MEMAHAMI KEYAKINAN SIAPAKAH YANG PANTAS KITA IKUTI

MEMAHAMI KEYAKINAN SIAPAKAH YANG PANTAS KITA IKUTI

IJM

                Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas namun pemahaman yang dalam haruslah dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten atau ahlinya (ulama).

Firman Allah ta’ala yang artinya, “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3)

Pada hakikatnya kita diperintahkan untuk mengikuti orang yang mengetahui Al Qur’an dan As Sunnah

Firman Allah ta’ala yang artinya, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [QS. an-Nahl : 43]

Pertanyaanlah adalah pemahaman/pendapat ulama siapakah yang patut kita ikuti agar tidak menimbulkan penyesalan di akhirat kelak.

Firman Allah ta’ala yang artinya,

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)

“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)

Hati-hatilah, sebaiknya jangan mengikuti atau menyebarluaskan pemahaman/pendapat ulama yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun kenyataannya mereka tidak bertalaqqi(mengaji) dengan Salafush Sholeh.

Mereka adalah ulama yang terhasut atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.

Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.

Kaum Zionis Yahudi melalui pusat-pusat kajian Islam mereka dirikan atau melalui ulama-ulama yang telah dipengaruhi oleh mereka,  melancarkan hasutan agar umat Islam  memahami Al Qur’an dan As Sunnah bersandarkan pada belajar sendiri (secara otodidak)  melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminya dengan akal pikiran sendiri (pemahaman secara ilmiah) agar timbul perselisihan di antara kaum muslim diakibatkan perbedaan pemahaman.

Kaum Zionis Yahudi menghasut umat Islam untuk “meninggalkan” pendapat/pemahaman Imam Mazhab yang empat, pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim pada umumnya (Imam Mujtahid Mutlak) yang bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salafush Sholeh.

Kaum Zionis Yahudi menghasut kaum SEPILIS (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran sendiri, yang dikatakan oleh mereka sebagai pemahaman yang menyesuaikan dengan keadaan zaman (modernisasi/pembaharuan) atau pemahaman bersifat pragmatis (kepentingan).

Para ulama telah menyampaikan bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak)  melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminya dengan akal pikiran sendiri, kemungkinan besar akan berakibat negative seperti,

  1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang kehilangan ruhnya atau aspek bathin
  2. Tasybihillah Bikholqihi , penyerupaan Allah dengan makhluq Nya

Begitupula Rasulullah telah melarang kita untuk memahami Al Qur’an dengan akal pikiran kita sendiri

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)

Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )

Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)

Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.

Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”

Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203

Sanad ilmu / sanad guru sama pentingnya dengan sanad hadits.

Sanad hadits adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan matan/redaksi hadits dari lisan Rasulullah.

Sedangkan Sanad ilmu atau sanad guru adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan penjelasan baik Al Qur’an maupun As Sunnah dari lisan Rasulullah.

Hal yang harus kita ingat bahwa Al Qur’an pada awalnya tidaklah dibukukan. Ayat-ayat Al Qur’an hanya dibacakan dan dihafal (imla) kemudian dipahami bersama dengan yang menyampaikannya.

Hal yang akan dipertanyakan terhadap sebuah pendapat / pemahaman seperti :

“Apakah yang kamu pahami telah disampaikan / dikatakan oleh ulama-ulama terdahulu yang tersambung lisannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam”  ?

“Siapakah ulama-ulama terdahulu yang mengatakan hal itu” ?

“Dari siapakah mendapatkan pemahaman seperti itu” ?

Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)

Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaikan satu ayat yang diperoleh dari orang yang disampaikan secara turun temurun sampai kepada lisannya Sayyidina Muhammad bin Abdullah Shallallahu alaihi wasallam.

Kita tidak diperkenankan menyampaikan apa yang kita pahami dengan akal pikiran sendiri dengan cara membaca dan memahami namun kita sampaikan apa yang kita dengar dan pahami dari lisan mereka yang sanad ilmunya tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena hanya perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang merupakan kebenaran atau ilmuNya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan agama kepada  Sahabat.  Sahabat menyampaikan kepada Tabi’in. Tabi’in menyampaikan pada Tabi’ut Tabi’in. Para Imam Mazhab yang empat, pemimpin / imam ijtihad kaum muslim pada umumnya, mereka berijtihad dan beristinbat berlandaskan hasil bertalaqqi (mengaji ) pada Salafush Sholeh

Contoh sanad Ilmu atau sanad guru Imam Syafi’i ra

  1. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
  2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
  3. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
  4. Al-Imam Malik bin Anas ra
  5. Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra

Jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang telah sepakat bahwa perbedaan di antara Imam Mazhab yang empat hanyalah dalam masalah furuiyah (cabang)  bukan pada masalah pokok seperti pemahaman dalam i’tiqod (akidah).  Perbedaan pemahaman yang tidak menimbulkan perselisihan, seperti saling menyesatkan , saling mengkafirkan atau saling membunuh. Imam Mazhab yang empat tidak pernah menyesatkan Imam Mazhab sebelumnya.

Ada timbul perselisihan dari mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat namun  pemahaman mereka menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat, seperti membangga-banggakan mazhabnya.

Contoh nasehat Imam Mazhab yang empat, jika sholat berjama’ah maka ikutilah mazhab yang dipergunakan oleh Imam Sholat.  Andaikanpun terjadi kesalahan pada Imam Sholat, tidak ditanggung oleh makmumnya.

Hadits yang diriwayatkan oleh Umamah al Bahiliy dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,”Ikatan-ikatan Islam akan lepas satu demi satu. Apabila lepas satu ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan berikutnya. Ikatan islam yang pertama kali lepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad)

Jika pemahaman agama baik dan benar, sesuai sebagaimana asalnya dari Tuhan maka tidak akan menimbulkan pertentangan atau perselisihan yang menimbulkan perbuatan saling menyesatkan, saling mengkafirkan atau saling membunuh.

Firman Allah Azza wa Jalla,

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa 4 : 82)

Mereka yang pemahaman agamanya berdasarkan akal pikiran sendiri boleh jadi akan timbul pertentangan atau perselisihan yang menimbulkan perbuatan saling menyesatkan, saling mengkafirkan atau saling membunuh.

Mereka yang pemahaman agamanya berdasarkan akal pikiran sendiri  “memerangi” orang beriman sebagaimana yang dialami oleh mufti mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah yang mempertahankan fatwa bahwa Niqab ( Cadar / Purdah) adalah suatu kebiasaan yang di bolehkan dan bukan merupakan satu kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) sebagaimana kesepakatan jumhur ulama bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan termasuk aurat bagi perempuan.

Mereka yang pemahaman agamanya berdasarkan akal pikiran sendiri  “memerangi” orang beriman sebagaimana perintah ulama mereka dalam kitabnya berjudul “al-Majmu’ al-mufid min ‘Aqidati al Tauhid” hal. 55

لاينفع اسلامكم اذا أعلنتم الحرب العشواء على هذه الطرق الصوفية فقضيتم عليها قاتلوا هم قبل أن تقاتلوا اليهود والمجوس

“Tidak berguna Islam kalian sebelum kalian mengumumkan perang terhadap torikoh sufi dan kalian membantainya, perangilah mereka sebelum memerangi yahudi dan majusi”

Oleh karenanya lebih baik dan selamat kita mengikuti pemahaman/pendapat Imam Mazhab yang empat, pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim pada umumnya (Imam Mujtahid Mutlak) karena mereka bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salafush Sholeh.

Untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah,  marilah kita bertalaqqi (mengaji) kepada ulama-ulama yang mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat. Jika kita membaca tulisan baik didunia maya maupun nyata melalui kitab/buku  maka pastikanlah sumbernya berasal dari  pemahaman/pendapat Imam Mazhab yang empat.

Cara lain agar selamat adalah mengikuti pendapat/pemahaman para Habib dan para Sayyid yang sholeh, ahli ba’it , keturunan cucu Rasululah , mereka yang dapat pengajaran agama turun temurun dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada lisannya Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Namun kita harus bisa bedakan antara ahli bait, keturunan cucu Rasulullah dengan mereka yang mengaku-aku sebagai pengikut Imam Sayyidina Ali ra

Mereka yang mengaku-aku sebagai pengikut Imam Sayyidina Ali ra,  juga korban hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.

Abdullah bin Saba’ seorang pendeta besar yahudi dari Yaman yang masuk Islam dengan tujuan menghancurkan Islam dari dalam. Pada mulanya ia benci kepada Khalifah Utsman bin Affan ra dan berusaha meruntuhkannya serta menggantikannya dengan Sayyidina Ali ra.

Dengan kelicikannya dan provokasinya, usahanya berhasil mendapat respon di kota-kota besar ketika seperti kota Madinah dan Basrah. Kemudian dia pergi ke Mesir, Kufah dan Damsyik serta beberapa kota lain untuk menyebarkan propaganda tentang kemulyaan Sayyidina Ali ra dan menghasut orang-orang agar tidak simpati kepada Khalifah Utsman bin Affan ra.

Abdullah bin Saba’ sangat berlebihan dalam mengagungkan Sayyidina Ali ra, bahkan berani membuat hadits-hadits pasu untuk menjatuhkan Khalifah Utsman ra dan menghinakan Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq ra dan Sayyidina Umar bin Khattab ra.

Imam Sayyidina ‘Ali ra   berkata:  aku bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah ciri-ciri mereka? Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam  bersabda: “Mereka menyanjungimu dengan sesuatu yang tidak ada padamu”.

