MENYINGKAP RAHASIA SANG ILAHI OLEH SYAIKH ABDUL QODIR AL JAILANY 2
Keluarlah dari dirimu sendiri dan serahkanlah segalanya kepada Allah. Penuhi hatimu dengan Allah. Patuhlah kepada perintah-Nya dan larikanlah dirimu dari larangan-Nya, agar nafsu badaniahmu tidak memasuki hatimu setelah ia keluar. Untuk membuang nafsu-nafsu badaniah dari hatimu, kamu harus berjuang melawannya dan jangan menyerah kepadanya dalam keadaan bagaimanapun juga dan dalam tempo kapanpun juga. Oleh karena itu, janganlah menghendaki sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah. Kehendakmu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah adalah kehendak nafsu badaniah. Jika kehendak ini kamu turuti, maka ia akan merusak dirimu dan menjauhkanmu dari Allah. Patuhilah perintah Allah, jauhilah larangan-Nya, bertawakallah kepada-Nya dan jangan sekali-kali kamu menyekutukan-Nya. Dia-lah yang telah menjadikan nafsu dan kehendakmu. Oleh karena itu, janganlah kamu berkehendak, berkebutuhan atau bercita-cita untuk mendapatkan sesuatu, agar kamu tidak tercebur ke lembah syirik. Allah berfirman :“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS 18:110)
Syirik itu bukan melulu menyembah berhala, tetapi termasuk juga di dalamnya adalah menuruti hawa nafsu dan menyekutukan apa saja yang ada di dunia dan di akhirat dengan Allah, karena apa saja selain Allah bukanlah Tuhan. Oleh karena itu, jika kamu tumpukan hatimu kepada sesuatu selain Allah, berarti kamu telah berbuat syirik. Maka, janganlah kamu menyekutukan Allah dengan jalan apapun juga, baik dengan jalan kasar maupun dengan jalan halus. Berjaga-jagalah selalu dan jangan berdiam diri, berhati-hatilah selalu dan waspadalah, semoga kamu beroleh keselamatan. Segala kedudukan dan kebaikan yang kamu peroleh, jangan kamu katakan bahwa ia datang dari kamu sendiri atau kepunyaan kamu yang sebenarnya. Jika kamu diberi sesuatu atau kenaikan pangkat kedudukan, janganlah kamu hebohkan kepada siapapun. Sebab, ia dalam pertukaran suasana dari hari ke hari itu, Allah selalu menampakkan keagungan-Nya dalam aspek-aspek yang senantiasa baru, dan Allah berada di antara hamba-hamba-Nya dengan hati-hati mereka. Boleh jadi apa yang dikatakan sebagai milik kamu itu akan dilepaskan-Nya dari kamu, dan boleh jadi apa yang kamu anggap kekal itu akan berubah keadaannya. Sehingga, jika hal itu terjadi kamu akan merasa malu kepada mereka yang kamu hebohkan itu. Maka, lebih baik kamu berdiam diri, simpan pemberian itu di dalam pengetahuan kamu saja dan tidak usah kamu sampaikan kepada siapapun. Jika kamu miliki sesuatu, ketahuilah bahwa itu adalah karunia Allah, bersyukurlah kepada-Nya dan mohonlah kepada-Nya supaya Dia menambahkan nikmat-nikmat-Nya kepadamu. Jika sesuatu itu lepas darimu, maka Dia akan menambah ilmumu, kesadaranmu dan kewaspadaanmu. Allah berfirman :“Apa saja ayat yang Kami nashkhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)
Oleh karena itu, janganlah kamu mengira bahwa Allah tidak berkuasa atas segala sesuatu, janganlah kamu menduga bahwa ketentuan dan peraturan-Nya mempunyai kekurangan dan janganlah kamu merasa ragu akan janji-Nya. Contohlah Nabi besar Muhammad SAW, ayat-ayat yang diwahyukan kepadanya dipraktekkan, dibaca di dalam masjid, ditulis di dalam buku, diambil dan ditukar dengan yang lainnya, dan perhatian Nabi diarahkan kepada wahyu-wahyu yang baru diterimanya yang menggantikan ayat-ayat yang telah lama. Ini terjadi dalam masalah-masalah hukum yang zhahir.
Berkenaan dengan masalah-masalah kebathinan, ilmu dan kondisi kerohanian yang didapatinya dari Tuhan, beliau senantiasa berkata bahwa hatinya selalu diliputi, dan beliau memohon perlindungan kepada Allah sebanyak tujuhpuluh kali didalam satu hari. Juga diceritakan bahwa sebanyak seratus kali dalam sehari Nabi dibawa dari satu keadaan kepada satu keadaan yang lainnya yang dengan itu beliau dibawa menuju peringkat yang paling dekat kepada Allah. Beliau mengembara ke alam yang maha tinggi sambil diselubungi oleh ‘nur’, dari satu peringkat kepada peringkat lainnya yang lebih tinggi. Tiap-tiap beliau menaiki satu peringkat, maka peringkat yang di bawahnya itu tampak gelap jika dibandingkan dengan peringkat atas itu. Semakin tinggi beliau naik, semakin bersinarlah nur Allah meliputi hati sanubarinya. Beliau senantiasa menerima pengarahan supaya memohon ampunan dan perlindungan Tuhan, karena sebaik-baiknya hamba Allah itu adalah mereka yang senantiasa memohon ampunan dan perlindungan Allah dan senantiasa pula kembali kepada-Nya. Ini dimaksudkan untuk menyadarkan kita bahwa kita ini mempunyai dosa dan kesalahan yang keduanya terdapat pada hamba-hamba Allah di dalam seluruh aspek kehidupannya, sebagai ahli waris Adam as, bapak seluruh manusia dan hamba pilihan Allah. Manakala kelalaian terhadap perintah Allah telah mengaburkan cahaya kerohanian Adam dan beliaupun menampakkan keinginannya untuk kekal hidup di surga berada di samping Tuhan, dan Tuhanpun berkehendak mengantarkan malaikat Jibril kepada beliau, maka ketika itulah kehendak diri (ego) beliau nampak, kehendak Adam bercampur dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, kehendak beliau dihancurkan, keadaan pertama itu dihilangkan, kedekatan kepada Tuhan di masa itu dihilangkan, cahaya keimanan yang bersinar terang itu berubah menjadi pudar dan kesucian rohani beliau telah menjadi sedikit kotor. Kemudian Allah hendak memberikan peringatan kepada beliau, menyadarkan beliau akan dosa dan kesalahannya, memerintahkannya untuk mengakui kesalahan dan dosanya serta meminta ampun kepada Allah.
Adam as berkata, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah berbuat aniaya terhadap diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan mengasihani kami, sudah barang tentu kami termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi”. Kemudian datanglah petunjuk kepada Beliau, kesadaran untuk bertobat, pengetahuan tentang hakekat akibatnya dan ilmu hikmah yang tersembunyi di dalam peristiwa inipun tersingkaplah. Dengan kasih saying-Nya, Allah menyuruh mereka supaya tobat. Setelah itu, kehendak yang timbul dari Adam diganti dan keadaannya yang semulapun dirubah, maka diberikanlah kepadanya jabatan “Wilayah” yang lebih tinggi serta diberi kedudukan di dalam dunia ini dan di akhirat kelak. Maka jadilah dunia ini sebagai tempat tinggalnya dan tempat keturunannya, dan akhirat kelak adalah tempat kembalinya yang kekal abadi.Jadikanlah Nabi besar Muhammad SAW ; seorang Rasul dan kekasih Allah, hamba-Nya yang pilihan itu; dan Adam, yaitu bapak seluruh manusia dan hamba pilihan Allah, sebagai contoh dan tauladan. Contohlah mereka berdua di dalam hal mengakui kesalahan dan dosanya sendiri, di dalam meminta ampun kepada-Nya dan di dalam memohon pertolongan-Nya dari segala noda dan dosa. Dan contohlah mereka di dalam hal merendahkan diri kepada Allah, karena manusia adalah mahluk yang lemah dalam segala halnya.
المقالة الثامنةفـي الـتــقــرب إلــى اللهقـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه : إذا كنت في حالة لا تختر غيرها أعلى منها ولا أدنى، فإذا كنت على باب الملك لا تختر الدخول إلى الدار حتى تدخل إليها جبراً لا اختياراً, وأعني بالجبر أمراً عنيفاً متأكداً متكرراً, ولا تكف بمجرد إذن بمجرد الدخول, لجواز أن يكون ذلك منكراً وخديعة من الملك, لكن اصبر حتى تجبر على الدخول فتدخل الدار جبراً محضاً وفضلاً من الملك, فحينئذ لا يعاقب الملك على فعله, إنما تتعرض العقوبة لك لشؤم تخيرك وشرهك، وقلة صبرك وسوء أدبك, وترك الرضي بحالتك التي أقمت فيها, فإذا حصلت فكن مطرقاً غاضاً لبصرك متأدباً, محافظاً لما تؤمر به من الشغل والخدمة فيها غير طالب للترقي إلى الذروة العليا. قال الله عزَّ وجلَّ : }وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجاً مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى{.طـه131. فهذا تأديب منه عزَّ وجلَّ لنبيه المختار صلى الله عليه وسلم في حفظ الحال والرضا بالعطاء بقوله : }وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى{.طـه131. أي ما أعطيتك من الخبر والنبوة والعلم والقناعة والصبر وولاية الدين, والعروة فيه أولى مما أعطيت وأحرى, فالخير كله في حفظ الحال والرضا بها وترك الالتفات إلى ما سواها, لأنه لا يخلو إما أن يكون قسمك أو قسم غيرك, أو أنه لا قسم لأحد بل أوجده الله فتنة, فإن كان قسمك وصل إليك شئت أم أبيت فلا ينبغي أن يظهر منك سوء الأدب والشره في طلبه, فإن ذلك غير محمود في قضية العلم والعقل, وإن كان قسم غيرك فلا تتعب فيما لم تناوله ولا يصل إليك أبداً, وإن كان ليس بقسم لأحد بل هو فتنة فكيف يرضى للعاقل ويستحسن أن يطلب لنفسه فتنة ويستجلبها لها, فقد ثبت أن الخير كله والسلامة في حفظ الحال, فإذا رقيت إلى الغرفة ثم إلى السطح فكن كما ذكرنا من الحفظ والإطراق والأدب, بل يتضاعف ذلك منك, لأنك أقرب إلى الملك وأدنى بالخطر, فلا تتمن الانتقال منها إلى أعلى منها ولا إلى أدنى, وثباتها وبقائها, ولا تغير وصفها وأنت فيها, ولا يكون لك اختيار ألبته, فإن ذلك كفر في نعمة الحال والكفر يحل بصاحبه الهوان في الدنيا والآخرة فاعمل على ما ذكرناه أبداً حتى ترقى إلى حالة تصير لك مقاماً تقام فيه فلا تزال عنه، فتعلم حينئذ أنه موهبة ظهر بيانها فتمسكه ولا تزل، فالأحوال للأولياء والمقامات للأبدال والله يتولى هداك.
RISALAH 8
Apabila kamu berada pada suatu keadaan tertentu, janganlah kamu meminta suatu keadaan yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Apabila kamu berada di pintu istana, janganlah kamu masuk sebelum kamu disuruh masuk. Janganlah kamu menganggap cukup dengan kebenaran masuk itu saja, karena boleh jadi itu adalah suatu dalih atau tipuan dari raja itu. Hendaklah kamu bersabar, sampai kamu dipaksam masuk ke dalam istana itu atas perintah raja itu sendiri. Karena, dengan demikian kamu tidak akan dimintai pertanggungjawaban tentang perbuatan kamu masuk ke dalam istana itu. Sekiranya kamu masih dihukum juga, maka hal itu adalah lantaran kamu bersalah, tamak, tidak sabar, tidak bersopan santun dan hendak menikmati kepuasan keadaan hidup yang sedang kamu hadapi itu. Jika kamu dipaksa masuk dan kamupun masuk, maka hendaklah kamu memasukinya dengan penuh sopan santun, penuh hormat dan memperhatikan apa yang diperintahkan kepada kamu, tanpa meminta kenikan taraf hidup. Allah berfirman kepada Rasul-Nya, “Dan janganlah pandanganmu dipengaruhi oleh apa yang kami karuniakan kepadasegolongan manusia dari kemegahan hidup di dunia ini, karena Kami menguji mereka dengan itu. Adalah rizki yang diberikan oleh Tuhanmu itu lebih baik dan lebih kekal”.
Allah menasehati Nabi-Nya supaya berhati-hati terhadap keadaan yang ada itu dan supaya ridho dengan karunia Allah. Dengan kata lain, firman ini menyatakan, “Apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa perkara-perkara yang baik-baik, kenabian, ilmu, keridhaan, kesabaran, kekuasaan agama dan berjihad di jalan Allah, semua itu adalah lebih baik dan lebih berharga daripada apa yang Aku berikan kepada orang-orang lain”. Kebaikan itu terletak pada menjaga keadaan yang telah ada, merasa puas dengannya dan menjauhkan segala keinginan kepada yang lain. Karena perkara-perkara itu telah dikhususkan untuk kamu, atau untuk orang lain atau bukan untuk siapa-siapa, tetapi oleh Allah telah dijadikan sebagai suatu ujian, Jika sesuatu perkara itu telah dikhususkan untuk kamu, maka pasti kamu akan mendapatkannya, baik kamu menyukainya maupun tidak menyukainya. Tidaklah wajar kamu menunjukkan ketidak sopananmu atau ketamakanmu, karena hal itu bertentangan dengan akal dan ilmu yang sempurna. Apakah gunanya kamu mengharapkan apa yang telah ditentukan untuk orang lain, karena kamu tidak akan mendapatkannya. Sekiranya suatu perkara itu tidak ditentukan untuk siapa-siapa, maka itu adalah satu ujian belaka. Orang yang berakal tidak akan bersahaja untuk mencari suatu ujian. Karenanya, kebaikan itu adalah menjaga dan ridho dengan keadaan yang ada sekarang. Setelah kamu dibawa ke tingkat atas lalu dari situ kamu menuju puncak istana, kamu harus berhati-hati seperti yang telah kami nyatakan mengenai penghormatan, berperangai baik dan tidak banyak bicara. Berhati-hatilah, dan hendaknya kamu berbuat yang lebih dari ini, karena sekarang kamu sudah dekat dengan raja dan juga sudah dekat dengan bahaya. Oleh karena itu, janganlah kamu meminta perubahan keadaan, dari keadaan yang sekarang kepada keadaan yang lain, baik keadaan itu lebih tinggi maupun lebih rendah, dan jangan pula kamu meminta supaya keadaan itu tetap atau diganti. Kamu tidak mempunyai hak memilih di dalam perkara ini. Jika kamu meminta, maka hal itu adalah tanda bahwa kamu kurang sopan, akan merendahkan derajat kamu dan merugikan kamu juga. Karenanya, teruslah berbuat sebagaimana yang kami tunjukkan, sehingga kamu dinaikkan ke suatu tingkatan dan ditetapkan di dalam tingkatan itu. Maka ketika itu kamu akan mengetahui bahwa semua itu adalah karunia Allah yang menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Tetaplah kamu berada pada tempat itu dan janganlah berubah-rubah lagi. Ahwal (keadaan perubahan kerohanian) adalah milik Aulia (wali Allah yang biasa), sedangkan maqamah (perhatian kerohanian) adalah kepunyaan Abdal (wali Allah yang derajatnya lebih tinggi).
المقالة التاسعةفـي الـكـشــف و الـمـشـاهـدةقـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه :يكشف للأولياء والأبدال من أفعال الله ما يبهر العقول ويخرق العادات والرسوم فهي على قسمين : جلال وجمال, فالجلال والعظمة يورثان الخوف المقلق والوجل المزعج, والغلبة العظيمة على القلب بما يظهر على الجوارح, كما روي عن أن النبي صلى الله عليه وسلم ” كان يسمع من صدره أزيز كأزيز المرجل في الصلاة من شدة الخوف ” لما يرى من جلال الله عزَّ وجلَّ وينكشف له من عظمته، ونقل مثل ذلك عن إبراهيم خليل الرحمن صلوات الله عليه وعمر الفاروق رضي الله عنه.أما مشاهدة الجمال : فهو التجلي للقلوب بالأنوار والسرور والألطاف, والكلام اللذيذ والحديث الأنيس, والبشارة بالمواهب الجسام والمنازل العالية, والقرب منه عزَّ وجلَّ مما سيئول أمرهم إلى الله عزَّ وجلَّ, وجف به القلم من أقسامهم في سابق الدهور فضلاً منه ورحمة, وإثباتاً منه لهم في الدنيا إلى بلوغ الأجل وهو الوقت المقدور, لئلا تفرط بهم المحبة من شدة الشوق إلى الله تعالى فتنفطر مرائرهم, فيهلكون ويضعفون عن القيام بالعبودية إلى أن يأتيهم اليقين الذي هو الموت، فيفعل ذلك بهم لطفاً منه ورحمة ومداراة لها إِنَّهُ حَكِيمٌ عَلِيمٌ.الأنعام١٣٩.الحجر٢٥. لطيف بهم رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ.التوبة١١٧.+١٢٨.النور٢٠.الحشر١٠. ولهذا روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يقول لبلال المؤذن رضي الله عنه (أرحنا بها يا بلال) أي بالإقامة لندخل في الصلاة لمشاهدة ما ذكرناه من الحال, ولهذا قال صلى الله عليه وسلم : (وجعلت قرة عيني في الصلاة).
RISALAH 9
Perbuatan Allah itu ditampakkan kepada Aulia dan Abdal di dalam pandangan dan pengalaman kerohanian. Ini berada di luar jangkauan akal manusia dan keluar dari adat kebiasaan. Penampakkan atau pemanifestasian ini ada dua jenis : yang pertama dinamakan “Jalal” (kebesaran dan keagungan) dan yang kedua dinamakan “Jamal” (keindahan). Jalal ini menimbulkan kehebatan dan mempengaruhi hati sedemikian rupa, sehingga tanda-tandanya tampak pada badan kasar. Diceritakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW tengah melakukan shalat, terdengarlah oleh orang bunyi seperti air mendidih dari hati beliau, karena hebatnya dan gentarnya hati beliau ketika menghadap Allah SWT, ini adalah suatu pengalaman yang beliau rasakan apabila Allah menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya. Peristiwa seperti ini juga terjadi pada Nabi Ibrahim a.s. dan Khalifah Umar r.a.Pengalaman yang akan dirasakan oleh seorang hamba apabila Allah memanifestasikan sifat Jamal-Nya adalah hati si hamba itu akan merasa gembira, tenang, sentosa dan selamat, ia akan mengucapkan kata-kata yang penuh kasih mesra, dan akan tampak tanda-tanda yang menggembirakan tentang karunia-karunia yang besar, kedudukan yang tinggi dan kedekatan kepada-Nya yang kepada-Nya-lah segala perkara mereka itu akan kembali. Inilah karunia karunia dan rahmat Allah yang diberikan kepada mereka di dunia ini. Hati mereka yang cinta kepada-Nya akan dipuaskan oleh-Nya, sehingga mereka akan merasa senang. Allah mengasihi dan menyayangi mereka. Nabi pernah bersabda kepada Bilal, “Hai Bilal, hiburlah hati kami”. Apa yang Nabi maksudkan adalah agar Bilal mengumandangkan adzan, supaya nabi memasuki shalat dengan merasakan manifestasi sifat Jamal Allah itu. Karena itu, Nabi bersabda, “Dan kesejukan mataku, telah kurasakan di dalam shalatku”.
المقالة العاشرةفـي الـنـفـس و أحــوالـهـاقـال رضـي الله تـعـالى عـنـه و أرضـاه : إنما هو الله ونفسك وأنت المخاطب، والنفس ضد الله وعدوه, والأشياء كلها تابعة لله, والنفس له خلقاً ومُلكاً, وللنفس ادعاء وتمن وشهوت ولذة بملابستها, فإذا وافقت الحق عزَّ وجلَّ في مخالفة النفس وعدوانها فكنت لله خصماً على نفسك كما قال الله عزَّ وجلَّ لداود عليه السلام : “يا داود أنا بدك اللازم فألزم بدك، العبودية أن تكون خصماً على نفسك” فتحققت حينئذٍ موالاتك وعبوديتك لله عزَّ وجلَّ, وأتتك الأقسام هنيئاً مريئاً مطيباً وأنت عزيز ومكرم, وخدمتك الأشياء وعظمتك وفخمتك, لأنها بأجمعها تابعة لربّها موافقة له إذ هو خالقها ومنشئها, وهي مقرة له بالعبودية. قال الله تعالى : }وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ وَلَـكِن لاَّ تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ{.الإسراء44. }فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ اِئْتِيَا طَوْعاً أَوْ كَرْهاً قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ{.فصلت11. فالعبادة كل العبادة في مخالفة نفسك. قال الله تعالى : }وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ{.ص26. وقال لداود عليه السلام : “أهجر هواك فإنه منازع”.والحكاية المشهورة عن أبي يزيد البسطامي رحمه الله لما رأى ربّ العزة في المنام فقال له : كيف الطريق إليك ؟، قال : اترك نفسك وتعال, فقال : فانسلخت كما تنسلخ الحية من جلدها, فإذا الخير كله في معادتها في الجملة في الأحوال كلها, فإن كنت في حال التقوى فخالف النفس, بأن تخرج من حرام الخلق وشبهتهم ومنتهم والاتكال عليهم والثقة بهم والخوف منهم, والرجاء لهم والطمع فيما عندهم من أحكام الدنيا, فلا ترج عطاياهم على طريق الهدية والزكاة والصدقة أو النذر, فاقطع همّك منهم من سائر الوجوه والأسباب حتى إن كان لك نسب ذو مال لا تتمن موته لترث ماله, فاخرج من الخلق جاداً وجعلهم كالباب يرد ويفتح، وشجرة توجد فيها ثمر تارة وتختل أخرى وكل ذلك بفعل فاعل وتدبير مدبر وهو الله جلَّ وعلا, لتكون موحداً للربّ، ولا تنس مع ذلك كسبهم لتخلص من مذهب الجبرية, واعتقد أن الأفعال لا تتم بهم دون الله لا تعبدهم وتنسى الله. ولا تقل فعلهم دون فعل الله فتكفر فتكون قدرياً, لكن قل هي لله خلقاً وللعباد كسباً كما جاءت به الآثار, لبيان موضع الجزاء من الثواب والعقاب, وامتثل أمر الله فيهم, وخلص قسم منهم بأمره ولا تجاوزه فحكم الله قائم بحكمه عليك وعليهم, فلا تكن أنت الحاكم, وكونك معهم قدر والقدر ظلمة فادخل بالظلمة في المصباح وهو كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم, لا تخرج عنهما فإن خطر خاطر أو وجد إلهام فاعرضه على الكتاب والسنة, فإن وجدت فيها تحريم ذلك مثل أن تلهم بالزنا والرياء ومخالطة أهل الفسق والفجور وغير ذلك من المعاصي, فادفعه عنك واهجره ولا تقبله ولا تعمل به, واقطع بأنه من الشيطان اللعين نعوذ بالله منه. وإن وجدت فيها إباحة كالشهوات المباحة من الأكل أو الشرب أو اللبس أو النكاح فاهجره أيضاً ولا تقبله, واعلم أنه من إلهام النفس وشهواتها وقد أمرت بمخالفتها وعداوتها. وإن لم تجد في الكتاب والسنة تحريمه وإباحته, بل هو أمر لا تعقله مثل السائق لك ائت موضع كذا وكذا, الق فلاناً صالحاً, ولا حاجة لك هناك ولا في الصالح لاستغنائك عنه بما أولاك الله من نعمته من العلم والمعرفة، فتوقف في ذلك ولا تبادر إليه فتقول هذا إلهام من الحق جلَّ وعلا فأعمل به بل انتظر الخير كله في ذلك وفعل الحق عزَّ وجلَّ بأن يتكرر ذلك الإلهام وتؤمر بالسعي, أو علامة تظهر لأهل العلم بالله عزَّ وجلَّ يعقلها العقلاء من الأولياء والمؤيدون من الأبدال, وإنما لم يتبادر إلى ذلك لأنك لا تعلم عاقبته وما يؤول الأمر إليه, وما كان فيه فتنة وهلاك ومكر من الله وامتحان فاصبر حتى يكون هو عزَّ وجلَّ الفاعل فيك, فإذا تجرد الفعل وحملت إلى هناك واستقبلتك فتنة كنت محمولاً محفوظاً فيها, لأن الله تعالى لا يعاقبك على فعله وإنما تتطرق العقوبة نحوك لكونك في الشيء, وإن كنت في حالة الحقيقة وهي حالة الولاية فخالف هواك واتبع الأمر في جملة.واتباع الأمر على قسمين :أحدهما أن تأخذ من الدنيا القوت الذي هو حق النفس وتترك الحظ , وتؤدي الفرض وتشتغل بترك الذنوب ما ظهر منها وما بطن.والقسم الثاني ما كان بأمر باطن, وهو أمر الحق عزَّ وجلَّ, يأمر عبده وينهاه, وإنما يتحقق بهذا الأمر في المباح الذي ليس له حكم في الشرع على معنى ليس من قبيل النهي ولا من قبيل الأمر الواجب, بل هو مهمل ترك العبد يتصرف فيه باختياره فسمي مباحاً فلا يحدث للعبد فيه شيئاً من عنده بل ينتظر الأمر فيه, فإذا أمر امتثل فتصير حركاته وسكناته بالله عزَّ وجلَّ, ما في الشرع حكمه فبالشرع، وما ليس له حكم في الشرع فبالأمر الباطن فحينئذ يصير محقاً من أهل الحقيقة, وما ليس فيه أمر باطن فهو مجرد الفعل حاله التسليم, وإن كنت في حالة حق الحق وهي حالة المحو والفناء وهي حالة الأبدال المنكسري القلوب لأجله الموحدين العارفين أرباب العلوم والعقل السادة الأمراء الشحن خفراء الخلق خلفاء الرحمن وأخلائه وأعيانه وأحبائه عليهم السلام, فإتباع الأمر فيها بمخالفتك إياك بالتبري من الحول والقوة, وأن لا يكون لك إرادة وهمة في شيء البتة دنيا وعقبى, فتكون عبد المَلك لا عبد الْمُلْك وعبد الأمر لا عبد الهوى كالطفل مع الظئر, والميت الغسيل مع الغسل, والمريض المقلوب على جنبيه بين يدي الطبيب فيما سوى الأمر والنهي والله أعلم.
RISALAH 10
Sesungguhnya tidak ada yang lain selain Allah dan diri kamu sendiri. Diri manusia itu bertentangan dengan Tuhan. Segala sesuatu itu tunduk kepada Allah dan diri manusia itupun adalah kepunyaan Allah. Pada diri manusia timbul angan-angan dan hawa nafsu. Oleh karena itu, jika kamu masuk kepada yang haq dan menentang diri kamu sendiri, maka kamu telah masuk ke pihak Allah dan menentang diri kamu sendiri. Allah berfirman kepada Nabi Daus a.s., “Hai Daud, kepada-Ku-lah kamu kembali. Oleh karena itu, berpegang teguhlah kamu kepada-Ku. Sesungguhnya perhambaan yang sejati adalah melawan diri kamu sendiri karena Aku”. Karena itulah penghambaan kamu dan kedekatan kamu kepada Allah menjadi kenyataan yang sungguh-sungguh. Karena itulah kamu mencapai kesucian dan kebahagiaan. Dan karena itulah kamu akan dimuliakan serta segalanya akan menjadi hamba kamu dan takut kepadamu, lantaran semuanya tunduk kepada Allah. Sebab, Dia-lah Pencipta dan tempat asal mereka, dan mereka telah menyatakan kehambaan mereka kepada Allah. Allah berfirman, “Seluruhnya memuji Allah, tetapi kamu tidak mengetahui pujian mereka”. Ini berarti segala yang ada di dalam alam ini sadar akan adanya Allah dan patuh kepada-Nya.
Allah SWT berfirman, “Kemudian Dia berkata kepadanya dan kepada dunia, Kemarilah kamu berdua dengan rela ataupun tidak”. Mereka berkata, “Kami datang dengan rela”.
Oleh karena itu, segala penghambaan adalah melawan dirimu sendiri dan hawa nafsumu. Allah berfirman, “Janganlah kamu menuruti hawa nafsumu, karena dia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah”.
Selanjutnya Allah berfirman, “Jauhkanlah kehendak hawa nafsumu, karena tidak ada yang melawan-Ku dan kerajaan-Ku melainkan hawa nafsu manusia”.
Ada satu cerita yang masyhur tentang Abu Yazid Busthami. Diceritakan bahwa ia telah melihat Allah SWT di dalam mimpinya. Ia bertanya kepada Allah, “Bagaimana seseorang itu dapat sampai kepada Allah ?” Jawab Tuhan, “Buanglah dirimu dan datanglah kepada-Ku”. “Setelah itu,” katanya, “Akupun keluar dari diriku seperti ular keluar dari sarangnya”. Karenanya, semua kebaikan itu terletak pada jihad melawan diri sendiri serta semua perkara dan keadaan hidup ini. Sekiranya kamu dalam keadaan salah, lawanlah dirimu hingga kamu terhindar dari hal yang haram, dari manusia, dari prasangka serta dari pertolongan mereka, ketergantungan kepada mereka, takut kepada mereka dan dari menghendaki apa yang mereka dapati dari dunia fana ini. Janganlah kamu mengharapkan hadiah, sedekah atau pemberian mereka. Hendaklah kamu membebaskan dirimu dari apa saja yang bersangkutan dengan keduniaan. Dan sekiranya kamu mempunyai saudara yang hartawan, maka janganlah kamu mengharapkan dia lekas mati dengan niat kamu ingin mendapatkan hartanya itu. Hendaklah kamu keluar dari pengaruh mahluk dan angaplah mereka itu seperti pintu pagar yang bias terbuka dan bias tertutup atau seperti bunglon yang kadang-kadang berubah dan kadang-kadang tidak. Segala yang berlaku dan terjadi adalah dengan kehendak Allah dan Dia-lah yang membuat dan merencanakan segalanya itu. Jadilah kamu yang berjiwa tauhid, yaitu meng-Esa-kan Allah Tuhan Semesta Alam.
Jangan pula kamu mengikuti faham golongan Jabariyyah atau Qodariyyah. Lebih baik kamu mengatakan bahwa perbuatan itu adalah kepunyaan Allah, sedangkan manusia adalah berusaha.
Jalankanlah perintah Allah yang berhubungan dengan manusia, pisahkanlah bagianmu dengan perintah-Nya dan janganlah kamu melampaui batas, karena perintah Allah itu pasti berlaku dan Allah akan menjatuhkan hukuman kepada kamu dan mereka. Janganlah kamu ingin menjadi hakim sendiri. Keberadaan kamu bersama manusia adalah karena takdir Allah dan takdir ini terdapat di dalam kegelapan. Oleh karena itu, masuklah ke dalam kegelapan itu dengan membawa lampu yang juga menjadi hakim. Itulah dia Al Quran dan sunnah Rasulullah. Janganlah kamu melanggar keduanya. Jika timbul di dalam pikiranmu atau kamu menerima suatu ilham, kemukakanlah dulu kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah.
Sekiranya suatu pikiran atau ilham bertentangan dengan Al Quran dan hadits, maka janganlah kamu ikuti dan kamu jalankan, karena hal itu mungkin datang dari iblis. Jika Al Quran mewajibkan seperti makan, minum dan lain-lainnya dan ilhampun sejalan dengan yang diwajibkan itu, maka janganlah kamu terima dan ketahuilah bahwa itu adalah ajakan atau godaan untuk memuaskan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatanganmu. Oleh karena itu lawanlah dan janganlah kamu turuti.
Jika apa yang diilhamkan kepada kamu itu tidak sesuai dengan Al Quran dan hadits, baik yang berupa larangan maupun pembenaran, dan tidak pula kamu ketahui dengan faham, seperti kamu disuruh untuk pergi ke suatu tempat atau disuruh menemui seseorang yang saleh, sedangkan kamu tidak perlu lagi pergi ke tempat itu atau berjumpa dengan orang itu, tetapi dengan pengetahuan dan nur kamu dapat mengetahuinya, maka bersabarlah, jangan tergesa-gesa dan bertanyalah kepada diri kamu sendiri, “Adakah ilham ini datang dari Allah dan aku mesti melakukannya ?” Pikirkan dulu dan bersabarlah. Adalah biasa bagi Tuhan untuk mengulang ilham seperti itu dan memerintahkan kepada kamu untuk segera melakukan perkara ilham itu atau untuk membuka suatu tanda yang dibukakan bagi para ahli Allah, tanda yang hanya dapat dipahami oleh para Aulia yang bijaksana dan para Abdal. Janganlah kamu terburu-buru mengerjakan perkara itu, karena kamu tidak mengetahui akibat dan tujuannya, dan juga kamu tidak mengetahui ujian dan jalan yang dapat merusak dan menguji kamu.
Karena itu bersabarlah sampai Tuhan sendirilah yang menjadi pelaku perkara itu untuk kamu. Apabila sesuatu perbuatan itu benar-benar dari Allah, maka akan selamatlah kamu dan Dia pasti menolong kamu. Jika kamu sendiri yang melakukannya, maka kamu sendirilah yang bertanggung jawab atas perbuatanmu itu, Jika Allah yang melakukannya untuk kamu, maka kamu tidak bertanggung jawab atas perbuatanmu itu, karena perbuatan itu adalah perbuatan Allah, dan sudah barang tentu Allah sendirilah yang bertanggung jawab atas perbuatan-Nya.
Jika kamu berada dalam peringkat hakekat, yaitu kedudukan wilayah (kewalian), maka lawanlah nafsumu itu dan patuhlah kepada perintah itu sepenuhnya. Kepatuhan kepada perintah ini ada dua macam : pertama, hendaknya kamu mengambil dari dunia ini apa-apa yang kamu perlukan saja, hindarkanlah dirimu dari keserakahan hawa nafsumu, lakukanlah ibadah-ibadahmu dan hindarkanlah dosa-dosa, baik yang tampak maupun yang tersembunyi; kedua, berkenaan dengan perintah batiniah. Ini adalah perintah Allah yang berupa suruhan dan larangan untuk melakukan sesuatu. Perintah batiniah atau perintah yang tersembunyi ini adalah perintah untuk melakukan hal-hal yang tidak haram dan tidak pula wajib, di mana seorang hamba diberi kebebasan untuk bertindak. Dalam hal ini, hendaknya si hamba tadi tidak mengambil inisiatif (kemauan) sendiri, tatapi hendaklah ia menunggu perintah yang berkenaan dengannya. Apabila perintah itu telah datang, maka patuhilah dengan segenap gerak dan diam, karena Allah semata-mata. Jika di dalam syari’at terdapat hukum tentang sesuatu perkara, maka tunduklah kepada hukum itu. Tetapi, jika tidak terdapat hukum di dalam syari’at mengenai perkara itu, maka bertindaklah menurut perintah batin atau perintah yang tersembunyi itu. Melalui inilah seseorang dapat menjadi orang yang benar-benar telah mencapai hakekat.
Sekiranya perintah batin ini tidak ada dan yang ada hanyalah perbuatan Allah, maka ini memerlukan suatu penyerahan. Jika kamu telah mencapai hakekat yang sebenarnya, yang juga disebut “keadaan tenggelam (Mahwu) atau fana”, maka kamu telah mencapai peringkat Abdal (mereka yang luluh hatinya karena Allah), sesuatu keadaan atau peringkat yang dimiliki oleh orang-orang yang betul-betul berjiwa tauhid, suatu keadaan yang dimiliki oleh orang-orang yang dikaruniai cahaya kerohanian, yaitu orang-orang yang berilmu dengan kebijaksanaannya yang tinggi, orang-orang yang menjadi ketua dari seluruh ketua, pelindung dan penjaga khalayak ramai, khalifah Allah dan wali-Nya serta orang-orang yang dipercayai-Nya. Mematuhi perintah di dalam hal-hal yang demikian itu adalah melawan hawa nafsu kamu sendiri, memisahkan diri dari ketergantungan kepada daya dan upaya apa saja serta kosong dari segala kehendak dan tujuan apa saja yang berkenaan dengan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, jadilah kamu hamba raja itu dan bukan hamba kerajaan serta hamba perintah Allah dan bukan nafsu badaniah. Dan jadilah kamu seperti bayi yang berada dalam pelukan ibunya, atau seperti mayat yang sedang dimandikan oleh orang-orang dan atau seperti orang sakit yang tidak sadarkan diri di hadapan dokter, di dalam hal yang berada di luar, baik berupa suruhan maupun larangan.
Wallohu a’lam.