JIHAD AKBAR BUKANLAH JIHAD SEMBARANG JIHAD
Memang jihad akbar bukan sembarang jihad. Jihad akbar ibarat peperangan bukanlah melawan musuh yang bisa diperdaya dengan siasat dan senjata. Yang kekuatannya dapat dipetakan dan dikalkulasi untuk selanjutnya dicari kelemahannya. Jihad akbar adalah peperangan melawan musuh yang tak terlihat, musuh dalam selimut yang siap menikam dari belakang kapanpun kita lengah. Sebagaimana diri kita sering terbujuk untuk melakukan maksiat dan mengumpulkan dosa-dosa kecil. Bagaimana diri kita masih seringkali merenyahkan pergaulan dengan bumbu-bumbu dusta. Atau diri kita terpeleset Akibat pelet dunia dan gendam kemewahannya.
الحمد لله الذى جعل التقوى خير الزاد واللباس وأمرنا ان تزود بها اليوم البعاث أشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له رب الناس وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الموصوف بأكمل صفات الاشخاص. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين وسلم تسليما كثيرا…اما بعد.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Melalui mimbar ini, khatib mengajak diri sendiri dan segenap jama’ah jum’ah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt. Sungguh hanya ketaqwaanlah yang dinilai oleh Allah swt. Bukan jumlah harta kekayaan bukan pula kemiskinannya. Inna akromakum indallahi atqokum.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Manusia adalah makhluq ciptaan Allah swt yang paling istimewa. Hanya manusialah yang dipercaya Allah untuk memegang amanat sebagai khalifah di atas bumi. Bukan gunung, bukan malaikat, bukan jin, bukan langit, bukan pula lautan. Padahal dibandingkan mereka semua, manusia adalah makhluk yang paling lemah dan tidak berdaya. Jika semua makhluk itu diberikan kekuatan fisik dan energy yang luar biasa, manusia hanya diberikan oleh Allah swt modal akal dan hawa nafsu.
Akal dan hawa nafsu bukanlah barang jadi siap pakai bagi manusia, sebagaimana kekuatan bagi malaikat, jin dan alam. Akan tetapi akal dan hawa nafsu adalah barang mentah yang perlu dimasak kembali supaya tercipta keseimbangan antara keduanya. Jika ini terjadi maka kehidupan manusia akan menjadi lebih bermakna dan bermanfaat. Jika terjadi dominasi satu dari keduanya, maka yang terjadi adalah kekacauan. Manusia harus selalu mampu mengimbangi tuntutan hawa nafsu dengan akalnya, agar hawa nafsu itu terkendali. Dan membubuhi akal dengan hawa nafsunya. Karena sesungguhnya dosis hawa nafsu yang sesuai itulah yang melahirkan berbagai karya dan kreatifitas.
Hawa nafsu adalah dorongan dan keinginan untuk menguasai, untuk menjadikan sesuatu. Sedangkan akal bertugas mencarikan jalan dan cara bagaimana keinginan itu terwujud. Oleh karena itu al-Qur’an mengibaratkan hawa nafsu sebagai tazyin asesoris atau perhiasan bagi manusia dan kehidupannya. Selayaknya perhiasan tidak selamanya baik jika terlalu banyak. Justru, seringkali perhiasan yang minimalis menambah anggun pemakainya.
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Oleh karena itu al-Qur’an dengan terang-terangan mengingatkan manusia agar tidak mengikuti hawa nafsunya:
وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan (QS. Shad: 26)
meski demikian, betapa banyaknya sisi kehidupan ini yang dikuasai oleh hawa nafsu. Tindak kekerasan, kasus kejahatan dan pelanggaran norma susila mulai dari korupsi hingga pemerkosaan dan jual-beli manusia. Semua membuktikan betapa hawa nafsu terlalu mendominasi dalam kehidupan mengalahkan fungsi akal. Sekaligus menunjukkan bahwa manusia telah kalah dalam perjuangannya melawan hawa nafsu.
Begitu beratnya melawan hawa nafsu hingga Rasulullah menjulukinya sebagai jihad akbar. Sebuah hadits menerangkan;
رجعتم من الجهاد الاصغر الى الجهاد الأكبر فقيل وماجهاد الأكبر يارسول الله؟ فقال جهاد النفس
Kalian semua pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah saw. Apakah pertempuran besar wahai Rasulullah? Rasul menjawab “jihad (memerangi) hawa nafsu.
