KEBOHONGAN MEREKA DALAM MENUKIL KITAB I’ANATUTH THOLIBIN Bag. 2
Penukilan (pada point 3) ini juga tidak tepat dan keluar dari konteks, sebab pernyataan tersebut masih terikat dengan kalimat sebelumnya. Dan mereka juga mentermahkan status hokum yang ditetapkan dalam kitab Al-Bazaz.
Terjemahan “Mereka” :
“Dalam Kitab Al Bazaz: Dibenci menyediakan makanan pada hari pertama, tiga, dan setelah tujuh hari, dan juga mengirim makanan ke kuburan secara musiman.”
Berikut teksnya
وقال أيضا: ويكره الضيافة من الطعام من أهل الميت، لانه شرع في السرور، وهي بدعة. روى الامام أحمد وابن ماجه بإسناد صحيح، عن جرير بن عبد الله، قال: كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام من النياحة. اه. وفي البزاز: ويكره اتخاذ الطعام في اليوم الاول والثالث وبعد الاسبوع، ونقل الطعام إلى القبر في المواسم إلخ
“Dan (juga) berkata; “dan dimakruhkan penyediaan jamuan besar (الضيافة) dari Ahlu (keluarga) mayyit, karena untuk mengadakan kegembiran (شرع في السرور), dan ini adalah bi’dah. Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan isnad yang dshahih, dari Jarir bin Abdullah, berkata ; “kami (sahabat) menganggap berkumpulnya ke (tempat) ahlu (keluarga) mayyit dan menyediakan makanan bagian dari merapat”. Dan didalam kitab Al-Bazaz, “diMakruhkan menyediakan makanan pada hari pertama, ke tiga dan setelah satu minggu dan (juga) dikatakan (termasuk) makanan (yang dibawa) ke kuburan pada musiman”.
Apa yang dijelaskan didalam kitab Al-Bazaz adalah sebagai penguat pernyataan Makruh sebelumnya, jadi masih terkait dengan apa yang disampaikan sebelumnya. Namun sayangnya, mereka menukil separuh-separuh sehingga maksud dari pernyataan tersebut melenceng, parahnya lagi (ketidak jujuran ini) mereka gunakan untuk melarang Tahlilan karena kebencian mereka terhadap kegiatan tersebut dan tidak menjelaskan apa yang sebenarnya dimakruhkan.
Yang dimakruhkan adalah berupa jamuan besar untuk tamu (“An-Dliyafah/الضيافة”) yang dilakukan oleh ahlu (keluarga) mayyit untuk kegembiraan. Status hokum ini adalah makruh bukan haram, namun bisa berubah menjadi jaiz (mubah) sebagaimana dijelaskan pada point 2 (didalam Kitab Al-Mughniy).
Selanjutnya,
Point Ke-Empat (4)
Lagi-lagi mereka menterjemahkan secara tidak jujur dan memenggal-menggal kalimat yang seharunya utuh.
Terjemahan ‘mereka’ ;
“Dan diantara bid’ah yang munkarat yang tidak disukai ialah apa yang biasa dikerjakan orang tentang cara penyampaian rasa duka cita, berkumpul dan acara hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram.” (I’anatut Thalibin, Sarah Fathul Mu’in, Juz 2 hal. 145-146)
Mereka telah memotong kalimatnya hanya sampai disitu. Sungguh ini telah memfitnahatas nama ulama (Pengarang kitab I’anatuth Thabilibin).
Berikut teks lengkapnya (yang benar);
وفي حاشية العلامة الجمل على شرح المنهج: ومن البدع المنكرة والمكروه فعلها: ما يفعله الناس من الوحشة والجمع والاربعين، بل كل ذلك حرام إن كان من مال محجور، أو من ميت عليه دين، أو يترتب عليه ضرر، أو نحو ذلك.
“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita , berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang terlarang (haram), atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”
Begitu jelas ketidak jujuran yang mereka lakukan dan penipuan terhadap umat Islam yang mereka sebarkan melalui website dan buku-buku mereka.
Buku mereka yang memuat terjemahan tidak jujur diatas adalah buku yang berjudul“Membongkar Kesesatan Tahlilan”, hal. 31, disana ditulis :
“Dan di antara bid’ah munkaroh yang sangat dibenci adalah apa yang dilakukan orang di hari ketujuh dan di hari ke-40-nya. semua itu haram hukumnya” (lihat buku Membongkar Kesesatan Tahlilan, hal. 31).
Dan juga dalam buku “Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan”:
“Di antara bid’ah munkarat yang tidak disukai ialah perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu dalam majelis untuk menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan membuat jamuan majelis untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram” (lihat buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, hal. 69).
Kalimat yang seharusnya di lanjutkan di potong. Mereka telah menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari ungkapan ulama yang berasal dari kitab aslinya. Mereka memenggal kalimat secara “seksama” (penipuan yang direncanakan/disengaja, red) demi tercapainya tujuan mereka yaitu melarang bahkan mengharamkan Tahlilan, seolah olah tujuan mereka didukung oleh pendapat Ulama, padahal hanya didukung oleh tipu daya mereka sendiri yang mengatas namakan ulama. Bukankah hal semacam ini juga termasuk telah memfitnah Ulama ? menandakan bahwa pelakunya berakhlak buruk juga lancang terhadap Ulama ? Ucapan mereka yang katanya menghidupkan sunnah sangat bertolak belakang dengan prilaku penipuan yang mereka lakukan.
