ADA HIKMAH TAWAKAL DALAM DUNIA PERTANIAN

Terkadang kita merasakan bahwasanya tanaman yang kita tanam itu adalah benar-benar murni usaha kita. Tetapi sesungguhnya tanaman itu bisa dipanen tersebut adalah karena ada yang menumbuhkan dan merawatnya. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Apakah kalian tidak memperhatikan apa yang kalian tanam?; Kamukah yang menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkannya?; Kalau Kami kehendaki, benar-benar kami jadikan dia kering dan hancur, maka jadilah kamu heran tercengang; (sambil berkata), ‘Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian; bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapatkan apa-apa.” (QS. Al-Waqi’ah : 63 – 67).
Berkata Ibnu Katsir rohimahulloh dalam tafsirnya:
“‘Apakah kalian tidak memperhatikan apa yang kalian tanam?’ maksudnya yaitu yang kalian sirami tanahnya, yang kalian bajak/garap tanahnya dan yang kalian (taburkan) benih di tanahnya,
‘Apakah kalian yang menumbuhkannya?’ maksudnya apakah kalian yang menumbuhkannya dari dalam tanah, ‘
Ataukah Kami yang menumbuhkannya?’ maksudnya, akan tetapi Kamilah yang menempatkannya (mengokohkannya) dan menumbuhkannya dari dalam tanah.
‘Kalau Kami kehendaki, benar-benar kami jadikan dia kering dan hancur’ maksudnya Kamilah yang menumbuhkannya dengan kebaikan dan rahmat Kami, dan Kami menyisakan untuk kalian sebagai rahmat kepada kalian tetapi,
‘Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia kering dan rusak’ maksudnya Kami rusak sebelum penguasaannya dan pemanenannya,
‘Maka jadilah kamu heran tercengang’ kemudian ditafsirkan dengan firman-Nya ‘Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat apa-apa.’ Lihat kitab Tafsirul Quranil Azhim, jilid 7, hal.235-356.
“Ini adalah penyebutan karunia dari Alloh kepada para hamba-hambanya, menyeru untuk mentauhidkannya dan beribadah hanya kepadanya, dimana Alloh telah memberikan nikmatnya berupa memudahkan lahan pertanian untuk menumbuhkan tanaman dan pepohonan yang menghasilkan bahan makanan dan buah-buahan yang merupakan kebutuhan mereka, dan mereka tidak mampu menghitungnya. Sebagai keutamaan dari mensyukurinya dan menunaikan haknya.
Alloh berfirman, “Kamukah yang menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkannya?” maksudnya kamukah yang mengeluarkan tanaman dari dalam tanah?, kamukah yang menumbuhkan dan mengembangkannya?, kamukah yang mengeluarkan tangkai dan buahnya sehingga menjadi biji-bijian yang siap dipanen dan buah-buahan yang masak?. Ataukah Alloh yang berkesendirian dalam melakukan hal tersebut, dan mengaruniakannya untukmu? Padahal kamu telah bersusah payah menggarap ladangmu, memberikan pengairan dan menaburkan benih. Tetapi setelah itu kamu tidak mempunyai pengetahuan atas apa yang terjadi selanjutnya, tidak juga kamu mampu atas kebanyakan peristiwa yang terjadi pada tanamanmu. Bersamaan dengan hal itu, Alloh mengingatkan bahwa ladangmu akan terkena kerusakan sekiranya Alloh tidak menjaganya dan mepertahankan keberadaannya sehingga akhirnya bisa kamu panen.
Dan firman-Nya, “kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan” maksudnya tanaman dan apa-apa yang dihasilkannya baik berupa buah-buahan,
“kering dan hancur” maksudnya hancur lebur tidak bisa dimanfaatkan dan tidak bernilai,
“maka jadilah kamu heran” maksudnya setelah Alloh menjadikan tanamanmu kering dan hancur, padahal kamu telah bersusah payah dan mengeluarkan banyak modal, sehingga menjadikanmu
“tercengang” maksudnya kamu menyesal dan merugi atas kejadian itu serta lenyaplah suka cita dan kegembiraanmu seraya berkata,
“sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian” maksudnya sungguh kami telah mengalami kerugian dan tertimpa musibah yang besar. Setelah itu barulah kamu mengetahui dari mana kamu datang dan sebab kamu tertimpa hal tersebut. Kamu berkata,
“bahkan kami menjadi orang yang tidak mendapat apa-apa”. Maka pujilah Alloh yang telah menumbuhkan tanamanmu, kemudian mempertahankan keberadaannya sampai bisa dipanen dan tidak menurunkan bencana bagi tanamanmu yang bisa menggagalkanmu dari memanfaatkan hasilnya.
Dari dua penjelasan di atas banyak pelajaran yang dapat diambil, diantaranya bahwa Alloh subhanahu wa ta’ala yang berkuasa atas segala sesuatu terutama dalam ayat ini adalah berkuasa pada tanaman kita. Perhatikanlah walaupun kita yang mengolah tanah baik mencangkul, membajak sawah kemudian menabur benih tetapi sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’ala yang menumbuhkannya, kita hanya sekedar bisa berusaha tapi Alloh subhanahu wa ta’ala lah yang menentukan. Seandainya Alloh subhanahu wa ta’ala tidak menghendaki benih itu tumbuh maka tidaklah benih itu akan tumbuh, alangkah lemahnya manusia dan alangkah Maha Kuasanya Alloh subhanahu wa ta’ala. Begitupun apabila benih itu telah tumbuh maka Alloh subhanahu wa ta’ala lah yang menyuburkannya dengan menumbuhkan dan mengembangkannya sehingga bisa dipanen sebagai rahmat-Nya bagi kita. Walaupun kita yang memupuk dan merawatnya, tapi yang sebenarnya menyuburkan dengan menumbuhkan dan mengembangkan tanaman kita adalah Alloh subhanahu wa ta’ala. Maka janganlah kita merasa bahwa hasil panen yang ada pada kita itu semata-mata hasil usaha kita sehingga kita menjadi sombong dan bakhil terhadap sesama. Sesungguhnya hasil panen kita adalah karunia dari Alloh subhanahu wa ta’ala, kalau sekiranya Dia berkehendak, bisa saja Alloh subhanahu wa ta’ala merusak dan menggagalkan tanaman kita, sebelum kita bisa memanennya. Banyak pertanian yang mengalami kegagalan adalah sebagai bukti padahal telah dilakukan cara budidaya yang cukup intensif. Terkadang kita jumpai orang yang tidak mau bersedekah dan berzakat dengan alasan harta ini adalah hasil usahaku, cobalah baca dan renungi ayat di atas maka akan diketahui bahwa itu semua adalah karunia dan kehendak Alloh subhanahu wa ta’ala. Adalagi yang menyombongkan harta yang ada pada dirinya kemudian dia membanggakan diri atas kesuksesannya cobalah baca dan fahami ayat di atas maka akan diketahui bahwa itu semua adalah karunia dan kekuasaan Alloh subhanahu wa ta’ala seandainya Dia berkehendak merusak tanaman kita maka maka sesungguhnya kita akan mengalami kegagalan, jadi mengapakah kita sombong atas kesuksesan kita?
Dari ayat di atas dapat diambil pelajaran bahwa dalam melakukan usaha pertanian seseorang akan lebih memahami hakekat yang sebenarnya dari tawakal kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dan akan semakin meningkatkan keimanannya terhadap kekuasaan-Nya. Perhatikanlah! Seorang petani, walaupun dia bekerja keras dan menggunakan seluruh kemampuannya untuk memperoleh hasil yang baik dalam usaha pertaniannya namun yang menentukan hasilnya adalah Alloh subhanahu wa ta’ala. Manusia berdoa dan berusaha dengan sebaik-baiknya tetapi jika semua itu telah dilakukan tidak juga menghasilkan hasil yang diharapkan maka hendaklah petani menerima dengan pasrah dan sabar kepada ketentuan Alloh subhanahu wa ta’ala. Hal itu hendaklah diterima sebagai qadha dan qadar Alloh subhanahu wa ta’ala.