Memang jihad akbar bukan sembarang jihad. Jihad akbar ibarat peperangan bukanlah melawan musuh yang bisa diperdaya dengan siasat dan senjata. Yang kekuatannya dapat dipetakan dan dikalkulasi untuk selanjutnya dicari kelemahannya. Jihad akbar adalah peperangan melawan musuh yang tak terlihat, musuh dalam selimut yang siap menikam dari belakang kapanpun kita lengah. Sebagaimana diri kita sering terbujuk untuk melakukan maksiat dan mengumpulkan dosa-dosa kecil. Bagaimana diri kita masih seringkali merenyahkan pergaulan dengan bumbu-bumbu dusta. Atau diri kita terpeleset Akibat pelet dunia dan gendam kemewahannya.
فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ُ
maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu,
Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Bahkan lebih dari itu, jihad akbar melawan hawa nafsu adakalanya tidak sekedar melawan musuh dalam selimut, tetapi melawan musuh dalam diri sendiri. Jikalau musuh dalam selimut mengandaikan adanya musuh, seperti yang tadi dicontohkan. Tetapi musuh dalam diri sendiri jauh memiliki level lebih tinggi. Hawa nafsu bermain dalam hati memompa perasaan ‘ujub paling berjasa. Terkadang juga riya’ berpura-pura khusyu’ tetapi ada maunya. Atau lebih dari itu, sudah merasa menjadi hamba Allah yang paling ikhlas dan suci yang belum tentu orang lain bisa melakukannya.
Atau Ketika seseorang yang berjihad merasa dirinya telah berjasa besar kepada Islam dan merasa dirinyalah yang berhak mendapatkan surga lengkap dengan bidadarinya. Dan terus meniupkan hal ini dalam hati, sehingga merasa dirinya paling bernilai dan paling dekat dengan Allah. Itu berarti dia belum memenangkan musuh dalam diri sendiri. Walaupun musuhnya dalam dunia nyata telah mati terkena bom yang diledakannya. Musuh diri sendiri adalah hawa nafsu yang membujuk hati dalam beribadah kepada Allah.
وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُور
Dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.
Betapa hawa nafsu bermain dalam semua tingkat kehidupan. Bahkan dalam ruang ubudiyyah yang palig intens yang sangat individualis sekali, antara seorang hamba dengan Allahpun hawa nafsu masih memiliki kelihaian. Luar biasa.
Oleh karena itulah dalam daftar bermacam manusia yang terbujuk nafsu, Imam GHazali dalam kitabnya Ashnaful Maghrurin memposisikan para ‘abid sebagai ragam terbanyak kelompok yang terbujuk. Karena dalam tingkatan mereka hawa nafsu bukanlah sekedar musuh dalam selimut, tapi musuh dalam diri sendiri.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Oleh karena itu, mumpung masih ada waktu marilah kita belajar sedikit demi sedikit mengalahkan musuh-musuh kita. walaupun usaha itu nampaknya kurang berhasil, tetapi kita sudah menunjukkan kemauan kita melatih diri dan hati. Dengan demikian Insyaallah dunia ini akan terasa indah. Bukankah selama ini kerusakan dunia akibat senangnya manusia kepada hawa nafsu, senang dipuji, senang disanjung dan senang kepada harta? Sebagaimana sabda rasulullah
إنما هلك أمتى باتباع الهوى وحب الثناء و حب الدنيا
Bahwasannya kehancuran umatku karena menuruti hawa nafsu, senang dipuji dan cinta dunia
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Akhirnya khutbah ini akan kami tutup dengan potongan Qashidah Burdah Imam Bushiri yang mewanti-wanti manusia agar tidak kalap dan terjerumus dalam jebakan hawa nafsu yang terkadang menjelma seolah nasihat yang bermakna.
وخالف النفس والشيطان واعصهما * وإن هما محضاك النصح فاتهم
Janganlah kau mengikuti nafsu dan syaitan serta kemaksiatan yang ditawarkannya. Dan tetap waspadalah sekalipun keduanya membisikkan nasihat yang terkesan baik.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