MEMPERBAIKI KETAUHIDAN AGAR TERHINDAR DARI SEMUA BENCANA
Kenapa lafadz laa ilaaha illallah dimulai dengan kalimat negatif (nafyu). kenapa tidak langsung menggunakan kalimat itsbat atau affirmatif (itsbat), misalnya; Allahun ilaahun(Allah adalah Tuhan). Jadi, lafadz laa ilaaha illallah itu meniadakan dulu (nafyu), baru ada keputusan (itsbat). Alasannya: Karena kalau seseorang dibiarkan memikirkan tuhan tanpa agama, maka tuhannya akan jatuh di luar Allah SWT. Misalnya; Menuhankan lautan, api, makhluk halus, angin, dsb. Biasanya yang disembah adalah gejala alam yang dianggap menakutkan atau dianggap menghidupi. Contoh yang dianggap menakutkan; Api, angin, badai, bencana, lesus, dll. Contoh yang dianggap menghidupi; padi, air, sehingga ada istilah Dewa Padi dan Dewa Air. Jadi, kalau seseorang dibiarkan mencari tuhan sendiri, maka akan jatuh menuhankan alam. Padahal, selain tuhan bukanlah tuhan, melainkan alam. Jadi hanya ada dua kategori, tuhan dan alam. Selain Allah SWT adalah alam. Tidak ada unsur kealaman di dalam Allah SWT dan tidak ada unsur ketuhanan di dalam alam.
Sekarang ini karena didikan agama yang kurang dan karena kegelisahan orang, maka tauhid ini mulai terganggu, sehingga mulai ada orang yang menuhankan kebutuhan, menuhankan alam, menuhankan alam ghaib, dan semacamnya, padahal sekalipun ghaib, posisinya masih tetap sebagai alam. Adapun faktor-faktor yang membuat tauhid kita terganggu antara lain:
* Pengertian tauhidnya memang tidak beres
* Godaan kebutuhan atau ada interest (mashlahiyyah).
* Kemiskinan atau ketidak-terjangkauan. Kemiskinan itu khusus menyangkut ekonomi, sedangkan ketidak-terjangkauan itu berarti seseorang ingin memaksakan sesuatu tapi gagal. Kemiskinan bisa menggoncang keimanan. Dalam Hadits disebutkan;
Kefakiran itu bisa mendorong orang menjadi kafir
Kafir di sini ada dua bagian, yaitu:
* Kafir Aqidah berarti keluar dari Islam. Seperti orang yang bunuh diri sekeluaga, bunuh diri itu keluar dari Islam.
* Kufur Nikmat berarti tidak bisa lagi bersyukur terhadap nikmat Allah SWT.
Demikianlah faktor-faktor pengganggu tauhid. Oleh karenanya, posisi tauhid kita harus diperkuat. Cara memperkuat tauhid kita adalah dengan cara memproses pengertian menjadi penghayatan. Jadi, bagaimana pengertian kita terhadap diproses menjadi rasa terhadap lafadz tersebut. Penghayatan itu berbeda dengan pengertian. Kalau pengertian itu semata-mata jalurnya adalah rasio, akan tetapi penghayatan merupakan kelanjutan rasio itu yang kemudian diterima oleh rasa.
Penghayatan ini dilakukan dalam ilmu tarikat (thariqat atau cara). Thariqat secara etimologis berarti; cara, sedangkan secara istilah bermakna; sistem untuk memproses orang menjadi semakin dekat kepada Allah SWT. Adapun tata caranya adalah:
Pertama; Harus melalui dzikir kepada Allah SWT. Jadi, lafadz jangan digeletakno begitu saja. Setiap mengucapkan kalimat , haruslah diucapkan dengan hati yang terbuka. Hal ini dimaksudkan agar pengertian itu masuk ke dalam hati dan dalam rasa. Sedangan yang dimasukkan ke dalam hati itu adalah makna dari formulasi kalimat tersebut. Inilah letak perbedaan dzikir model Islam dengan semedi. Kalau dzikir itu mengucapkan dengan kata-kata, lalu dimengerti, selanjutnya kata-kata dan pengertian itu dihayati. Sedangkan kalau semedinya orang kebatinan itu mengangen-ngen (memikirkan) tuhan dan fenomena tanpa ada formulasi, sehingga tidak fokus dan rawan gangguan, baik gangguan deep Psikologi (gangguan kejiwaannya sendiri) ataupun gangguan makhluk halus. Dalam semedei yang diangen-angen itu tidak jelas. Mungkin yang keluar ketika semedi bisa berupa perasaan hatinya yang paling dalam, mungkin juga dia diganggu oleh syaitan atau jin, mungkin berupa halusinasi, dan mungkin juga ngawang tidak punya fokus pada apa yang disemedikan. Jadi, semedi itu tidak aman, baik prosesnya maupun hasilnya. Kalau menghayati kalimat itu jelas. Yang tergolong makhluk halus terpotong atau tidak masuk hitungan dan hatinya juga tidak dituhankan, maka tauhid yang seperti ini adalah lebih aman.
Mulai sekarang kita harus mulai belajar dzikir. Dzikir itu modalnya adalah pengertian terhadap apa yang diucapkan dan konsentrasi (penggabungan semua potensi yang dimiliki oleh seseorang, baik berupa potensi hati, nafsu, ruh, maupun potensi akal. Semuanya diheningkan dan disatukan untuk memfokus pada satu titik yang diucapkan).
Membaca kalimat dengan tenang akan lebih efektif dari pada banter dan banyak gerak. Karena yang diperlukan di sini bukan agitasi, melainkan kontemplasi (tarassukh/ peresapan / penghayatan). Ketika dzikir sudah masuk, maka akan membuahkan gerakan hati yang lebih stabil dan tertib. Di dalam Al-Qur’an disebutkan Ayat berikut ini;
Ingatlah, dengan dzikir kepada Allah, hati-hati akan menjadi tenang
Kapan hati menjadi stabil? Yaitu ketika hati sudah tersentuh oleh dzikir. Kalau dzikir masih berhenti pada lisan, itu masih bagus dari pada tidak dzikir, namun hal itu masih belum bisa menghasilkan ketenangan. Nah, dari ucapan menuju pada ketenangan itu harus diproses dengan menghayati pengertian makna kalimat tadi. Jadi, tauhid kita bisa ditingkatkan melalui tarassukh (penghayatan atau kontemplasi). Akan tetapi kemampuan kontemplasi kita ini masih rawan pengaruh, oleh karena itu Rasulullah SAW pernah bersabda:
Iman itu bisa bertambah dan berkurang
Posisi iman terletk di dalam hati, oleh karena itu, lingkungan hati harus diberi kondisi yang diridhai oleh Allah SWT, yaitu dengan cara memperbanyak membaca Al-Qur’an dan shalawat kepada Nabi SAW, makan makanan halal dan menata tingkah laku. Ini sudah menjadi latar belakangnya. Maka, dengan membaca Al-Qur’an, Shalawat dan ibadah, tauhid kita akan terjaga.
Sekarang ini tauhid ini dibahayakan (terancam) hampir dalam segala jurusan. Jurusan yang pertama adalah jurusan yang menjauhkan atau membikin manusia tidak lagi percaya pada kekuasaan Allah SWT. Karena orang-orang dalam keadaan miskin, merek mulai menuhankan uang. Sehingga bunyi teks Pancasila berubah menjadi; “Keuangan Yang Maha Kuasa”, karena semua hal ujung-ujungnya adalah uang, bahkan idealisme sekalipun merupakan bagian dari uang, padahal seharusnya uang adalah bagian dari penegakan idealisme. Semua ini mengakibatkan kekufuran. Misalnya; Orang mempunyai sifat matrealistik, berarti dia percaya kepada tuhan secara simbolik, akan tetapi tidak secara faktual. Matrealisme inilah yang menjadi bencana terbesar abad ini terhadap tauhid kepada Allah SWT. Orang hanya mencari materi, matrealisme ini membuat orang hanya percaya kepada materi dan tidak percaya kepada immateri, dan perbuatan ini sudah termasuk kafir.
Gejala yang kedua yang membahayakan tauhid adalah gejala perlawanan terhadap patokan fundamental dari agama. Minggu lalu saya pergi ke NTB, di sana ada doktor perempuan yang mengatakan Al-Qur’an tidak perspektif terhadap persamaan gender. Menurut saya, memang benar bahwa gender itu harus dibela, akan tetapi kalau sudah melawan Al-Qur’an dan menganggapnya sebagai Kitab Suci yang tidak pas untuk mengatur gender, maka sikap itu adalah kufur, karena ada penentangan terhadap Al-Qur’an. Perbuatan ini kelihatan sepele, tapi sudah termasuk kafir menurut ASWAJA. Doktor perempuan itu secara sadar telah mengatakan Al-Qur’an sudah tidak cocok. Berjuang membela hak perempuan memang bagus, akan tetapi kalau dia sudah sampai berani mencaci Al-Qur’an maka dia sudah masuk pada daerah kufur, karena salah satu rukun iman adalah Iman Kepada Kitab Suci.
