KEUTAMAAN SHOLAT BERJAMA’AH DAN BERJAMA’AHNYA SAMPAI 40 HARI

Sholat jama’ah (mulai) disyari’atkan di madinah bukan di makkah karena saat dimakkah para sahabat masih kalah. Dalam kitab al mughni : Nabi shollallohu alaihi wasallam berada di makkah selama 13 tahun sholat tanpa jama’ah karena para shohabat -semoga Allah meridhoi mereka- masih kalah dan mereka sholat di rumah masing-masing, ketika beliau hijrah ke madinah disanalah jama’ah sholat didirikan dan di rutinkan sehingga jadilah ijma’ atasnya.
Terjadi isykal tentang hal itu sebab sholatnya Nabi shollallohu alaihi wasallam dengan para sahabat diwaktu paginya isro’ jama’ah bersama jibril , dan sholatnya Nabi shollallohu alaihi wasallam dengan sayidina Ali dan siti Khodijah, maka itulah sholat jama’ah awwal yang Nabi lakukan di makkah, dan beliau sholat di sana secara berjama’ah. Maka jawaban isykal tersebut bahwa yang dimaksud dalam kitab al mughni bahwa Nabi sholat di makkah tanpa jama’ah adalah jama’ah secara jelas atau jama’ah secara rutin. Lihat Kitab I’anah (2/6) :
وشرعت بالمدينة. (قوله: وشرعت) أي الجماعة. وقوله: بالمدينة أي لا بمكة، لقهر الصحابة بها.
وفي المغني ما نصه: مكث – صلى الله عليه وسلم – مدة مقامه بمكة ثلاث عشرة سنة يصلي بغير جماعة، لأن الصحابة رضي الله عنهم كانوا مقهورين يصلون في بيوتهم، فلما هاجر إلى المدينة أقام الجماعة وواظب عليها، وانعقد الإجماع عليها. اه.
واستشكل ذلك بصلاته – صلى الله عليه وسلم – والصحابة صبيحة الإسراء جماعة مع جبريل، وبصلاته – صلى الله عليه وسلم – بعلي وبخديجة، فكان أول فعلها بمكة، وكان يصلي بها – صلى الله عليه وسلم – جماعة. وأجيب بأن المراد يصلي بغير جماعة، أي ظاهرة أو مع المواظبة
Shalat jamaah sangat tinggi nilainya dan sangat besar pahalanya. Dalam sebuah hadist Rasulullah s.a.w. bersabda :
“Shalat Jamaah lebih utama dua puluh tujuh kali dibanding shalat sendiri” (H.R. Bukhari Muslim dll.).
Dalam riwayat lain dikatakan lebih utama dua puluh lima kali dibanding shalat fardlu.
Dalam sebuah hadist juga Rasulullah bersabda :
“Karuniailah mereka yang berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan sinar yang sempurna di hari kiamat” (H.R. Abu Dawud & Trimidzi).
Dalam riwayat Utsman Rasulullah s.a.w. bersabda :
“Barang siapa shalat Isya’ dengan berjamaah, maka ia seperti mendirikan shalat selama setengah malam, barangsiapa shalat Subuh berjamaah, maka ia laksana shalat semalam suntuk” (H.R. Muslim dll.)
Hukum shalat Jamaah menurut mazhab Syafi’i : Fardlu kifayah, yaitu apabila tidak ada seorang pun yang mendirikan jamaah dalam satu kampung, maka seluruh kampung mendapatkan dosa.
Mazhab Hanbali bahkan mengatakan shalat jamaah adalah fardlu ain, wajib bagi setiap muslim, karena kuat dan banyaknya dalil yang memerintahkan shalat jamaah.
Mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan shalat jamaah selain shalat jum’ah hukumnya sunnah mu’akkadah.
Utamanya shalat fardlu dilakukan secara berjamaah di masjid. Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda :
“Wahai umatku, shalatlah di rumah-rumah kalian, karena yang paling utama shalat seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat fardlu” (H.R. Bukhari Muslim).
Mereka yang menemukan takbiratul ihram bersama imam dalam shalat fardlu sangat besar pahalanya, seperti dalam sebuah hadist dikatakan “Barang siapa mendirikan shalat selama 40 hari dengan berjamaah, dengan mendapatkan takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dibebaskan dari dua perkara, yaitu dari neraka dan dari kemunafikan” (H.R. Tirmidzi).
Semakin banyak jumlah peserta jamaah, semakin utama pula pahala jamaah, sebagaimana sebuah hadist menjelaskan “Shalat seseorang bersama seorang lebih utama dari shalat sendiri, dan shalat bersama dua orang lebih utama dari shalat bersama seorang, semakin banyak mereka berjamaah semakin dicintai Allah” (H.R. Ahmad, Abu Dawud).
Dengan demikian shalat jamaah di masjid lebih utama dibandingkan dengan di rumah. Namun demikian, shalat berjamaah di rumah tetap sah, apalagi dengan tujuan agar isteri bisa ikut berjamaah misalnya.