MASALAH MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN MELAKUKAN SHOLAT

MASALAH MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN MELAKUKAN SHOLAT
  1. JAMSHALAT SAMBIL MENAHAN KENTUT

Sebut saja mas Polo, Ia seorang yang dijuluki dengan raja kentut. Ia mampu ngentut dengan berbagai macam model, mulai dari suara yang keras memanjang, terputus-putus bahkan yang nyaris tak terdengarpun Ia bisa melakukannya. Pada suatu ketika, di tengah-tengah melakukan shalat, Ia merasa ada yang mau keluar dari perutnya (kentut). Karena dia sedang shalat, akhirnya dia menahan sampai shalatnya selesai. Apa hukum menahan kentut pada saat mau melakukan shalat?

Jawab: Makruh, jika hendak melakukan shalat. Apabila dalam keadaan shalat, menahan kentut hukumnya wajib, karena membatalkan fardlu hukumnya haram.

  1. MELIHAT NAJIS DIPAKAIAN ORANG YANG SEDANG SHALAT

Neng Aisyah termasuk diantara gadis yang paling aktif berjama’ah dibanding teman-temannya yang lain. Pada suatu ketika, dia terlambat untuk berjama’ah di masjid. Demi pahala shalat berjama’ah, akhirnya dia muter-muter di masjid untuk mencari imam, dilalah ia menemukan Akang Rahmad yang sedang shalat. Setelah didekati, Neng Aisyah kaget, sebab dipakaian Akang Rahmad terdapat najis. Apakah bagi Neng Aisyah wajib memberitahu kepadanya?

Jawab: Wajib.

  1. SHALATNYA ORANG PIKUN

Kondisi orang pikun sangat memprihatinkan. Aktivitas yang baru dilakukan saja, semisal shalat, sering kali lupa, sehingga selalu mengulanginya. Begitu juga sebaliknya, dia sering tidak shalat karena merasa sudah melakukannya. Bagaimana tinjauan fiqh terhadap kewajiban dan status shalatnya?

Jawab: Dalam keadan pikun orang tersebut tidak berkewajiban menjalankan sholat, karena sudah tidak mukallaf(tamyiz). Dan ia tidak wajib untuk meng-qadlai shalatnya selama pikunnya menghabiskan waktu dan timbulnya di awal waktu yang tidak muat untuk di gunakan sholat. Atau saat sadar normal kembali dia tidak menemukan waktu yang muat untuk takbiratul al-ihram.

  1. FENOMENA PARA PENUMPANG KERETA API

Menggunakan jasa kereta api merupakan pilihan ekonomis bagi mereka yang ingin bepergian jauh. Kendati demikian, jasa kereta api tersebut tetap saja menyisakan masalah terkait dengan ibadah fardlu bagi mereka yang peduli dengan agamanya. Sebab, ketika hendak bersuci dan melakukan shalat fardlu secara sempurna, para penumpang yang berada di atas kereta terasa sangat kesulitan atau bahkan tidak bisa melakukannya. Sementara jika turun dari kereta, mereka takut ketinggalan. Apakah baginya wajib melaksanakan shalat dalam keadaan semacam di atas?

Jawab: Tetap wajib shalat sebisa mungkin, dalam rangka untuk menghormati waktu shalat. Dan baginya harus meng-qadl-inya.

  1. JABAT TANGAN SETELAH SHALAT

Kalau setelah shalat jama’ah ada yang berjabat tangan (jawa; salaman), pasti jama’ahnya orang NU. Adakah dalil yang menganjurkan berjabat tangan setelah melakukan shalat?

Jawab: Pada dasarnya dalil secara khusus tidak ada. Namun dalil yang menjelaskan sunahnya berjabat tangan ada, yaitu;

Tidak dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, kecuali dosanya diampuni sebelum mereka berpisah.

Sebenarnya kesunahan berjabat tangan bisa dilakukan dimana saja, misalnya; di sawah atau di pasar. Dan juga dapat dilakukan kepada orang yang sudah kita kenal atau belum. Namun hal ini sulit diwujudkan. Oleh karenanya, ulama NU memanfaatkan shalat jama’ah sebagai media untuk berjabat tangan sekaligus mempererat hubungan silaturrahim antar sesama.

  1. LEWAT DI DEPAN ORANG SHALAT

Karena saking semangatnya shalat berjama’ah, kang Otoy mesti ada di barisan yang paling depan. Namun nasib sial menimpanya, ketika sedang shalat, dia kebelet ingin buang air besar. Karena takut keluar di tempat tersebut, tanpa pikir panjang dia langsung lari melewati orang-orang yang sedang shalat. Bolehkah lewat di depan orang yang sedang shalat ketika tidak menemukan jalan lain?

Jawab: Menurut al-Adzro’i diperbolehkan, apabila sangat terpaksa. Sedangkan menurut al-Asnawi, boleh lewat di depan orang shalat, walaupun tidak dalam keadaan terpaksa, asalkan tidak ada jalan lain.

  1. DUDUK LAGI SETELAH BERDIRI UNTUK TASYAHHUD AWAL

Sering terjadi, ketika sujud pada rakaat yang kedua, seseorang lupa tidak melakukan Tasyahhud al-Awwal dan langsung berdiri. Anehnya, disaat teringat telah meninggalkan Tasyahhud al-Awwal mereka duduk kembali untuk melakukannya. Apakah diperbolehkan duduk kembali untuk melakukan Tasyahhud al-Awwal?

Jawab: Tidak boleh, sebab sesuatu yang wajib (dalam hal ini berdiri) tidak boleh ditinggalkan hanya karena melakukan kesunahan (Tasyahhud al-Awwal).

  1. KETENTUAN MENGERASKAN BACAAN SHALAT QADLÂ

Shalat yang dilakukan pada malam hari, seperti; Maghrib, Isya’ dan Shubuh, disunahkan mengeraskan suara. Namun semua itu dalam shalat ada bukan qadla. Apabila qadla shalat Maghrib dilakukan pada siang hari, apakah sunah mengeraskan suara? Atau sebaliknya, qadla shalat Zhuhur dilakukan pada malam hari?

Jawab: Dalam shalat qadla, yang menjadi pertimbangan sunah dan tidaknya mengeraskan suara adalah, waktu dimana shalat qadla dikerjakan. Jika dilakukan pada malam hari, maka sunah mengeraskan suara, walaupun qadla shalat Zhuhur, begitu juga sebaliknya.

Leave your comment here: