MUKTAMAR JAM’IYYAH AHLI THORIQOH AL MUKTABAROH DI PEKALONGAN
Muktamar Jamiyyah Ahli Thoriqoh Mu’tabaroh an Nahdliyah (JATMAN) di gelar di Pekalongan Jawa Tengah pada 15 Januari 2018. Muktamar ke XII ini dibuka oleh Presiden Joko Widodo. Muktamar kali dihadiri sekitar 8.500 peserta dari berbagai daerah.
Adalam Acara itu hadir pula Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendyini juga Presiden yang mengenakan setelan jas serta sarung dan kopiah tampak disambut oleh Rais Aam Jatnam, Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak anggota Jamiyah Ahli Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nadliyah (JATMAN) ikut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadikan Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan Bhinneka Tunggal sebagai tali pengikat keberagaman di Indonesia.
“Oleh karena itu, kami titip pada para kiai dan seluruh jamiyah thoriqoh agar tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan watoniyah. Persatuan dan kesatuan kita harus tetap dijaga dengan kuncinya Pancasila sebagai ideologi negara, NKRI, Bhinneka Tuggal Ika, dan UUD 1945 harus dijadikan pedoman bernegara di Indonesia,” katanya seperti dikutip kantor berita Antara.
Ada beberapa agenda dalam muktamar Jatman kali salah satunya adalah merumuskan kondisi internal kekinian maupun secara eksternal berkaitan dengan persoalan umat, rakyat, negara dan internasional. Menurut rencana muktamar akan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Kamis, 18 Januari 2018.
Pelaksanaan JATMAN ini didasari bahwa dalam tasawuf, jumlah tarekat sangat banyak, tetapi kaum sufi mengelompokkan tarekat menjadi dua jenis, yaitu tarekat mu’tabar (thariqah yang mutashil (tersambung) sanadnya kepada Nabi Muhammad SAW), dan tarekat ghairu mu’tabar (thoriqoh yang munfashil (tidak tersambung) sanadnya kepada Nabi Muhammad. Untuk menghindari penyimpangan sufisme dari garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu, maka NU meletakkan dasar-dasar tasawuf sesuai dengan khittah ahlissunnah waljamaah. Dalam hal ini, NU membina keselarasan tasawuf Al-Ghazali dengan tauhid Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, serta hukum fikih sesuai dengan salah satu dari empat mazhab sunni.
Dalam kerangka inilah, Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Jatman) dibentuk, yaitu untuk memberikan sebuah rambu-rambu kepada masyarakat tentang tarekat yang mu’tabar dan ghairu mu’tabar. Dari segi organisasi, Jatman secara de facto berdiri pada bulan Rajab 1399 H, bertepatan dengan Juni 1979 M. Tetapi, sebelum terbentuk Jatman, bibit organisasi tersebut telah lahir, yaitu Jam’iyyah Thariqah Al-Mu’tabarah. Kelahiran Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah tidak dapat dilepaskan dari Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-26 di Semarang. Tetapi, apabila dilihat dari segi ilmu dan amaliahnya, maka tarekat sudah ada sejak Nabi Muhammad SAW diutus untuk membawa agama Islam ke muka bumi. Nabi Muhammad menerima baiat dari malaikat Jibril, dan Jibril menerima dari Allah SWT.
Jam’iyyah Thariqah AI Mu’tabarah didirikan oleh beberapa tokoh NU, antara lain KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, Dr KH ldham Chalid, KH Masykur serta KH Muslih. Dengan tujuan awal untuk mengusahakan berlakunya syar’iat Islam dhahir-batin dengan berhaluan ahlussunnah wal jamaah yang berpegang salah satu dari mazhab empat, mempergiat dan meningkatkan amal saleh dhahir-batin menurut ajaran ulama saleh dengan baiah shohihah; serta mengadakan dan menyelenggarakan pengajian khususi/ tawajujuhan (majalasatudzzikri dan nasril ulumunafi’ah).
Jam’iyyah Thariqah Al Mu’tabarah pertama kali melakukan muktamar pada tanggal 20 Rajab 1377 atau bertepatan dengan 10 Oktober 1957 di Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang. Muktamar pertama diprakarsai oleh beberapa ulama dari Magelang dan sekitarnya, seperti KH Chudlori, KH Dalhar, KH Siradj, serta KH Hamid Kajoran. Pada muktamar pertama mengamanatkan kepada KH Muslih Abdurrahman dari Mranggen, Demak, sebagai rais aam.