Selanjutnya,
Point Ke-Lima (5)
Terjemahan mereka,
“Dan tidak ada keraguan sedikitpun, bahwa mencegah umat dari bid’ah munkarat ini adalah menghidupkan Sunnah Nabi SAW , mematikan BID’AH, membuka seluas-luasnya pintu kebaikan dan menutup serapat-rapatnya pintu-pintu keburukan, karena orang-orang memaksa-maksa diri mereka berbuat hal-hal yang akan membawa kepada hal yang diharamkan. (I’anatut Thalibin, Sarah Fathul Mu’in, Juz 2 hal. 145-146)
Kalimat diatas sebenarnya masih berkaitan dengan kalimat sebelumnya, oleh karena itu harus dipahami secara keseluruhan. Berikut ini adalah kelanjutan dari kalimat pada point ke-4.
. وقد قال رسول الله (ص) لبلال بن الحرث رضي الله عنه: يا بلال من أحيا سنة من سنتي قد أميتت من بعدي، كان له من الاجر مثل من عمل بها، لا ينقص من أجورهم شيئا. ومن ابتدع بدعة ضلالة لا يرضاها الله ورسوله، كان عليه مثل من عمل بها، لا ينقص من أوزارهم شيئا. وقال (ص): إن هذا الخير خزائن، لتلك الخزائن مفاتيح، فطوبى لعبد جعله الله مفتاحا للخير، مغلاقا للشر. وويل لعبد جعله الله مفتاحا للشر، مغلاقا للخير.
“Dan sungguh Rasulullah bersabda kepada Bilal bin Harits (رضي الله عنه) : “wahai Bilal, barangsiapa yang menghidupkan sunnah dari sunnahku setelah dimatikan sesudahku, maka baginya pahala seperti (pahala) orang yang mengamalkannya, tidak dikurangi sedikitpun dari pahala mereka (orang yang mengamalkan) dan barangsiapa yang mengada-adakan (membuat) bid’ah dhalalah dimana Allah dan Rasul-Nya tidak akan ridha, maka baginya (dosa) sebagaimana orang yang mengamalkannya dan tidak dikurangi sedikitpun dari dosa mereka”. dan Nabi bersabda ; “Sesungguhnya kebaikan (الخير) itu memiliki khazanah-khazanah, khazanah-khazanah itu ada kunci-kuncinya (pembukanya), Maka berbahagialah bagi hamba yang telah Allah jadikan pada dirinya pembuka untuk kebaikan dan pengunci keburukan. Maka, celakalah bagi hamba yang telah Allah jadikan pada dirinya pembuka keburukan dan pengunci kebaikan”
ولا شك أن منع الناس من هذه البدعة المنكرة فيه إحياء للسنة، وإماته للبدعة، وفتح لكثير من أبواب الخير، وغلق لكثير من أبواب الشر، فإن الناس يتكلفون تكلفا كثيرا، يؤدي إلى أن يكون ذلك الصنع محرما. والله سبحانه وتعالى أعلم.
“dan tidak ada keraguan bahwa mencegah manusia dari bid’ah Munkarah ini,padanya termasuk menghidupkan as-Sunnah, dan mematikan bagi bid’ah, dan membuka pada banyak pintu kebaikan, dan mengunci kebayakan pintu keburukan..Maka jika manusia membebani (dirinya) dengan beban yang banyak, itu hanya akan mengantarkan mereka kepada perkara yang diharamkan.”
Jika hanya membaca sepintas nukilan dari mereka, akan terkesan seolah-olah adanya pelarangan bahwa berkumpulnya manusia dan makan hidangan di tempat ahlu (keluarga) mayyit adalah diharamkan sebagaimana yang telah mereka nukil secara tidak jujur dipoint-4 atau bahkan ketidak jelasan mengenai bid’ah Munkarah yang dimaksud, padahal pada kalimat sebelumnya (lihat point-4) sudah dijelaskan dan status hukumnya adalah Makruh, namun memang bisa mengantarkan pada perkara yang haram jika membebani dengan beban yang banyak (تكلفا كثيرا) sebagaimana dijelaskan pada akhir-akhir point ke-5 ini dan juga pada point-4 yaitu jika (dibiayai) dari harta yang terlarang , atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya.
PENUTUP
Demikian apa yang bisa kami sampaikan untuk meluruskan nukil-nukilan tidak jujur dari “pendakwah salaf” yang katanya “pengikut salaf” namun sayang sekali prilaku mereka sangat bertolak belakang dengan prilaku salaf bahkan lebih buruk.
Kami menghimbau agar jangan terlalu percaya dengan nukilan-nukilan mereka, sebaiknya mengecek sendiri atau tanyakan pada ulama atau ustadz tempat antum masing-masing agar tidak menjadi korban internet dan korban penipuan mereka. Masih banyak kitab ulama lainnya yang mereka pelintir maksudnya. Maka berhati-hatilah.