MEMPERTAHANKAN AGAMA ISLAM SAMPAI KHUSNUL KHOTIMAH
Alhamdulillah, sampai saat ini kita masih mendapat hidayah berupa keislaman dan keimanan. Kita minimal dalam sehari mengucapkan, sebanyak tujuh belas kali, itu artinya kita berdoa kepada Alloh agar ditetapkan dalam kondisi muslim sampai ajal merenggut nyawa.
Nikmat yang paling besar yang tidak ada bandinganya adalah Islam, namun kadang kala kita itu lebih mengedepankan syukur atas datangnya rizki atau anugerah-anugerah lain yang lebih kasat mata. Padahal sebenarnya tidak ada nikmat yang lebih besar dari pada nikmat Islam. Sayyidina Ali Karramallahu wajhah berkata: “Nikmat yang paripurna adalah mati dalam kondisi Islam.” Para ulama dan wali juga selalu berdoa agar mereka meninggal dalam menetapi keadaan Islam. “Wahai Tuhan yang Maha Agung dan Mulya, matikanlah kami dalam Agama Islam.”
Bahkan ada sebagian orang yang selama hidupnya selalu berdoa, “Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari dunia dalam kondisi Islam.”
Seseorang walaupun bergelimang dosa tapi kalau matinya menetapi Islam itu berarti harapanya masih ada. Meski ia harus terlebih dahulu merasakan api neraka dalam masa ratusan tahun sekalipun, ia pada akhirnya akan masuk surga dan langgeng di dalamnya.
Hidup di akhirat itu tidak terbatas. Kita akan hidup abadi, tapi keabadian kita di akhirat berbeda dengan kelanggegan Alloh swt. Kita langgeng karena dilanggengkan oleh-Nya, sedangkan Alloh swt. itu abadi dengan sendirinya. Sebagaimana halnya wujud kita yang memang diwujudkan (wujud ‘aridli). Sedangkan Allah swt itu wujud dengan sendirinya ( wujud dzati). Marilah kita mensyukuri nikmat Islam ini. Syukur itu ada kalangan dengan lisan (syukur billisan), hati (bil jinan) dan anggota tubuh (bil arkan).
Syukur dengan lisan berarti lisannya mengucapkan al handulillah atas segala nikmat Allah swt. Adapun syukur dengan hati, berarti hatinya merasakan syukur. Sedangkan syukur dengan anggota, artinya syukur yang dibuktikan dalam pelaksanaan sikap-sikap yang nyata, memperjuangkan Islam dengan sesungguhnya. Kalau kita mendirikan sebuah organisasi atau jam’iyah misalnya, hendaknya organisasi itu difungsikan terhadap perjuangan Islam.
Apapun status sosial seorang muslim, dia wajib memperjuangkan agama. Sebagai seorang petani sekalipun, ia harus senantiasa berupaya mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya sehari-hari. jika hal itu sudah dilakukun, maka dia patut disebut sebagai orang yang bertaqwa.
Orang yang bertaqwa, jaminannya adalah mendapatkan kemudahan, mendapatkan jalan keluar dari segala problematika dan memperoleh rizqi yang tidak terkirakan. Marilah kita selalu berusaha menjadi orang yang husnul khotimah dan berupaya menghindarkan diri dari su’ul khotimah. Hal hal yang mendorong pada su’ul khotimah kita jauhi, dan sebaliknya yang menjadikan khusnul khotimah kita upayakan dengan sekuat tenaga. Dalam hal ini ada sebuah peristiwa sejarah yang patut dijadikan i’tibar atau perlambang bagi kaum muslimin. Lihatlah yang menimpa Bal’am, seorang waliyulloh, ia dapat melihat ‘arsy dengan mudahnya, cukup dengan mendongak ke atas, ia dapat melihatnya. Ia hidup di masa Bani Israil, kaumnya nabi musa. Tak kurang dari empat ratus muridnya selalu mencatat semua nasehat-nasehatnya, namun hidupnya berakhir tragis, ia mati tidak menetapi Islam.Penyebanya ialah bermula dari orang-orang Bani Israil yang memberi iming-iming materi yang melimpah kepada Bal’am agar ia mau mendo’akan jelek kepada Nabi Musa. Karena Bal’am tidak goyah pendirianya, mereka ganti berupaya mengoda hati istrinya dengan imbalan materi yang melimpah pula. Akhirnya hati Bal’am tergoyahkan juga oleh rayuan Istri tercintanya. Disamping itu menurut suatu riwayat Bal’am semasa hidupnya dalam memeluk Agama Islam, sama sekali tidak pernah merasa bersyukur kepada Alloh swt. Di sinilah pentingnya syukur itu.