BERSENGGAMA DENGAN ISTRI PADA SAAT MENGALAMI ISTIHADZOH
Para Ulama ikhtilaf didalam permasalahan bersetubuh saat istihadzoh ini, berbeda pendapat dalam kebolehannya pada kondisi bila ditinggalkan tidak di khawatirkan menyebabkan Zina. Maka yang Shahih adalah boleh secara mutlaq. Karena ada banyk wanita, mencapai sepuluh atau bahkan lebih mngalami Istihadhah pada zaman Nabi shalallohu Alayhi wassallam. Sementara Alloh dan RasulNYA tidak melarang Jima’ dengan mereka, Surah(al-Baqarah ayat : 222) ayat ini menunjukkan diluar keadaan haidl, suami tidaklah wajib menjauhkan diri dari istri, kalau sholat saja boleh dilakukan wanita mustahadhah, maka Jima’pun tentu lebih boleh lagi, dan tidak benar bila jima’ wanita mustahadhah dikiaskan dengan jima’ wanita Haidl, karen keduanya tidak sama, bahkan menurut pendapat Ulama yang menyatakan haram.
عِبَارَةُ الْمَجْمُوعِ يَجُوزُ عِنْدَنَا وَطْءُ الْمُسْتَحَاضَةِ في الزَّمَنِ الْمَحْكُومِ بِأَنَّهُ طُهْرٌ وَإِنْ كان الدَّمُ جَارِيًا وَهَذَا لَا خِلَافَ فيه عِنْدَنَا وَنَقَلَهُ جَمْعٌ عن أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ انْتَهَتْ
Redaksi dalam kitab al-Majmu’:
“Boleh menurut kami (syafi’iyyah) menggauli istri dalam kondisi sedang istihadhah dalam masa yang ia dihukumi keadaan suci meskipun darahnya sedang mengalir, yang demikian tidak ada perbedaan pendapat diantara kami (syafi’iyyah) dan bhkan segolongan ulama menyatakan keterangan tersebut sesuai mayoritas ulama”.
Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra I/20
ويجوز وطء المستحاضة في الزمن المحكوم عليه بأنه طهر ولا كراهة في ذلك وإن كان الدم جاريا
Boleh menggauli istri dalam kondisi sedang istihadhah dalam masa yang ia dihukumi keadaan suci dan yang demikian tidaklah makruh meskipun darahnya sedang mengalir.
Mughni al-Muhtaj I/112
Wallaahu A’lamu Bis Showab