DUA MACAM RIYA (PAMER) YAITU JALIY DAN KHOFIY
Dalam Syarah Al-Hikam, Hikmah no 170 ;
(حظ النفس فى المعصية ظاهر جليّ وحظها فى الطاعات باطن خفي ومداومة ما يخفى صعب علاجه)
Artinya : “kesenangan-kesenangan nafsu dalam maksiat merupakan perkara yang dhohir dan jelas, sedangkan kesenangan-kesenangan nafsu dalam ketaatan adalah perkara yang sifatnya bathin/samar, dan megobati perkara yang masih samar itu sulit untuk menyembuhkannya.”
PENJELASAN
Kesenangan-kesenangan nafsu dari kema’siatan yang bisa melukai/mencederai pelakunya (menjadikannya berdosa) adalah perkara yang wujudnya dhohir, yang mana pengaruhnya sangat membekas di kalangan masyarakat. Kebanyakan hal ini ditimbulkan dari sesuatu yang bersifat materi.
Minum khomer, berbohong, bermain di tempat-tempat judi dan perbuatan tercela lainnya, kesemuanya itu secara dhohir merupakan kesenangan-kesenangan nafsu. Namun kesenangan-kesenangan tersebut sangat berpengaruh negatif yang berpotensi merusak tatanan kehidupan sosial dan keharmonisan hubungan sosial yang berlangsung di antara keluarga, Maka pengaruh yang bisa merusak ini seharusnya sudah cukup menjadi pengingat atau pencegah dalam melakukan hal yang negatif tersebut.
Adapun kesenangan-kesenangan nafsu yang bisa melukai dan menjadikan dosa bagi orang yang taat adalah sesuatu yang berasal dari dalam dan sangat samar. Tidak akan bisa merasakan kelembutan penyakit ini kecuali pelaku itu sendiri, oleh karena itu ia tidak akan menemukan sesuatu di depannya yang bisa mencegahnya dari penyakit tersebut, orang lain pun tidak mampu mendefinisikan bahwa ia (yang sedang melakukan ketaatan) sedang terserang penyakit atas amal ketaatan tersebut.
Kalau kita amati, tugas-tugas dakwah, jihad, amar ma’ruf, dzikir/kholwah, menyerahkan kelebihan harta bagi yang berhak menerimanya, kesemuanya itu secara dhohir tidak menghasilkan sesuatu kecuali hanya keletihan dan kecapean serta kerugian harta, lalu dari arah mana kesenangan-kesenangan nafsu yang didapatkan oleh orang yang melakukan ketaatan tersebut?
Ketaatan-ketaatan tersebut bisa dihinggapi dengan kesenangan nafsu yang samar yang mampu menghilangkan pahala ketaatan tersebut. Diantara kesenangan-kesenanagan nafsu yang samar tersebut adalah pujian dari manusia atas amal kebaikannya, ketenaran, dan perasaan pelakunya bahwa dirinya lebih baik dari orang lain.
Segi bahaya penyakit ini adalah kasamarannya dalam menggerogoti amal ketaatan sehingga masyarakat tidak bisa meneliti dan memantaunya, maka dari itu mereka tidak punya jalan untuk mengingatkannya karena kesamaran tersebut.
Kemudian hal-hal yang bisa menjadi pencegah bagi seorang hamba dari kemaksiatan sangat banyak sekali, untuk itu cukuplah bagi seorang hamba akan pantauan dan pandangan masyarakat terhadap kehormatannya.
Lalu apa yang bisa menjadi pencegah bagi hamba (yang taat) dari kesenangan-kesenangan nafsu (penyakit Qolbu) yang samar? Tidak lain adalah pendekatannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala (Muroqobah). Dari sini dapat disimpulkan bahwa perkara yang masih samar itu sulit untuk disembuhkan sebagai mana hikmah yang disampaikan oleh Ibnu ‘Athoillah.
DALIL
والله يعلم ما تسرون وما تعلنون (النحل : ١٩)
Artinya : ” Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan “(an nahl : 19)
وهو معكم أين ما كنتم ج والله بما تعملون بصير (الحديد : ٤ )
Artinya : ” Dan dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan ” al hadid : 04)
Dari ayat-ayat di atas kita tahu bahwa Allah itu Dzat yang Maha Melihat apa yang dikerjakan oleh seorang hamba. Baik amal itu dhohir maupun bathin Allah pasti akan tahu. Seorang hamba yang dari dhohirnya melakukan ibadah namun dari bathinnya masih ada unsur riya’ maka tidak akan mendapatkan pahala. Inilah yang disebut dengan penyakit bathin yang sangat sulit untuk disembuhkan.
APLIKASI/PENERAPAN
Adapun hikmah yang dipaparkan oleh beliau rahimahullah mengandung beberapa mau’idhoh diantaranya :
Seharusnya orang yang diberi taufiq oleh Allah untuk melaksanakan ketaatan dan menjalankan perintah-perintahNya supaya terus waspada terhadap kesenangan-kesenangan nafsu yang menggerogoti / masuk di dalamnya. Kesengangan nafsu ini Allah menyebutnya dengan باطن الإثم (dosa yang samar / bathin). Terkadang seseorang yang beribadah tidak merasa akan penyakit yang samar ini karena kesenangan-kesenangan tersebut tertutup rapat dengan dhohirnya ibadah dan ketaatan. Maka seyogyanya ia sadar bahwa Allah itu Maha Melihat ( بصير ), mengetahui akan ketidakjujuran mata dan apa yang disamarkan oleh hati. Jika seorang hamba tahu akan hal ini, seharusnya ia selalu mencurigai nafsunya sehingga kesenangan-kesenangan nafsu yang samar tersingkap dan mampu memerangi serta berusaha keras agar hatinya bersih dan selamat dari pemyakit itu sebelum ia berangkat menuju Allah.
Wajib bagi orang yang ingkar dan yang sedang menasehati/menakut-nakuti orang-orang fasik ( maksiat) yang terus menerus dalam kedholimannya agar tidak memposisikan dirinya pada kedudukan bahwa ia lebih baik dari mereka yang sedang dalam kefasikan dan kemaksiatan tersebut. Karena apabila ia merasakan hal ini, berarti justru ia sedang melakukan dosa yang samar ( باطن الإثم ).Banyak sekali orang yang taat tidak menemukan hasil ketaatannya di hari kiamat kecuali hanya dosa-dosa yang dibungkus dengan ketaatan. Dan banyak sekali orang yang sering melakukan kemaksiatan namun ia menyesali atas perilakunya yang keji dan melanggar syari’at tersebut tidak menemukan sesuatu di akhirat kecuali maghfiroh atas dosa-dosanya.
Jika sudah jelas bahwa mengobati penyakit hati yang masih samar dan berpotensi menghancurkan pahala amal ketaatan lebih sulit dari pada mengobati kejelekan-kejelekan yang sifatnya dhohir, maka selayaknya orang yang taat masih menganggap dirinya termasuk orang-orang yang maksiat dan segera menasehati dirinya sendiri sebelum menasehati orang lain .
Sesungguhnya solusi untuk menghilangkan kesenangan nafsu, dan mensucikan ketaatan/ibadah adalah kembali kepada pelakunya (‘abidnya) itu sendiri, ia tidak mempunyai alat untuk menolong, membersihkan dan menyelamatkan diri dari penyakit tersebut, kecuali selalu melakukan pendekatan diri kepada Allah (Muroqobah) dengan cara memperbanyak dzikir. Ini adalah obat yang samar yang cocok untuk mengobati penyakit yang samar juga. Jika mampu mengambil obat ini, maka kejelekan-kejelekan nafsu tidak akan bisa masuk ke dalam dirinya.
Orang yang selalu muroqobah dengan berdzikir kepadaNya, sifat riya’ tidak akan menemukan jalan untuk ikut andil merusak amal ibadahnya. Dzikir ini sering disebutkan oleh para Ulama’ dengan sebutan “Dzikrul Qolbi”.
Akan tetapi, perlu diketahui, hamba yang taat sangatlah sulit untuk mengambil obat yang samar ini. Ia harus mampu menyingkirkan pemikiran-pemikiran negatif yang bersifat duniawi agar bisa menemukan lezatnya dzikir yang bersih di dalam qolbunya. Inilah bentuk jihad yang samar yang bisa menjadikan amal-amal lain menjadi baik.
Mau’idhotul Mukminin Syeh Jamaluddin Al Qosimi : Riya’ ada yang jali dan ada yang khofi
Riya’ jali adalah riya yang dapat membangkitkan dan mendorong suatu amalan walaupun dia bertujuan utk mendapatkan pahala, ini adalah riya’ yang paling jali.sedangkan yang lebih samar sedikit dari itu adalah riya’ yang tidak dpt mendorong terhadap amalan dengan sendirinya tetapi dia bisa meringankan amalan yang karena Allah misalnya orang biasa sholat tahajud setiap malam dan terasa berat, tetapi ketika ada tamu dirumahnya dia menjadi giat tahajudnya dan terasa ringan.
Ada lagi yang lebih samar dari itu, yaitu riya’ yang tidak berpengaruh sama sekali dengan amalan juga tdk berpengaruh dalam merasa mudah dan ringan dalam beramal tetapi riya’ ini tersimpan dalam hati , tanda2nya yang paling jelas adalah merasa senang dengan penglihatan orang lain terhadap ketaatannya, terkadang seorang hamba itu ikhlas dalam amalannya dan tdk beri’tikad utk riya’ bahkan dia benci riya’ dan menolaknya serta menyempurnakan amalan amalannya, tetapi ketika orang lain melihat amalan tsb dia merasa senang didalam hati.rasa senang inila yg menunjukkan adanya riya’ yang tersembunyi karena andaikan tidak adanya lirikan hati terhadap manusia maka rasa senang tersebut tidak akan terlihat ketika amalannya di lihat oleh orang lain.
Riya yang tersimpan dlam hati ini bagaikan tersimpannya api didalam batu dan bisa terlihat bekasnya yaitu berupa rasa senang dan bahagia ketika amalan dilihat oleh orang lain , ketika telah merasakan senang dengan penglihatan orang lain dan tidak melawannya dengan rasa benci maka jadilah rasa senag itu sebagai kekuatan dan makanan bagi urat2 yang samar dalam riya hingga bisa menggerakan terhadap nafsunya dengan gerakan yang samar agar bisa diketahui misalnya dengan melirihkan suara atau bekas tetesan air mata.
اعلم أن الرياء جلي وخفي ، فالجلي هو الذي يبعث على العمل ويحمل عليه ولو قصد الثواب ، وهو أجلاه ، وأخفى منه قليلا هو ما لا يحمل على العمل بمجرده إلا أنه يخفف العمل الذي يريد به وجه الله كالذي يعتاد التهجد كل ليلة ويثقل عليه ، فإذا نزل عنده ضيف تنشط له وخف عليه .
وأخفى من ذلك ما لا يؤثر في العمل ، ولا بالتسهيل والتخفيف أيضا ولكنه مع ذلك مستبطن في القلب ، وأجلى علاماته أن يسر باطلاع الناس على طاعته ، فرب عبد يخلص في عمله ، ولا يعتقد الرياء ، بل يكرهه ويرده ويتمم العمل كذلك ، ولكن إذا اطلع عليه الناس سره ذلك وارتاح له وروح ذلك عن قلبه شدة العبادة ، وهذا السرور يدل على رياء خفي منه يرشح السرور ، ولولا التفات القلب إلى الناس ما ظهر سروره عند اطلاع الناس ، فلقد كان الرياء مستكنا في القلب استكنان النار في الحجر ، فأظهر منه اطلاع الخلق أثر الفرح والسرور ، ثم إذا استشعر لذة السرور بالاطلاع ولم يقابل ذلك بكراهية فيصير ذلك قوتا وغذاء للعرق الخفي في الرياء حتى يتحرك على نفسه حركة خفية فيتقاضى تقاضيا خفيا أن يتكلف سببا يطلع عليه بالتعريض أو بالشمائل كخفض الصوت وآثار الدموع .