Contoh lain adalah masalah Poligami. Orang diperbolehkan untuk tidak suka pada poligami, kalau dia memang jujur. Kalau laki-laki tidak suka poligami, biasanya dia tidak jujur, karena laki-laki itu biasanya mempunyai sifat penggeragasan, bagian akomodasi, tampung sana tampung sini, alasannya adalah untuk kemanusiaan (humanitas). Bahwa orang tidak suka poligami itu boleh, begitu juga jika dia tidak suka dipologami. Akan tetapi tidak boleh malawan Al-Qur’an yang membolehkan poligami. Kalau diibaratkan, Al-Qur’an itu ibarat rumah, saya boleh tidak memilih kamar yang pertama, namun memilih kamar nomor dua. Begitu juga dengan Al-Qur’an yang memberikan pilihan antara poligami dan monogami. Kenapa laki-laki tidak poligami?, bisa jadi dia ndak laku lagi, nafsu besar tenaga kurang, atau “extra joss”-nya tidak meyakinkan. Namun antara monogami dan poligami itu sama-sama mempunyai syarat.
Jangan percaya kalau ada laki-laki kampanye anti-poligami. Anti-poligami berarti pro perselingkuhan. Kalau seseorang tidak berani poligami, dia tidak perlu mengatakan anti poligami. Saya sendiri memilih monogami, karena mau poligami tidak berani, bukan tidak mau, karena ilmunya belum dikuasai. Sehingga istri saya mesti wira-wiri, padahal rumah di Jakarta dan Malang ini seharusnya diisi satu-satu.
Sekarang ada gerakan anti poligami yang berarti sama dengan anti Al-Qur’an. Yang demikian ini tidak terasa dan terselubung, padahal sebenarnya merupakan ncaman terhadap tauhid kita, karena sebagian dari rukun iman adalah percaya pada Al-Qur’an.
Contoh lain adalah mengkritik Rasulullah SAW. Kalau seseoraang tidak mau menerima Hadist yang dinilai lemah itu tidak apa-apa, akan tetapi kalau sudah mengkritik in person (diri Rsulullah SAW), maka dua kalimat syahadat menjadi batal. Para mahasiswa juga diskusi seenaknya saja dengan mengkritik Nabi Muhammad SAW. Yang begini ini adalah gangguan terselubung yang ujung-ujungnya merusak tauhid.
Yang paling banyak terjadi adalah tahayyul dan khurafat. Karena sudah tidak lagi mempunyai kemampuan secara rasional, maka manusia bertindak yang aneh-aneh. Misalnya; Lumpur Lapindo dilempari kambing, ya, tambah mbledos karena lumpurnya mangkel.
Adapun hubungan antara tauhid dengan pertolongan sosial kemasyarakatan adalah;
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan
Dalam Ayat di atas Allah SWT memerintahkan kita supaya jangan sampai meminta tolong kepada selain Allah SWT. Minta tolong kepada manusia diperbolehkan, namun tidak boleh diyakini sebagai sumber pertolongan, melainkan sebagai perantara dari pertolongan Allah SWT. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak mempertuhankan makhluk, baik berupa manusia maupun barang atau benda. Misalnya; Keris itu ada yang mandi (punya kekuatan), biasanya ditempeli oleh jin atau yang lain. Keris itu cuma sarana, sedangkan prima causa-nya harus kepada Allah SWT. Akik kalau digosok metu butone. Dulu orang menggunakan akik, kalau dia meyakini sebagai sumber kekuatan, maka dia akan musyrik, namun kalau dia berkeyakinan bahwa Allah SWT telah memberikan kekuatan tertentu pada akik itu, maka dia tidak musyrik.
Setiap benda diberi kekushusan tersendiri. Misalnya; Kekuatan pohon pisang, kalau ada orang yang kebal senjata, coba pedang yang akan digunakan untuk menusuk orang itu ditempelkkan terlebih dulu pada pohon pisang, kemungkinan kekebalan orang itu akan jebol. Tanaman rawe yang membuat kulit menjadi gatal-gatal jika menginjaknya dan biasanya hidup di semak-semak, jika kita mematahkan batang pohon kelampis, kemudian memasukkannya ke dalam saku, maka kita tidak akan gatal ketika menginjak rawe tersebut. Saya mengatakan semua ini sebagai khasiat, karena kalau meyakininya sebagai kekuatan independen, maka bisa musyrik. Jadi, semuanya kembali kepada Allah SWT. Contoh lain adalah ular itu kalau dipukul dengan carang (bambu) yang kecil, akan lumpuh, meskipun ular itu besar bahkan bisa makan sapi. Cukup memukulnya dengan bambu kecil dan tidak usah keras asalkan tersentuh saja, ular itu akan lumpuh. Yang demikian ini disebut khasiat. Jadi jangan mempercayai suatu benda mempunyai kekuatan independen yang lepas dari kekuasaan Allah SWT.
Sekarang bukan hanya soal khurafat, namun juga soal perdukunan. Perdukunan itu sangat dekat dengan kemusyrikan. Kalau perdukunan itu menggunakan kekuatan dukun itu sendiri, berarti dia bohong. Kalau perdukunan itu ada buktinya, biasanya ada perewangan, kecuali yang bersifat ma’unah (pertolongan Allah SWT). Untuk membedakan antara perdukunan dengan ma’unah adalah lihat pada orangnya, Apakah dia ahli ibadah atau tidak?. Karena orang yang ahli ibadah itu tidak bisa dimasuki oleh black magic. Sedangkan orang yang tidak ahli ibadah, maka baik white magic maupun black magic sama-sama bisa masuk pada diri orang itu. Oleh karena itu, meskipun kita sangat membutuhkan uang, jangan sampai pergi ke dukun, tapi pergi saja ke Kyai. Dan dilihat, apakah si kyai itu “mempunyai” partai atau tidak, karena kalau dia mempunyai partai, biasanya dia akan setengah kampanye.
Dengan menjalankan ibadah dan membac Al-Qur’an, kita akan dilindungi dari kekufuran. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Israa’: 45
Dan apabila kamu membaca Al-Quran, niscaya kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.
Posisi orang yang membaca Al-Qur’an itu dilindungi dari pengaruh angin kekufuran. Saya berkali-kali menganjurkan agar kita jangan jauh-jauh dari Al-Qur’an, dengan demikian, Insya Allah, kita akan selamat, karena di sana ada junnah atau benteng yang membentengi kita dari kekufuran.
Di samping melakukan dzikir untuk ketenangan juga harus disertai kewaspadaan terhadap semua gangguan dan fenomena yang merusak tauhid. Hari ini, bencana masih berlanjut, longsor di kotanya SBY, yaitu Pacitan serta di Bondowoso. Saat ini orang sudah banyak melakukan istighatsah, akan tetapi nggak mandi, karena apa yang dia minta tidak selaras dengan apa yang dia lakukan. Misalnya; Meminta tidak banjir sambil membabat hutan, akhirnya do’anya tidak mustajab.
Saya pergi ke rumah seoraang Kyai, saya memohon kepada beliau: “Kyai, tolong Indonesia ini dido’akan, karena yang jatuh korban adalah orang-orang kecil, dan di antara mereka banyak orang NU atau orang Islam”. Saya sungguh-sungguh minta kepada beliau, namun jawaban beliau terasa aneh, yaitu: “Saya ini mau saja mendo’akan, akan tetapi ada kekhawatiran dalam diri saya, kalau bencana ini dikurangi, apa orang-orang tidak malah sombong kepada Allah SWT!!. Karena bencana yang dahsyat ini masih belum membuat mereka sadar, bahwa semua bencana ini adalah hukuman, apalagi seandainya bencana ini dikurangi. Ada waktunya saya mendo’akan, sekalipun tidak sekarang”. Akhirnya saya mikir-mikir, Indonesia ini memang aneh. Yang terus-terusan berdo’a, do’anya tidak mandi (mustajab), sedangkan yang do’anya mandi, belum mau mendo’akan, berarti keterlantaran suasana ini masih akan terjadi. Oleh karena itu, berhati-hatilah!, di tengah goncangan tauhid dan alam, kita harus senantiasa bertaqarrub kepada Allah SWT di manapun kita berada, karena sudah tidak ada yang bisa menjamin keamanan kita, selain Allah SWT semata.
Kemarin saya merasa ngeri, dari Jakarta ke Malang saya naik pesawat Sriwijaya. Ketika mau landing, terjadi hujan deras dan kabut yang sampai di tanah yang membuat penglihatan pilot tidak begitu jelas, sehingga landing-nya membuat saya loro-kabeh. Begitu pesawat berhenti, ketika mau turun pintunya tidak bisa dibuka, akhirnya dibuka dengan tang besar. Sekarang semuanya terserah kepada Allah SWT. Saya sendiri tidak mungkin untuk tidak keliling Indonesia, karena itu sudah menjadi tugas saya. Saya juga tidak mungkin tidak berangkat dari Malang ke Jakarta. Akhirnya kalau saya kebetulan naik pesawat Garuda, maka saya akan membaca Surat Al-Fatihah, kalau naik pesawat Sriwijaya saya tambah dengan membaca Shalawat, dan kalau naik pesawat Adam Air, saya tambah lagi dengan Hizib Nashar. Kan sudah diumumkan oleh Mentri Perhubungan bahwasanya penerbangan di Indonesia ini tidak ada yang standar, yang senior bukan pilotnya melainkan pesawatnya, pesawatnya sudah syaikh semua. Terakhir, secara sadar atau tidak sadar, saat ini kita berada di dalam kepungan bencana tauhid, akhlaq dan alam sekaligus.