Diantara ajaran Abdullah bin Saba’ adalah :

  1. Al-Wishoyah : Wasiat. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam berwasiat supaya yang menjadi khalifah sesudah Beliau wafat adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Dan mereka memberi gelar Sayyidina Ali “Al-Washyi”, yakni orang yang diberi wasiat.

  1. Ar-Roj’ah : kembali. Ia mengajarkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak boleh kalah dari Nabi Isa as. Kalau Nabi Isa as akan kembali di akhir zaman, maka Sayyidina Ali ra akan kembali di akhir zaman untuk menegakkan keadilan. Ia mengajarkan bahwa Sayyidina Ali ra tidak mati terbunuh, beliau akan kembali lagi. Ibnu Hazm, seorang ahli tarikh mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’ mengabarkan bahwa Sayyidina Ali ra belum mati tetapi masih bersembunyi dan akan kembali di akhir zaman. Ajaran ini dibawanya dari kepercayaan kaum Yahudi yang mengatakan bahwa Nabi Ilyas juga belum mati. Ajaran inilah yang kemudian menjadi kepercayaan orang Syi’ah, bahwa imamnya yang terakhir belum mati, sekarang masih bersembunyi dan pada akhir zaman nanti akan kembali untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

  1. Ilahiyah : ketuhanan. Ajaran ini mengatakan bahwa pada diri Sayyidina ali ra, bersamayam unsur-unsur ketuhanan. Olek karena itu beliau mengetahui segala yang ghaib ( kasyaf ). Abdullah bin Saba’ mengangkat Sayyidina Ali kepada kedudukan Tuhan.

Seorang Ulama dan pengarang dari kalangan Syi’ah Mu’tazilah bernama Ibnu Abil Hadid mengakui bahwa Abdullah bin Saba’ ini adalah seorang pendeta Yahudi yang masuk Islam yang mengobarkan Syi’ah Sabaiyah. Diantara pemuka Syi’ah Sabaiyah ini terdapat seorang bernama Muqiroh bin Said yang memfatwakan bahwa Dzat Tuhan bersemayam pada tubuh Sayyidina Ali ra. Seorang lagi yang bernama Ishak bin Zaid yang memfatwakan bahwa orang-orang yang sudah sampai pada derajat yang tinggi, sudah habis taklif baginya, yaitu sudah tidak lagi wajib sholat, puasa dan berbagai kewajiban lainnya.

Nasib Abdullah bin Saba’ pada akhir hayatnya menjadi orang buangan, yang dibuang oleh Sayyidina Ali ra stelah beliau menjadi Khalifah keempat, Beliau marah karena dia membuat fitnah atas diri beliau, dia akhirnya dibuang ke daerah Madain.

Kelompok Abdullah bin Saba’ ini terpisah menjadi 2 ( dua ) kelompok besar, yaitu :

  1. Kelompok yang menyatakan bahwa sesungguhnya Sayyidina Ali ra adalah Allah sendiri yang menciptakan segala sesuatu dan memberi rizki. Dalam hal ini, Sayyidina Ali ra mengajak mereka berdialog,namun mereka ternyata bersikeras mempertahankan pendapatnya. Maka akhirnya Sayyidina Ali ra membakar orang– orang yang diketahui dari golongan mereka dengan api. Kemudian golongan mereka berkata : “Seandainya Ali bukan Allah itu sendiri tentu ia tidak membakar mereka dengan api. Karena sesungguhnya tidak akan melakukan pembakaran dengan api kecuali Tuhan.” Mereka berkeyakinan bahwa Ali akan menghidupkan mereka, setelah ia membunuh mereka. Mereka inilah orang-orang yang membawa kepercayaan bahwa tuhan melakukan penitisan kepada makhluknya beserta cabang-cabang kepercayaan ini meliputi faham-faham yang sesat.

  1. Kelompok yang memberontak terhadap Sayyidina Ali ra setelah terjadinya perang Shiffin. Mereka juga menuduh Ali Kafir, karena beliau telah menghentikan peperangan dan menyetujui Tahkim dengan kitabullah dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi Sayyidina Ali ra dan Muawiyah ra. Sebagian dari mereka juga ada yang mengkafirkan ketiga orang Khalifah sebelum Sayyidina Ali ra. Mereka ini telah membunuh seorang Tabi’in besar yang bernama Abdullah bin Khobbab ra dan istrinya, karena ia memuji keempat Khulafaur Rasyidin. Kemudian ketika Sayyidina Ali ra meminta agar mereka menyerahkan para pembunuhnya, mereka menolak sambil berkata: “Kami semua ikut membunuh mereka dan kami semua menganggap halal terhadap darah-darah kalian dan darah-darah mereka semua.”

Hal yang harus kita ingat adalah jika timbul rasa permusuhan terhadap saudara muslim sendiri maka boleh jadi telah terjerumus kedalam kekufuran sehingga menjadi musyrik, seperti kekufuran karena kesalahpahaman dalam i’tiqod.

Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” ( QS Al Maaidah [5]: 82 )

 

Leave your comment here: