BAHTSUL MASAIL DINIYYAH TENTANG KEMASYARAKATAN

BAHTSUL MASAIL DINIYYAH TENTANG KEMASYARAKATAN

noeLatar Belakang Masalah

Sejak lama dikalangan tertentu marak dengan yang namanya gemblengan atau pengisian, ritual dan wirid khusus pencarian khodam dengan berbagai macam wujud (ada yang katanya berupa macan putih, ular naga dan lain-lain). Bahkan ada yang menanam tumbal dengan tujuan menjaga kebun, rumah, toko dan lain-lain.

Tragisnya, pernah terjadi seorang pengembala yang memetik satu buah jambu biji dari perkebunan yang katanya sudah ditanami tumbal penjagaan, sehingga akibatnya si pengembala lumpuh hingga menemui ajalnya.

Pertanyaan :

  1. Bagaimana pandangan fiqih tentang ritual dan wirid-wirid semacam diatas (hukum dan ‘illatnya) ?
  2. Dalam kasus si pengembala sapi diatas, apakah ada konsekwensi hukum bagi pemilik kebun sebagai penanam tumbal ?
  3. Digolongkan kematian apakah kematian si pengembala diatas ?

Jawaban a :

Amalan dan wirid-wirid ritual dan lain-lain dengan tujuan diatas diperbolehkan syara’ dengan ketentuan :

�         Wirid-wirid dan amalan tersebut tidak bertentangan dengan syare’at

�         Tidak mengakibatkan bahaya

�         Pengawal/pelaku harus orang yang berpegang teguh pada syare’at.

Reference :

  1. Tarsyikul Mustafidin : 436
  2. Sab’atul Kutub Mufidah : 17
  3. Fathul Wahhab : II/183

Jawaban b :

Tidak ada konsekwensi bagi pemilik kebun bila pemasangan tumbal tersebut tidak bertujuan mencelakakan orang lain dan dipasang di tanah sendiri, sementara pengaruh tumbal tersebut tidak riil (nyata).

Reference :

  1. Qurrotul ‘Ain Bi Fatawa Asy Syaikh Az Zaini : 21
  2. Fathul Wahhab : II/155

Jawaban c :

Kematian si pengembala tersebut termasuk mati syahid akhirat karena kematiannye tersebut dikarenakan kelumpuhan bukan mati karena maksiat (mencuri) meskipun ia berdosa dikarenakan mencuri yang mengakibatkan kematian.

Reference :

  1. Fiqhul Islam : II/561
  2. Bujairimi Ala Manhajit Thullab : I/488

  1. Latar Belakang Masalah

Disebuah desa akan diadakan sebuah pemiliah lurah (kepala desa). Salah satu dari calon itu ada yang berasal dari non Islam sedangkan pendukungnya mayoritas orang Islam dan dia mempunyai cukup banyak pendukung sebab sering memberi uang kepada rakyat.

Pertanyaan :

  1. Jika ia benar-benar terpilih menjadi kepala desa, bagaimana pandangan fiqih tentang orang Islam yang dipimpin oleh kepala desa non Islam ?
  2. Bagaimana konsekwensi fiqih jika suatu saat ia bisa menjadi sebab banyaknya orang Islam yang masuk ke agamanya ?
  3. Bagaimana hukumnya orang yang menjadi kepala desa yang disebabkan sering memberi uang kapada rakyat dan bagaimana pula hukum dan status uang yang diberikan tersebut ?

Jawaban a :

Musyawirin setuju mauquf. Dan sebagai catatan kepemimpinan seorang non Islam tidak sah kecuali dalam keadaan dlorurot.

 

Reference :

  1. Tafsir Ayatul Ahkam : I/403
  2. Fiqhul Islam : VI/693
  3. Jamal : IV/188

 

Jawaban b :

Apabila kepemimpinannya menyebabkan banyak orang masuk ke agamanya maka wajib bagi orang yang menjadikannya dan semua orang Islam untuk mencegah dan melarang bahkan mencopotnya karena menjaga agama itu wajib.

Reference :

  1. Jamal : VI/188
  2. Al Faruq : IV/257
  3. Mausu’atu Ijma’ Fi Fiqhi Islami : I/104

 

Jawaban c :

Tidak boleh dan harta tersebut disebut suap, tetapi bisa menjadi boleh bahkan wajib apabila memang ia berhak menjadi kepala desa serta tidak ada orang lain yang mampu dan layak selain dirinya, sedangkan uang adalah satu-satunya jalan untuk menjadi kepala desa dan pula masyarakat tidak mau memilih kecuali dengan uang tersebut.

Reference :

  1. I’anatut Tholibin : IV/242
  2. Bajuri : 333

Jawaban d :

Harta tersebut dinamakan suap kalau memang pemberiannya terkait pencalonan. Bila tidak, namanya adalah hadiyah.

Reference :

  1. Roudlotut Tholibin : VII/129
  2. Mughni Muhtaj : IV/392
  3. Roudlotut Tholibin : VII/144

  1. Latar Belakang Masalah

Salah satu tradisi yang membudaya di masjid-masjid adalah menarik sumbangan dengan cara mengedarkan kotak jariyah pada jama’ah atau dengan meletakkan kotak di masjid agar diisi oleh setiap orang yang ingin bershodaqoh. Kemudian uang yang telah terkumpul digunakan untuk kemashlahatan masjid semisal membayay rekening listrik, merawat bangunan dan lain-lain. Akan tetapi suatu saat uang yang telah terkumpul digunakan untuk kegiatan tertentu semisal acara mauludiah, rojabiyah, khitanan missal dan lain-lain.

Pertanyaan :

Bagaimana hukumnya menggunakan uang yang terkumpul dari kotak jariyah digunakan untuk acara ceremony (mauludiah, rojabiyah, khitanan missal dan lain-lain) sedagkan semua biaya bisyaroh, konsumsi dan lain-lain diambilkan dari dana tersebut.

Jawaban :

Hukumnya dikembalikan kepada orang yang memberikan dana. Bila pemberiannya tersebut dita’yin (jelas) maka wajib ditasharrufkan sesuai dengan tujuannya. Dan jika tidak ada ketentuan dari penyumbang maka dana ditasharrufkan sesuai dengan tujuan penyumbang dengan memperhatikan qorinah.

Reference :

  1. I’anah At Tholibin : II/172
  2. Risalatul Amanah : 182
  3. Hasyiyah Qolyubi : II/108
  4. Fathul Wahhab : II/183

Leave your comment here: