KEKAYAAN YANG HAKIKI ADALAH KEBAHAGIAAN YANG SEJATI

KEKAYAAN YANG HAKIKI ADALAH KEBAHAGIAAN YANG SEJATI

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ عَلَى الْإِطْلَاقِ فَاطِرِ السَّمٰوَاتِ وَالْأَرْضِ وَبَاسِطِ الْأَرْزَاق. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ الْمَبْعُوْثِ لِإِتْمَامِ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ التَّلَاق. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن.

KAYAKebahagiaan tidak dapat diukur dengan harta, pangkat, jabatan dan segala macam kemewahan duniawi. Tapi sesungguhnya kebahagiaan itu terletak pada ketentraman hati seseorang. Banyak orang kaya dengan harta melimpah, tetapi kekayaannya tidak menjadikan hatinya tenang. Bahkan sebaliknya, kekayaan yang ia kumpulkan menyebabkan dirinya bersusah payah untuk mengejar kekurangan. Karena ia beranggapan bahwa harta benda yang ia miliki masih saja kurang. Allah SWT berfirman:

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِر 

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur: 1-2)

Demikianlah kebiasaan manusia dalam mengejar harta, memiliki satu ingin dua, mempunyai dua ingin bertambah menjadi tiga dan seterusnya. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berusaha dan juga berdo’a agar hati kita selalu diberi ketenangan. Sebab hanyalah di hati yang tenang, kebahagiaan hakiki itu berada. Sebagaimana ungkapan para ahli hikmah:

الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati.”

Islam tidak melarang seseorang memiliki banyak harta. Yang tidak boleh adalah ketika manusia diperbudak oleh harta. Sehingga tidak mustahil, demi mengejar kekayaan, dia mau melakukan apa saja, menerjang larangan-larangan Allah. Maka dari sini manusia pun menjadi budak harta karena tujuan hidupnya hanya sepenuhnya demi harta. Ibarat kehausan di tengah samudera. Menjadi serakah, tak pernah merasa cukup. Rasulullah SAW menjelaskan:

لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَانِيًا، وَلَوْ كَانَ لَهُ ثَانِيًا لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ

“Seandainya anak Adam telah memiliki harta sebanyak satu lembah, pasti ia akan mencari lagi untuk memiliki dua lembah, dan bila telah memiliki dua (lembah), pasti ia akan mencari lagi untuk memiliki tiga lembah, dan tidak ada yang dapat memuaskan (keinginan) perutnya kecuali tanah.”

Dengan kata lain, ia tidak akan pernah merasa puas kalau belum mati dan diapit bumi yang berisikan debu.

Hadits tersebut memperingatkan kita agar jangan sampai terlena oleh gemerlap/ kemewahan dunia yang disebutkan dalam Al Qur’an sebagai kesenangan yang menyesatkan (mata’ul ghurur). Kita tidak usah terpancing oleh kenyataan hidup sehari-hari. Tidak sedikit orang ingin cepat kaya, tapi tidak mengindahkan tuntunan agama. Akibatnya orang sering mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara. Padahal hidup ini sebenarnya bagaikan perputaran sebuah roda, hari ini kaya, bisa saja besok miskin. Ada saat datang, ada saat pergi. Ada yang lahir, ada yang mati. Hari ini pegang jabatan, besok mungkin dibebastugaskan. Siapa tahu? Allah berfirman:

وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ … الآية 

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)…,” (QS. Ali Imran: 140)

Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa kunci kebahagiaan adalah ketenteraman hati. Salah satu dari beberapa hal yang menenteramkan hati yaitu qona’ah. Qona’ah artinya ridla, menerima segala kekurangan yang ada pada dirinya. Selalu menyukuri apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Orang yang bersifat qona’ah memiliki pendirian bahwa apa yang ada pada dirinya merupakan yang paling baik dan itu adalah anugerah Allah.

Qona’ah bukan berarti bermalas-malasan, tidak mau ikhtiar, apalagi putus asa. Tetapi sebaliknya, harus tetap ikhtiar. Dan apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, dia tetap ridla menerima hasil tersebut, tetap bersyukur dan lapang dada dengan apa yang telah diberikan kepadanya. Sikap demikian inilah yang disebut qona’ah, yang dapat mendatangkan ketenteraman hidup. Rasulullah bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وقَنَّعَهُ اللّٰهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, dan diberikan rizki yang cukup, dan ia merasa cukup dengan apa-apa yang diberikan Allah kepadanya.”

Qona’ah merupakan sifat seorang muslim sebagai pengendali agar tidak terjerumus dalam keputus-asaan dan tidak serakah, karena keduanya sangat dilarang agama. Sebab pada hakikatnya kekayaan itu terletak pada hati seseorang, bukan pada harta yang dimilikinya. Rasulullah bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، لَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati.”

Wallahu a’lam bis shawab.

 

Leave your comment here: