BEBERAPA HUKUM TERKAIT WANITA YANG SEDANG HAIDL
Wanita haidl membawa buku qiroati dan sejenisnya
Hukum membawa buku buku TPA seperti IQRO’, QIRAATI, DIROSATI, TARTILI, An-NAHDHIYI dan sejenisnya bagi wanita yang sedang haidl diperbolehkan (Tidak Haram). Dikarenakan penyusunan dari buku-buku tersebut untuk belajar/mengajar Al Qurán.
( والرابع مس المصحف ) وهو اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين ( وحمله ) إلا إذا خافت عليه ( قوله وهو ) أى المصحف وقوله اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين أى بين دفتى المصحف وهذا التفسير ليس مرادا هنا وإنما المراد به هنا كل ما كتب عليه قرآن لدراسته ولو عمودا أو لوحا أو نحوهما الى أن قال …. والعبرة بقصد الكاتب إن كان يكتب لنفسه وإلا فقصد الآمر أو المستأجر
[ Yang ke-empat Memegang Mushaf ] Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lampiran. Juga haram membawanya kecuali saat ia menghawatirkannya.(keterangan Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lampiran) yang dikehendaki adalah setiap perkara yang ditulis alQuran untuk dibaca meskipun berupa tiang, papan atau lainnya…. Pertibangannya diserahkankan pada penulis bila tujuan penulisannya untuk pribadi bila tidak maka diserahkan yang berwenang atau pun penyewa jasa. [ Haasyiyah al-Baajuri I/117 ].
( و ) حمل ومس ( ما كتب لدرس قرآن ) ولو بعض آية ( كلوح فى الأصح ) لأنه كالمصحف وظاهر قولهم بعض آية أن نحو الحرف كاف وفيه بعد بل ينبغى فى ذلك البعض كونه جملة مفيدة
Dan haram membawa serta memegang tulisan quran untuk dibaca meskipun hanya sebagian ayat seperti halnya yang berupa papan menurut pendapat yang paling shahih karena ia seperti mushaf. (keterangan meskipun hanya sebagian ayat) tidak semacam huruf KAAF, pengertian ini terlalu jauh semestinya batasan dikatakan sebagian ayat adalah susunan kalimat yang berfaedah. [ Tuhfah al-Muhtaaj I/149 ].
Hukum membacanya juga diperbolehkan apabila tidak qoshdul qiroáh (bertujuan membaca) :
( مسألة ى ) يكره حمل التفسير ومسه إن زاد على القرآن وإلا حرم. وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الإطلاق على الراجح ولا بقصد غير القراءة كرد غلط وتعليم وتبرك ودعاء .
Makruh membawa dan memegang Tafsir yang jumlahnya melebihi tulisan qurannya bila tidak maka haram. Dan haram membacanya bagi semisal orang junub bila bertujuan untuk membacanya meskipun alQurannya bersama tulisan lain tapi tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya menurut pendapat yang kuat dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya seperti saat membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan dan berdoa. [ Bughyah al-Mustarsyidiin hal0 26 ].
وحكى وجه أن للجنب أن يقرأ ما لم يدخل فى حد الإعجاز وهو ثلاث آيات ونقل الترمذى فى الجامع عن الشافعى أنه قال لا يقرأ الحائض والجنب شيئا إلا طرف الآية والحرف ونحو ذلك أفاده فى البكرى.
Dihikayahkan sebuah pendapat bahwa bagi orang junub diperbolehkan membaca alQuran asal tidak dalam batasan ‘hal yang dapat melemahkan’ dari alQuran yakni berupa tiga ayat, Imam at-Turmudzi menyadur dari Imam Syafi’i yang berkata “Wanita haid dan orang junub tidak boleh membaca sesuatu dari alQuran kecuali ujung ayat , huruf dan sejenisnya. [ At-Turmusy hal. 427-428 ].
قوله: ( ولو بعض آية ) صادق بالحرف الواحد وهو كذلك لكون صورته فى الحرف أن يقصد به القرآن فيأثم, وإن اقتصر عليه لأنه نوى معصية وشرع فيها, فالتحريم من هذه الجهة لا من حيث إنه يسمى قرآنا كما فى حاشيته م ر على الروض .
(keterangan meskipun sebagian ayat) dapat berarti satu huruf, memang demikianlah adanya namun penjabarannya satu huruf yang disengaja dengan tujuan membaca alQuran, maka berdosalah dirinya meskipun hanya berupa satu huruf karena ia telah berniat dan menjalani maksiat. Dengan demikian keharaman karena melihat unsure ini bukan karena melihat berupa quran atau tidaknya. Bujairomi alaa al-Khothiib I/314
WANITA HAID & ALQURAN
- Memegang/membawa al-Quran bagi wanita haid haram hukumnya kecuali saat ia menghawatirkan tersia-siakannya al-Qur’an
( والرابع مس المصحف ) وهو اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين ( وحمله ) إلا إذا خافت عليه ( قوله وهو ) أى المصحف وقوله اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين أى بين دفتى المصحف وهذا التفسير ليس مرادا هنا وإنما المراد به هنا كل ما كتب عليه قرآن لدراسته ولو عمودا أو لوحا أو نحوهما الى أن قال …. والعبرة بقصد الكاتب إن كان يكتب لنفسه وإلا فقصد الآمر أو المستأجر
[ Yang ke-empat dari hal yang diharamkan bagi wanita haid adalah memegang Mushaf ]. Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lampiran.
Juga haram membawanya kecuali saat ia menghawatirkannya. (keterangan Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lampiran) yang dikehendaki adalah setiap perkara yang ditulis alQuran untuk dibaca meskipun berupa tiang, papan atau lainnya…. Pertibangannya diserahkankan pada penulis bila tujuan penulisannya untuk pribadi bila tidak maka diserahkan yang berwenang atau pun penyewa jasa. [ Haasyiyah al-Baajuri I/117 ].
( و ) حمل ومس ( ما كتب لدرس قرآن ) ولو بعض آية ( كلوح فى الأصح ) لأنه كالمصحف وظاهر قولهم بعض آية أن نحو الحرف كاف وفيه بعد بل ينبغى فى ذلك البعض كونه جملة مفيدة
Dan haram membawa serta memegang tulisan quran untuk dibaca meskipun hanya sebagian ayat seperti halnya yang berupa papan menurut pendapat yang paling shahih karena ia seperti mushaf. (keterangan meskipun hanya sebagian ayat) tidak semacam huruf KAAF, pengertian ini terlalu jauh semestinya batasan dikatakan sebagian ayat adalah susunan kalimat yang berfaedah. [ Tuhfah al-Muhtaaj I/149 ].
- Membaca al-Quran bagi wanita haid juga haram hukumnya, kecuali bila tidak terdapat unsur qoshdul qiroáh (bertujuan membaca) seperti saat bertujuan membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan atau berdoa.
( مسألة ى ) يكره حمل التفسير ومسه إن زاد على القرآن وإلا حرم. وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الإطلاق على الراجح ولا بقصد غير القراءة كرد غلط وتعليم وتبرك ودعاء .
Makruh membawa dan memegang Tafsir yang jumlahnya melebihi tulisan qurannya bila tidak maka haram. Dan haram membacanya bagi semisal orang junub bila bertujuan untuk membacanya meskipun alQurannya bersama tulisan lain tapi tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya menurut pendapat yang kuat dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya seperti saat membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan dan berdoa. [ Bughyah al-Mustarsyidiin hal. 26 ].
- Memegang/membawa al-Quran yang ada tafsirnya bagi wanita haid haram hukumnya kecuali bila jumlah kalimat tafsirnya lebih banyak ketimbang huruf alQurannya
Sedang memegang/membawa al-Quran yang ada terjemahnya muthlak haram kecuali saat ia menghawatirkan tersia-siakannya alQuran
أما ترجمة المصحف المكتوبة تحت سطوره فلا تعطي حكم التفسير بل تبقى للمصحف حرمة مسه وحمله كما أفتى به السيد أحمد دحلان حتى قال بعضهم إن كتابة ترجمة المصحف حرام مطلقا سواء كانت تحته أم لا فحينئذ ينبغي أن يكتب بعد المصحف تفسيره بالعربية ثم يكتب ترجمة ذلك التفسير
Terjemah Al-qur’an yang ditulis dibawahnya tidak bisa disamakan dengan hukum tafsir Quran (dimana kalau Qurannya lebih banyak ketimbang tafsirnya tidak boleh dipegang orang yang menanggung hadats), hukum yang berlaku untuk terjemah Alquran sama dengan alquran dalam arti tidak boleh dibawa/dipegang oleh orang hadats seperti yang difatwakan oleh Sayyid Ahmad dahlan, bahkan sebagian ulama menyatakan menterjemah Alquran di bawahnya atau dimana saja hukumnya haram secara mutlak, karena sebaiknya setelah alquran baru ditulis terjemahannya kemudian baru diterjemahkan tafsirnya (Nihaayah Azzain I/33).
Wanita haidl membaca al Qur’an dan berwudlu
- WUDHU WANITA HAID
a.Bila wudhunya untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah maka haram karena akan menimbulkan TANAAQUD (fungsi wudhu bertentangan dengan keadaannya yang sedang hadats) dan menimbulkan TALAA’UB (mempermainkan ibadah sebab dia tahu wudhunya tidak bisa menghilangkan hadats berupa haidnya)
b.Bila wudhunya untuk menghilangkan hadats atau untuk ibadah setelah berhentinya darah maka sunnah karena fungsinya TAQLIIL ALHADATS (meringankan dan mengecilkan hadats) dan NASYAATH LI ALGHUSLI (Untuk merangsang segera mandi)
c.Bila wudhunya tidak untuk menghilangkan hadats/ibadah melainkan wudhu yang tujuannya untuk ‘AADAH/kebiasaan seperti Tabarrud (menyejukkan dirinya) dan nazhoofah (kebersihan) maka sunnah karena fungsi rof’i alhadats (menghilangkan hadats) atau taqliil alhadats (meringankan/mengecilkan hadats tidak terjad dalam wudhu semacam inii dan tidak menimbulkan tanaaqud (fungsi wudhu bertentangan dengan keadaannya yang sedang hadats)
Referensi dari :
– Aljamal I/486
وللحائض بعد انقطاع حيضها الوضوء لنوم أو أكل أو شرب أو جماع أو نحو ذلك تقليلا للحدث وهذا الوضوء لا تبطله نواقض الوضوء كالبول ونحوه وإنما يبطله جماع آخر ولهذا يلغز فيقال لنا وضوء لا تبطله الأحداث
– AlMughni I/110 :
أما الطهارة المقصودة للتنظيف كأغسا…ل الحج فإنها تأتي بها
ومما يحرم عليها أي الحائض الطهارة عن الحدث بقصد التعبد مع علمها بالحرمة لتلاعبها فإن كان المقصود النظافة كأغسال الحج لم يمتنع
فِي ( عب ) : مِثْلُهُ الْحَائِضُ بَعْدَ انْقِطَاعِ الدَّمِ لَا قَبْلَهُ وَهَذَا عَلَى أَنَّ الْعِلَّةَ رَجَاءُ نَشَاطِهِ لِلْغُسْلِ
هذا الذى ذكرناه من أنه لا تصح طهارة حائض هو في طهارة لرفع حدث سواء كانت وضوءا أو غسلا واما الطهارة المسنونة للنظافة كالغسل للاحرام والوقوف ورمى الجمرة فمسونة للحائض بلا خلاف
– Almajmuu’ II/349 :
1 – تحرم على الحائض والنفساء الطهارة بنية رفع الحدث أو نية العبادة كغسل الجمعة أما الطهارة المسنونة للنظافة كالغسل للإحرام وغسل العيد ونحوه من الأغسال المشروعة التي لا تفتقر إلى طهارة فلا تحرم والدليل عليه قوله صلى الله عليه و سلم لعائشة رضي الله عنها حين حاضت في الحج : ( افعلي كما يفعل الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت حتى تطهري ) ( البخاري ج 2 / كتاب الحج باب 80 / 1567 )
– Fiqh al-Ibaadaat li as-Syaafi’I I/200 :
مثلاً الوضوء يكون عبادة إذا قصد به التوصل للعبادة كالصلاة والطواف ونحوهما مما يفتقر إلى ذلك، ويكون عادة للنظافة والتبرد ونحوهما، فإذا نوى استباحة الصلاة باستعمال الماء في أعضاء الوضوء، أو فرض الغسل، صح الوضوء.
– Fiqh al-Islaam wa adillatuh I/146 :
1 – يغتسل تنظفاً، أو يتوضأ، والغسل أفضل؛ لأنه أتم نظافة، ولأنه عليه الصلاة والسلام اغتسل لإحرامه (1) ، وهو للنظافة لا للطهارة، ولذا تفعله المرأة الحائض والنفساء، لما روى ابن عباس مرفوعاً إلى النبي صلّى الله عليه وسلم : «أن النفساء والحائض تغتسل وتُحرم، وتقضي المناسك كلها، غير أن لا تطوف بالبيت» (2) وأمر النبي صلّى الله عليه وسلم أسماء بنت عميس، وهي نفساء أن تغتسل (3) .
__________
(1) رواه الدارمي والترمذي وغيرهما عن زيد بن ثابت: أن رسول الله صلّى الله عليه وسلم اغتسل لإحرامه (نصب الراية: 17/3).
(2) رواه أبو داود والترمذي عن ابن عباس (نيل الأوطار: 303/4).
(3) رواه مسلم عن جابر.
– Fiqh al-Islaam wa adillatuh III/503 :
وقيس بالجنب الحائض والنفساء إذا انقطع دمهما وبالأكل والشرب والحكمة في ذلك تخفيف الحدث غالبا والتنظيف وقيل لعله ينشط للغسل
– AlMughni I/63 :
وَسُئِلَ نَفَعَ اللَّهُ بِهِ بِمَا صُورَتُهُ إذَا أتى الْمُغْتَسِلُ بِالْأَكْمَلِ في الْغُسْلِ وَقَدَّمَ الْوُضُوءَ فَهَلْ يُسْتَحَبُّ له أَنْ يَنْوِي عِنْدَ غَسْلِ الْكَفَّيْنِ نِيَّةَ رَفْعِ الْجَنَابَةِ وَنِيَّةَ رَفْعِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ إنْ لم تَتَجَرَّدْ جَنَابَتُهُ عنه أو نِيَّةُ الْغُسْلِ إنْ تَجَرَّدَتْ وَيَسْتَصْحِبُ نِيَّةَ كُلٍّ مِنْهُمَا إلَى فَرَاغِهِ كما هو مُقْتَضَى كَلَامِهِمْ أو يَكْتَفِي بِنِيَّةِ الْغُسْلِ عن الْجَنَابَةِ أو ما الْحُكْمُ فيها فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ إنَّ جَنَابَتَهُ تَارَةً تَتَجَرَّدُ عن الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ كَأَنْ يَلُوطَ أو يَطَأَ بَهِيمَةً أو يُنْزِلَ بِنَحْوِ ضَمِّ امْرَأَةٍ بِحَائِلٍ وَحِينَئِذٍ فَيَنْوِي بِالْوُضُوءِ سُنَّةَ الْغُسْلِ وَتَارَةً لَا تَتَجَرَّدُ وَحِينَئِذٍ فَيَنْوِي بِهِ رَفْعَ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ وَإِنْ قُلْنَا إنَّهُ يَنْدَرِجُ في الْغُسْلِ خُرُوجًا من خِلَافِ من أَوْجَبَهُ وَتَصْرِيحُ ابن الرِّفْعَةِ كَابْنِ خَلَفٍ الطَّبَرِيِّ بِمَا ظَاهِرُهُ يُخَالِفُ ذلك مُؤَوَّلٌ وَلَيْسَتْ النِّيَّةُ الْمَذْكُورَةُ في الْقِسْمَيْنِ وَاجِبَةٌ بَلْ مَنْدُوبَةٌ في أَوَّلِ كُلٍّ وَلَا يُشْتَرَطُ اسْتِصْحَابُهَا إلَى آخِرِهِ قِيَاسًا على نَحْوِ الطَّوَافِ في الْحَجِّ لِشُمُولِ نِيَّةِ الْغُسْلِ لِلْوُضُوءِ وَقَوْلُ الْإِسْنَوِيِّ لَا يُتَصَوَّرُ شُمُولُ نِيَّةِ الْغُسْلِ لِلْوُضُوءِ لِأَنَّهُ إذَا نَوَى رَفْعَ الْحَدَثِ ارْتَفَعَتْ الْجَنَابَةُ عن الْمَغْسُولِ من أَعْضَاءِ الْوُضُوءِ فَيَكُونُ الْمَأْتِيُّ بِهِ غُسْلًا لَا وُضُوءً غَلَطٌ كما قَالَهُ الزَّرْكَشِيُّ لِأَنَّ رَفْعَ الْجَنَابَةِ لَا يُنَافِي الْإِتْيَانَ بِصُورَةِ الْوُضُوءِ
وإذا تَقَرَّرَ أَنَّ حُصُولَ صُورَتِهِ لَا يُنَافِي ارْتِفَاعَ الْجَنَابَةِ في أَعْضَائِهِ فَبَحَثَ ابن الرِّفْعَةِ عَدَمَ ارْتِفَاعِهَا لِأَنَّهُ غَسَلَهَا بِنِيَّةِ السُّنَّةِ يُرَدُّ بِأَنَّ قَصْدَ ذلك لَا يُنَافِي نِيَّةَ رَفْ
- WANITA HAID & ALQURAN
- Memegang/membawa al-Quran bagi wanita haid haram hukumnya kecuali saat ia menghawatirkan tersia-siakannya alQuran
( والرابع مس المصحف ) وهو اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين ( وحمله ) إلا إذا خافت عليه ( قوله وهو ) أى المصحف وقوله اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين أى بين دفتى المصحف وهذا التفسير ليس مرادا هنا وإنما المراد به هنا كل ما كتب عليه قرآن لدراسته ولو عمودا أو لوحا أو نحوهما الى أن قال …. والعبرة بقصد الكاتب إن كان يكتب لنفسه وإلا فقصد الآمر أو المستأجر
Yang No. 4 dari hal yang diharamkan bagi wanita haid adalah memegang Mushaf. Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lampiran. Juga haram membawanya kecuali saat ia menghawatirkannya. (keterangan Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lampiran) yang dikehendaki adalah setiap perkara yang ditulis alQuran untuk dibaca meskipun berupa tiang, papan atau lainnya…. Pertibangannya diserahkankan pada penulis bila tujuan penulisannya untuk pribadi bila tidak maka diserahkan yang berwenang atau pun penyewa jasa. [ Haasyiyah al-Baajuri I/117 ].
( و ) حمل ومس ( ما كتب لدرس قرآن ) ولو بعض آية ( كلوح فى الأصح ) لأنه كالمصحف وظاهر قولهم بعض آية أن نحو الحرف كاف وفيه بعد بل ينبغى فى ذلك البعض كونه جملة مفيدة
Dan haram membawa serta memegang tulisan quran untuk dibaca meskipun hanya sebagian ayat seperti halnya yang berupa papan menurut pendapat yang paling shahih karena ia seperti mushaf.
(keterangan meskipun hanya sebagian ayat) tidak semacam huruf KAAF, pengertian ini terlalu jauh semestinya batasan dikatakan sebagian ayat adalah susunan kalimat yang berfaedah. [ Tuhfah al-Muhtaaj I/149 ].
- Membaca al-Quran bagi wanita haid juga haram hukumnya kecuali bila tidak terdapat unsur qoshdul qiroáh (bertujuan membaca) seperti saat bertujuan membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan atau berdoa.
( مسألة ى ) يكره حمل التفسير ومسه إن زاد على القرآن وإلا حرم. وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الإطلاق على الراجح ولا بقصد غير القراءة كرد غلط وتعليم وتبرك ودعاء .
Makruh membawa dan memegang Tafsir yang jumlahnya melebihi tulisan qurannya bila tidak maka haram.
Dan haram membacanya bagi semisal orang junub bila bertujuan untuk membacanya meskipun alQurannya bersama tulisan lain tapi tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya menurut pendapat yang kuat dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya seperti saat membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan dan berdoa. [ Bughyah al-Mustarsyidiin hal. 26 ].
- Memegang/membawa al-Quran yang ada tafsirnya bagi wanita haid haram hukumnya kecuali bila jumlah kalimat tafsirnya lebih banyak ketimbang huruf alQurannya
Sedang memegang/membawa al-Quran yang ada terjemahnya muthlak haram kecuali saat ia menghawatirkan tersia-siakannya alQuran
أما ترجمة المصحف المكتوبة تحت سطوره فلا تعطي حكم التفسير بل تبقى للمصحف حرمة مسه وحمله كما أفتى به السيد أحمد دحلان حتى قال بعضهم إن كتابة ترجمة المصحف حرام مطلقا سواء كانت تحته أم لا فحينئذ ينبغي أن يكتب بعد المصحف تفسيره بالعربية ثم يكتب ترجمة ذلك التفسير
Terjemah Alquran yang ditulis dibawahnya tidak bisa disamakan dengan hukum tafsir Quran (dimana kalau Qurannya lebih banyak ketimbang tafsirnya tidak boleh dipegang orang yang menanggung hadats), hukum yang berlaku untuk terjemah Alquran sama dengan alquran dalam arti tidak boleh dibawa/dipegang oleh orang hadats seperti yang difatwakan oleh Sayyid Ahmad dahlan, bahkan sebagian ulama menyatakan menterjemah Alquran dibawahnya atau dimana saja hukumnya haram secara mutlak, karena sebaiknya setelah alquran baru ditulis terjemahannya kemudian baru diterjemahkan tafsirnya (Nihaayah Azzain I/33).
Boleh baca al-Qur’an bagi orang haid atau junub dengan niat dzikir
ولا فرق بين ما لا يوجد نظمه الا فيه كآية الكرسي وسورة الاخلاص وبينما يوجد فيه وفي غيره على المعتمد عند العلامة م ر تبعا لوالده وهو الاقرب … قال الشيخ الخطيب أفتى الشيخ السهاب الرملي أنه لو قرأ القرأن جميعه لا بقصد القرأن جاز وهو المعتمد … ومعنى عدم القصد أن يقصد بالقراءة التعبد لاننا متعبدون بذكر القرآن جميعه … وهل يشترط في قصد الذكر بالقراءة ملاحظة الذكر في جميع القراءة قياسا على تكبير الانتقالات أو يكفي قصد الذكر في الأول وان غفل عنه في الأثناء فيه نظر والاقرب الثاني اهـ حاشية الجمل 1/157
Dan tidak ada beda antara ayat yang tidak ada pemakainnya kecuali di dalam al-Qur’an semisal ayat kursi dan surat al-ikhlash dan ayat yang biasa dipakai di selain al-qur’an (semisal hamdalah atau basmalah) menurut pendapat yang Mu’tamad (yang bisa dibuat pegangan) yang dikemukakan oleh Imam Romli mengikuti pendapat ayahnya. Pendapat inilah yang lebih dekat.
Berkata syekh Khotib : Berfatwa syekh as-Syihab al-Romli bahwasannya jika membaca al-Qur’an selururhnya tidak dengan tujuan baca al-Qur’an boleh, dan inilah pendapat yang mu’tamad.
Yang dimaksud dengan “tidak dengan tujuan baca al-Qur’an” ialah membaca al-Qur’an dengan tujuan ibadah. Karena kita bisa beribadah dengan dzikir al-Qur’an seluruhnya.
Apakah dalam niat dzikir ini harus ingat niat tersebut pada seluruh bagiannya diqiyaskan dengan niat takbir pada saat takbir intiqal? Ataukah cukup dengan niat dzikir di awalnya saja walaupun di pertengahan lupa? Dalam masalah ini terjadi pemikiran, dan yang lebih mendekati “benar” adalah yang kedua.
Apakah boleh mengeluarkan mani dengan bercumbu dengan istri selain jimak, disebabkan istri sedang haid ?
JAWABAN :
Di saat istri sedang haid, maka suami boleh mengeluarkan air mani karena bercumbu di selain pusar dan lutut dengan istri tanpa jimak. Namun haram mengeluarkan air mani jika dengan tangan suami sendiri, berbeda jika dengan tangan (atau anggota tubuh yang halal saat haid) istri, maka hal itu boleh/halal.
الموسوعة الفقهية الكويتية
اسْتِمْنَاء
التَّعْرِيفُ:
١ – الاِسْتِمْنَاءُ: مَصْدَرُ اسْتَمْنَى، أَيْ طَلَبَ خُرُوجَ الْمَنِيِّ.
وَاصْطِلاَحًا: إخْرَاجُ الْمَنِيِّ بِغَيْرِ جِمَاعٍ، مُحَرَّمًا كَانَ، كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِهِ اسْتِدْعَاءً لِلشَّهْوَةِ، أَوْ غَيْرَ مُحَرَّمٍ كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِ زَوْجَتِهِ. (٢)
Makna;
Istimna
Definisi:
Istimna adalah masdar dari madhi istamna, yakni menuntut (melakukan usaha agar) keluarnya mani.
Secara istilah : Pengeluaran mani dengan selain jimak, baik pengeluaran mani itu dihukumi haram seperti dengan tangannya sendiri untuk mengundang syahwat, atau tidak dihukumi haram seperti mengeluarkan mani dengan tangan istrinya.
Wallohu a’lam.