TIDAK DI PERKENANKANYA BERMAIN MAIN DENGAN AYAT MUTASYABBIHAT

TIDAK DI PERKENANKANYA BERMAIN MAIN DENGAN AYAT MUTASYABBIHAT

ALLOHRisalah Iljamul ‘Awam ‘Ala ‘Ilmil Kalam, karya Imam Al Ghozali  Rah.

                    Ilmu tauhid merupakan “pilar utama” dalam pengukuhan Iman seorang hamba pada sang khaliq, namun sungguh! Sangat bijaksana, apabila kita menyadari akal seorang manusia tidak akan mampu untuk “menelaah-nya” secara utuh apalagi yang berkaitan dengan Dzat sang Maha Agung, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.

Oleh karena itu Imam Ghozali menyarankan, memperingatkan dan menghimbau pada masyarakat awam untuk berhati-hati dalam membicarakannya, terlebih Ayat atau Hadist yang isinya ada persamaan sifat Antara sang khalik dan Makhluk (Ayat-ayat atau Hadist Mutasyabbihat). Demi memantapkan dan menancapkan dalam hati, beliau menjelaskan keyakinan ulama salaf dalam ayat dan hadist Mutasyabbihat.

اعلم: أن الحق الصريح الذي لا مراء فيه عند أهل البصائر هو مذهب السلف, أعني مذهب الصحابة والتابعين وها أنا أورد بيانه و بيان برهانه. فأقول: حقيقة مذهب السلف -وهو الحق عندنا- أن كل من بلغه حديث من هذه الأحاديث من عوام الخلق يجب عليه فيه سبعة أمور: التقديس, ثم التصديق, ثم الإعتراف بالعجز, ثم السكوت, ثم الإمساك, ثم الكف, ثم التسليم لأهل المعرفة.

Ketahuilah: Sungguh! Yang benar, jelas dan tidak ada perdebatan sama sekali menurut Ahli Bashoir (Ulama yang mempu mencerna permasalahan dengan mata bathin: Pent) yakni Madzhab Salaf. Yang aku maksud adalah madzhab sahabat dan Tabi’in. Ingat! Aku akan menyampaikan penjelasan sekaligus dalilnya. (oleh karena itu) Aku tuturkan: Hakikat madzhab salaf -Inilah yang benar, menurutku- bahwa, sesungguhnya setiap orang yang menerima hadist-hadist (dan ayat-ayat Mutasyabbihat) ini, (sedangkan dia) dari golongan masyarakat awam. Maka wajib (berpegang) pada tujuh metode ini: Taqdis (Men-sucikan), kemudian Tashdiq (Membenarkan), kemudian I’tiroof bil ‘Ajzi (mengakui lemah), kemudian As Sukuut (Diam), kemudian Al Imsaak (menahan diri), kemudian Al Kaff (mencegah) dan kemudian at Taslimu li ahlil Ma’rifat (menyerahkan pada ahlinya). (Dengan penjabaran sebagai berikut):

Pertama:التقديس  At Taqdiis (Men-sucikan): Melepaskan Dzat Alloh Ta’ala dari bentuk dan yang terkait.

Kedua:التصديق  At Tashdiiq (Membenarkan): Imam dengan Segala sabda Rosululloh Shollallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan Membenarkan segala hal yang Nabi tuturkan dengan meyakini kebenaran Nabi SAW., sesuai Sabda dan kehendak beliau Nabi SAW.

Ketiga:الإعتراف بالعجز  Al I’tiroof bil ‘ajzi (mengakui lemah): Mengakui akan ke tidak mampu-an mengetahui apa yang di kehendaki Alloh atau Rosullillah SAW. tentang Ayat dan Hadist Mutasyabbihat. Dan apapun yang di ketahuinya, tentang hal serta peletakan Ayat Dan Hadist Mutasyabbihat tidaklah demikian.

Keempat:السكوت  As Sukuut (Diam): Tidak bertanya makna Ayat-Hadist Mutasyabbihat dan tidak membicarakannya. Mengetahui bahwa mempertanyakannya adalah bid’ah, membicarakannya bisa membahayakan agama orang tersebut dan bisa menggiring kekufuran tanpa terasa.

Kelima:الإمساك  Al Imsaak (menahan diri): Tidak mengarahkan Ayat Dan Hadist Mutasyabbihat tersebut, dengan arahan, mengganti dengan bahasa lain, menambahi-menguranginya dan mengumpulkan-memisahkannya. Bahkan tidak berbicara kecuali dengan lafadz tersebut dan metode lafadz baik Iirood (asal adanya), I’rob (perubahan akhir kalimat), Tashrif (perubahan lafadz) dan Shighot (cetakan lafadz).

Keenam:الكف  Al Kaffu (mencegah): Mencegah batin orang tersebut untuk membahas tentang Ayat-Hadist Mutasyabbihat dan memikirkannya.

Ketujuh:التسليم لأهله  at Taslimu li Ahlihi (menyerahkan pada ahlinya): Orang tersebut meyakini bahwa Ayat Dan Hadist Mutasyabbihat adalah hal yang samar baginya. Dan hal tersebut benar-benar samar bagi Rosulillah Shollallohu ‘alaihi wasallam, Nabi-nabi Alloh, As Shiddiqiin ataupun wali-wali Alloh.

Begitulah sikap para ulama salaf sebenar, yang di tuturkan oleh Imamuna Al Ghozali, semoga kita yang hanya punya pengetahuan agama laksana “sebutir debu diantara mutiara yang tak terbatas”, meng-intropeksi diri, membaca diri dan meneliti kelemahan jiwa insani ini akan hal, yang akal kita tidak akan mampu mencerna se-utuhnya.

Walhamdulillahi Robbil ‘alamiin… Wassholatu wassalamu ‘ala rosulillah…

Wallohu a’lam…

Leave your comment here: