurut para fuqaha` berbicara pada saat khutbah itu tidak diperbolehkan. Namun ada yang menarik dari pandangan madzhab Maliki.

Namun sebelum kami mengemukakan pandangan madzhab Maliki terlebih dahulu kami kemukakan bahwa menurut mereka, khotib dan imam sholat jumat itu harus satu orang kecuali ketika ada udzur. Artinya, yang menjadi khotib juga sekaligus menjadi imam.

Dalam pandangan madzhab Maliki diharamkan berbicara ketika imam sedang berkhutbah atau ketika ia duduk di antara dua khutbah. Larangan berbicara ini ditujukan untuk semua jamaah baik yang mendengarkan khutbah atau tidak, baik yang di serambi masjid atau jalan yang terhubung dengan masjid.

Lebih lanjut menurut mereka jika isi khutbah imam ternyata tidak tidak jelas atau ngawur, seperti memuji orang yang tak layak untuk dipuji atau mencaci orang yang sebenarnya tidak layak dicaci, maka larangan berbicara tersebut menjadi gugur.

Demikian sebagaimana dikemukan Abdurrahman al Juzairi dalam kitab al Fiqh ‘ala Madzahib al Arba`ah:

 اَلْمَالِكِيَّةُ قَالُوا يَحْرُمُ الْكَلَامُ حَالَ الْخُطْبَةِ وَحَالَ جُلُوسِ الْإِمَامِ عَلَى الْمِنْبَرِ بَيْنَ الْخُطْبَتَيْنِ وَلَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ مَنْ يَسْمَعُ الْخُطْبَةَ وَغَيْرِهِ فَالْكُلُّ يَحْرُمُ عَلَيْهِ الْكَلَامُ وَلَوْ كَانَ بِرَحْبَةِ الْمَسْجِدِ أَوِ الطُّرُقِ الْمُتَّصِلَةِ بِهِ وَإِنَّمَا يَحْرُمُ الْكَلَامُ الْمَذْكُورُ مَا لَمْ يَحْصُلْ مِنَ الْإِمَامِ لَغْوٌ فِي الْخُطْبَةِ كَأَنْ يَمْدُحُ مَنْ لَا يَجُوزُ مَدْحُهُ أَوْ يَذُمُّ مَنْ لَا يَجُوزُ ذَمُّهُ فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ سَقَطَتْ حُرْمَتُهُ (عبد الرحمن الجزيري، الفقه على مذاهب الأربعة،  بيروت-دار الكتب العلمية، الطبعة الثانية، 1424هـ/2003م، ج، 1، ص. 361)

“Menurut madzhab Maliki haram berbicara ketika khutbah dan ketika imam duduk di atas mimbar di antara dua khutbah. Dan dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara orang yang mendengarkan khutbah atau tidak. Semua haram berbicara meskipun berada di teras masjid atau jalan yang terhubung dengan masjid. Hanya saja keharaman berbicara tersebut sepanjang tidak terdapat dalam khutbahnya imam kesia siaan atau ngawur (laghw), seperti memuji orang yang tak boleh dipuji, atau menghina orang yang tidak boleh dihina. Jika imam melakukan itu maka gugurlah keharamannya (berbicara ketika khutbah berlangsung atau ketika ia duduk di atas mimbar di antara dua khutbah)” (Abdurrahman al Juzairi, al Fiqh ‘ala Madzhabib al Arba’ah, Bairut Dar al Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, 1424 H/2003 M, juz, 1, h. 361)

Jika pandangan madzhab maliki ini ditarik ke dalam konteks pertanyaan di atas, maka menginterupsi khotib yang dalam khutbahnya menjelek-jelekkan kelompok lain bisa saja diperbolehkan, sepanjang hal itu adalah masuk dalam kategori laghw. Dan tentunya harus didukung dengan pengetahuan yang benar.

Meskipun mengiterupsi khotib itu boleh menurut madzhab Maliki, namun jangan sekali kali dilakukan tanpa dasar pengetahun yang kuat. Dan jika khotib tidak menanggapi interupsi atau peringatan kita maka jangan mendesak khotib untuk membenarkan khutbahnya. Kendatipun demikian, sebaiknya jika khotib dalam khutbahnya ada hal hal yang “ngawur” maka diingatkan setelah selesai sholat jumat dengan ungkapan yang santun, tetap menghormati khotib dan menjaga kemuliaan masjid.

Leave your comment here: