YANG DI MAKSUD DENGAN FASIQ DALAM AGAMA

YANG DI MAKSUD DENGAN FASIQ DALAM AGAMA

ngaji         “Mereka kemudian berbuat fasiq terhadap perintah Tuhan­nya.” (QS Al-Kahfi: 50).

         Fasiq berasal dari akar kata fasaqa-yafsuqu/yafsiqu-fisq-fusuq. Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi menyebutkan, seba­gai kata, kata fisq berarti keluar dari se­suatu (al-khurûj ‘an asy-syay’i). Demi­kian juga Ibnu Manzhur, dalam ensi­klopedi bahasa karyanya, Lisan Al-‘Arab, ia menjelaskan bahwa, sebagai kata, fasiq (al-fisq) maknanya adalah keluar (al-khurûj).

Sedangkan sebagai istilah, sebagai­mana menurut Imam Al-Jurjani dalam kitab At-Ta’rifat, orang fasiq (al-fasiq) ada­lah orang yang bersaksi dan me­nyaksikan (syari’at) tetapi tidak meyakini dan melaksanakannya.

Ibnu Manzhur menjelaskan, fasiq (al-fisq) bermakna maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang dari ja­lan yang benar. Fasiq juga berarti me­nyimpang dari agama dan cenderung pada kemaksiatan; sebagaimana iblis melanggar (fasaqa) perintah Allah, yakni menyimpang dari ketaatan kepada-Nya. Allah SWT berfirman, “Mereka kemudian berbuat fasiq terhadap perintah Tuhan­nya.” (QS Al-Kahfi: 50).

Dalam ayat di atas, frase “berbuat fa­siq terhadap perintah Tuhannya” arti­nya keluar dari ketaatan kepada-Nya.

Fasiq juga berarti keluar dari kebe­naran (al-khurûj ‘an al-haqq). Karena itu, fasiq kadang-kadang berarti syirik dan ka­dang-kadang berarti berbuat dosa. Sese­orang dikatakan fasiq (fâsiq/fasîq) jika ia sering melanggar aturan/perintah agama.

Fasiq juga berarti keluar dari sikap isti­qamah dan bermaksiat kepada Tu­han. Karena itu, seseorang yang gemar berbuat maksiat (al-‘âshî) disebut orang fasiq (Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, 10/38).

Fasiq berarti keluar dari aturan sya­ri’at. Fasiq lebih umum daripada kafir. Da­pat dikatakan bahwa semua kafir ada­lah fasiq, sedangkan tidak semua fasiq termasuk kafir. Dikatakan bahwa semua kafir adalah fasiq karena ia tidak melak­sanakan hukum sesuai yang telah di­tetapkan syari’at.

Menurut Ar-Raghib Al-Ishfahani, fusuq (kefasiqan) bisa disebabkan oleh dosa yang sedikit maupun dosa yang banyak. Namun fasiq konotasinya lebih sering kepada berbuat dosa yang ba­nyak. Dengan demikian, fasiq adalah orang yang mengetahui hukum syara’ dan mengakuinya tetapi tidak meng­amalkan hukum syara’, sedikit atau ba­nyak. Quraish Shihab memaparkan, se­seorang disebut fasiq karena ia telah ke­luar dari koridor agama, akibat melaku­kan dosa besar maupun melakukan dosa kecil.

Penggunaan kata fasiq dalam Al-Qur’an antara lain terdapat dalam surah Al-Hujurat ayat 6, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menim­pa­kan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Selain kafir secara umum, kafir nifâq atau munafik juga dapat dikategorikan sebagai fasiq. Hal ini ditegaskan oleh Al-Qur’an dalam surah At-Taubah ayat 68, “Orang-orang munafik, laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyu­ruh membuat yang munkar dan mela­rang berbuat yang ma`ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah me­lupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasiq.”

Orang-orang yang terus-menerus melakukan dosa besar digolongkan fasiq ini, karena menganggap dosa besar ada­lah hal yang biasa dan menolak untuk meninggalkannya.

Pembagian Fasiq

Sejumlah ulama membagi fasiq pada dua macam. Pertama, fasiq kecil, yaitu orang Islam yang sering berbuat maksiat namun masih memiliki iman dalam hati­nya. Allah berfirman, “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) de­lapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat se­lama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS An-Nur: 4).

Yang kedua, fasiq besar, yaitu orang kafir dan munafik, yang sudah tidak me­miliki iman dalam hatinya. Allah SWT ber­firman, “Dan adapun orang-orang yang fasiq (kafir), tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali hendak keluar dari­padanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada me­reka, ‘Rasakanlah siksa neraka yang da­hulu kamu mendustakannya’.” (QS As-Sajdah: 20).

Namun pada umumnya, jika para ula­ma menyebut istilah “fasiq” tanpa tam­bahan kata “besar” atau “kecil”, yang dimaksudkan ialah fasiq kecil, yakni di­tujukan kepada seorang muslim yang melanggar ketentuan Allah secara sengaja dan terus-menerus.

Menurut Abu Hasan Al-Asy’ari, orang fasiq tetap mukmin, karena imannya ma­sih ada. Dosa besar yang dilakukannya­lah yang menjadikan dia tergolong fasiq.

Imam Al-Ghazali menambahkan, orang yang mengaku beriman dengan hati­nya dan mengucap dua kalimah sya­hadat dengan lidahnya namun tidak mengiringinya dengan amal, orang ter­sebut tetap dipandang mukmin dan ke­lak akan masuk surga, tapi dimasukkan dulu ke neraka untuk menerima imbalan atas perbuatan buruk yang dikerjakan­nya. Al-Ghazali mendasarkan pendapat­nya ini dengan hadits yang berbunyi, “Akan keluar dari neraka orang yang ada iman di dalam hatinya walaupun sebesar biji sawi.” (HR Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri).

Leave your comment here: