MENONTON TAYANGAN KARMA DI TV : Hasil Keputusan Bahtsul Masail LBM NU Kab/Kot Blitar Di Lembaga Pendidikan Islam Darul Huda (SMKI 2) Wlingi Edisi Putara Ke V 21-Juli-2018 M
Hasil Keputusan Bahtsul Masail LBM NU Kab/Kot Blitar
Di Lembaga Pendidikan Islam Darul Huda (SMKI 2) Wlingi
Edisi Putara Ke V 21-Juli-2018 M
Materi Pembahasan:
1. Menayangkan, menonton dan mempercayai Karma di TV
2. Muntahan atau gumoh bayi
3. Bekas tinta PEMILU ketika wudhu dan mandi
Dewan Mushohhih
1. KH. Ardani Ahmad
2. KH. Azizi Hasbulloh
3. Ky. Fauzi Hamzah Syam
Dewan Perumus
1. KH. Mukhroji
2. Ky. Hamid Ihsan
3. Ky. Agus Muhtasin
4. Ky. Dinul Qoyyim
Moderator
Ky. M. Ali Romzi
Notulen
Ky. Taufiqur Rohman
Ky. Zainul Millah
MEMUTUSKAN
- Menayangkan,menonton dan mempercayai Karma di TV
Karma adalah acara televisi realitas adikodrati (supranatural) yang di tayangkan oleh salah satu stasiun TV swasta sejak 24 Desember 2017.Acara yang berdurasi 120 menit ini di pandu oleh robby purba sebagai pembawa acara dan roy kiyoshi sebagai penerawang.dalam setiap episode terdapat 31 orang yang di undang sesuai tanggal lahir yang berbeda, Roy yang merupakan seorang yang indigo mempunyai kemampuan menerawang masa lalu dan masa depan seseorang melalui data tanggal lahir, gambar, tulisan dan pengakuan seseorang yang diundang atau partisipan, dan mengungkap kisah hidupnya serta memberinya saran untuk kehidupan yang lebih baik. sebagaimana di kutip dari wikipedia.
Pertanyaan :
a. Bagaimana hukumnya menayangkan acara seperti karma tersebut?
Jawaban :
Hukumnya haram karena mengandang hal-hal yang di haramkan :
a. Membuka aib orang lain,
b. Membublikasikan praktek kemaksiatan seperti praktek ramalan dan menyampaikan hal-hal ghaib yang di larang.
c. Merusak aqidah
Referensi Kitab :
ﺇﺣﻴﺎء ﻋﻠﻮﻡ اﻟﺪﻳﻦ ج 2 ص 328
الآفَةُ الثَّانِيَةَ عَشْرَةَ : إِفْشَاءُ السِّرِّ: وَهُوً مَنْهِيٌ عَنْهٌ لِمَا فِيْهَ مِنَ اْلإِيْذَاءِ وَالتَّهَاوُنِ بِحَقِّ المَعَارِفِ وَالْأَصْدِقَاءِ. قَالَ النَّبِـيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ الحَدِيثَ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ.
Kemaksiatan mulut ke dua belas adalah menyebarkan rahasia atau aib orang lain karena di dalamnya terdapat unsur menyakiti orang lain dan meremehkan etika pergaulan dan pertemanan. Nabi bersabda : ketika seseorang bercerita kemudian dia pergi maka cerita itu adalah amanah (yang harus dijaga).
إسعاد الرفيق ج 2 ص 127 (دار إحياء الكتب العربية)
(وَ) مِنْهَا (الْإِعَانَةُ عَلَى الْمَعْصِيَةِ) أَيْ عَلَى مَعْصِيَةٍ مِنْ مَعَاصِى اللهِ تَعَالَى بِقَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ أَوْ غَيْرِهِ ثُمَّ إِنْ كَانَتِ الْمَعْصِيَّةُ كَبِيْرَةً كَانَتِ الْإِعَانَةُ عَلَيْهَا كَذَلِكَ
Termasuk dari kemaksiatan adalah : membantu terjadinya kemaksiatan baik dengan perkataan, perbuatan atau yang lain, dan termasuk dosa besar apabila kemasiatan yang dibantu juga kemaksiatan yang besar.
إحياء علوم الدين ج 1 ص 35
فَلْيَحْذَرْ الْكَذِبَ وَحِكَايَاتِ أَحْوَالٍ تُوْمِىءُ إِلَى هَفَوَاتٍ أَوْ مُسَاهَلاَتٍ يَقْصُرُ فَهْمُ الْعَوَّامِ عَنْ دَرْكِ مَعَانِيْهَا أَوْ عَنْ كَوْنِهَا هَفْوَةً نَادِرَةً مُرْدَفَةً بِتَكْفِيْرَاتٍ مُتَدَارَكَةٍ بِحَسَانَةٍ تُعْطَى عَلَيْهَا فَإِنَّ الْعَامَ يَعْتَصِمُ بِذَلِكَ فِيْ مُسَاهَلاَتِهِ وَهَفَوَاتِهِ وَيُمْهِدَ لِنَفْسِهِ عُذْرًا
Hindarilah kebohongan dan cerita-cerita kesalahan atau keteledoran orang dimana orang awam tidak mampu memahami arti yang terkandung di dalamnya, atau mereka tidak memahami bahwa kesalahan tersebut bersifat jarang apalagi kemudian kesalahan itu diikuti dengan kebaikan yang dapat meleburnya, karena orang awam justeru menjadikannya sebagai legalitas dan alasan dari kesalahan dan keteledoran mereka.
الموسوعة الفقهية ج 30 ص 33
العِرَافَةُ حَرَامٌ بِنَصِّ الْحَدِيْثِ النَّبَوِيِّ فَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مَنْ أَتَى كَاهِنَا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمَّدٍ.
Praktek ramal adalah haram berdasarkan Hadits yang diriwayatkan Abu Harairah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallama bersabda : barang siapa yang mendatangi peramal lalu dia mempercayai kata sang peramal maka dia telah mengkufuri apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
اتحاف السادة المتقين ج 2 ص 286
وَﻻَ ﻳَﺠُﻮْزُ اْﻹِﺳْﺘِﻌَﺎﻧَﺔُ ﺑِﺎﻟْﺠِﻦِّ ﻓِﻲْ ﻗَﻀَﺎءِ ﺣَﻮَاﺋِﺠِﻪِ وَاﻣْﺘِﺜَﺎلُ أَوَاﻣِﺮِﻩِ وَإِﺧْﺒَﺎرِﻩِ ﺑِﺸَﻲْءٍ ﻣِﻦَ اﻟْﻤَﻐِﻴْﺒَﺎتِ وَﻧَﺤْﻮُ ذَﻟِﻚَ
Dan tidak boleh meminta bantuan jin dalam meraih kebutuhan, tidak boleh mentaati perintah-perintahnya dan tidak boleh meminta bantuan jin dalam menginformasikan hal-hal gaib.
إحياء علوم الدين الجزء الأول ص: 35
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَسْتَجِيْزُ وَضْعَ الْحِكَايَاتِ الْمُرَغِّبَةِ فِيْ الطَّاعَاتِ وَيَزْعَمُ أَنَّ قَصْدَهُ فِيْهَا دَعْوَةُ الْخَلْقِ إِلَى الْحَقِّ فَهَذِهِ مِنْ نَزَغَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّ فِيْ الصِّدْقِ مَنْدُوْحةً عَنِ اْلكَذِبِ وَفِيْمَا ذَكَرَ اللهُ تَعَالَى وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَنِيَّةٌ عَنِ الْاِخْتِرَاعِ فِيْ الْوَعْدِ
Sebagian orang ada yang menganggap boleh membuat cerita palsu yang dapat memberi motivasi dalam ketaatan, dia menganggap bahwa tujuan semacam itu bagian dari dakwah kebenaran, maka ini merupakan bujukan syetan, karena kebenaran tidak butuh kebohongan (hal-hal yang diharamkan) dan apa yang telah difirmankan Allah dan disabdakan oleh Rosul-Nya sudah cukup tanpa harus melakukan janji-janji palsu.
Pertanyaan :
b. Bagaimana pula hukum menonton dan mempercayainya?
Jawaban :
Hukum menonton tayangan karma adalah haram kecuali jika sebagai bahan kajian atau dlorbil amtsal (memberi contoh) untuk memberikan nasehat atau untuk membedakan antara haq dan bathil selama tidak sampai mempercayai ramalannya
Referensi :
البجيرمي على المنهج الجزء الرابع ص : 375
وَكُلُّ مَا حَرُمَ حَرُمَ التَّفَرُّجُ عَلَيْهِ لِأَنَّهُ إِعَانَةٌ عَلَى مَعْصِيَةٍ
Setiap perkara yang haram maka haram pula menontonnya karena termasuk membantu terjadinya kemaksiatan
فتح العلي المالك ج 1 ص 209
أَمَّا الَّذِي يَضْرِبُ الْخَطَّ وَغَيْرَهُ وَيُخْبِرُ بِالْأُمُورِ الْمَغِيْبَاتِ فَلَا يَجُوزُ تَصْدِيقُهُ , وَلَا يَحِلُّ وَهُوَ فَاسِقٌ وَيُؤَدَّبُ ا هـ .
Adapun orang yang meramal menggunakan tulisan atau lainnya dan memberi informasi hal-hal yang gaib, maka tidak boleh mempercayainya
بغية المسترشدين ص:299 دار الفكر
وَأَنَّ مَا يَظْهَرُ عَلَى يَدِ الْفَاسِقِ مِنَ الْخَوَارِقِ مِنَ السِّحْرِ الْمُحَرَّمِ تَعَلُّمُهُ وَتَعْلِيْمُهُ وَفِعْلُهُ وَيَجِبُ زَجْرُ فَاعِلِهِ وَمُدَّعِيْهِ وَمَتَى حَكَمْنَا بِأَنَّهُ سِحْرٌ وَضَلاَلٌ حَرُمَ التَفَرُّجُ عَلَيْهِ إِذِ الْقَاعِدَةُ أَنَّ التَّفَرُّجُ عَلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ كَدُخُوْلِ مَحَلِّ الصُّوَرِ الْمُحَرَّمِ وَحَرُمُ الْمَالُ الْمَأْخُوْذُ عَلَيْهِ اهـ
Keluarbiasaan (suprata natural) yang tampak pada orang yang fasik termasuk sihir yang diharamkan mempelajari dan mengajarkannya. Dan wajib melarang pelaku dan orang yang mengaku mampu melakukannya. Dan ketika kita telah menghukuminya sebagai sihir dan kesesatan maka haram pula menontonnya karena adanya Qoidah bahwa menghibur diri atau menonton suatu yang haram adalah haram, sebagaimana menghadiri tempat yang disitu terdapat gambar atau lukisan yang haram.
اسعاد الرفيق ص 69 ج 2
وَمِنْهَا مُشَاهَدَةُ الْمُنْكَرْ إِذَا كَانَ قَادِرًا عَلَى إِنْكَارِهِ وَلَمْ يُنْكِرْهُ أَوْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَيْهِ وَلَكِنَّهُ لَمْ يُعْذَرْ فِيْ مُشَاهَدَتِهِ لَهُ بِأَنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى فِرَاقِ الْمَحَلِّ الَّذِيْ هُوَ فِيْهِ وَلَمْ يُفَارِقْ ذَلِكَ الْمَحَلِّ
Termasuk dari maksiat mata adalah melihat atau menonton kemunkaran ketika mampu melakukan nahi munkar atau mencegahnya namun tidak melakukannya, atau tidak mampu melakukan nahi munkar namun tidak ada alasan yang memperbolehkan melihatnya sebagaimana dia mampu meninggalkan tempat terjadinya kemungkaran namun mau meninggalkannya.
فتح الباري – ابن حجر – (ج 1 / ص 124)
قَالَ فَمَنْ اِدَّعَى عِلْمَ شَيْءٍ مِنْهَا غَيرَ مُسْنَدٍ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ كَاذِبًا فِيْ دَعْوَاهُ قَالَ وَأَمَّا ظَنُّ الْغَيْبِ فَقَدْ يَجُوْزُ مِنَ الْمُنَجِّمْ وَغَيْرِهِ إِذَا كَانَ عَنْ أَمْرٍ عَادِيٍ وَلَيْسِ ذَلِكَ بِعِلْمٍ
Maka barang siapa mengaku mengetahui hal-hal yang gaib yang tidak disandarkan kepada Rasulalloh Shallallhohu alaihi wasallama maka dia bohong dengan pengakuannya, adapun menduga kuat terhadap hal yang gaib maka boleh dari seorang munajjim (ahli perbintangan) selama dalam hal-hal sudah biasa terjadi.
- Muntahan atau gumoh bayi
Seorang ibu yang memiliki anak yang masih bayi,hampir bisa dipastikan memiliki permasalahan terkait muntahan atau dalam bahasa jawanya gumoh,mengingat seorang bayi sering mengeluarkan muntahan atau gumoh tersebut dan mengenai baju atau bagian-bagian badan sang ibu,tentunya kalau muntahan ini najis akan cukup memberatkan jika akan melakukan sholat sang ibu harus mandi dan ganti baju terlebih dahulu.
Pertanyaan:
a. Apakah ibu tersebut setiap sholat harus menyucikan dari najis muntahan si bayi?.
Jawaban :
Ketika najis muntahan tersebut sulit di hindari, maka hukumnya ma’fu sehingga tidak wajib menyucikan najis muntahan tersebut.
فتح المعين مع إعانة الطالبين الجزء الأول صحـ: 101
وَإِذَا تَأَمَّلْتَ الْجَوَابَ الْمَذْكُوْرَ تَجِدُ فِيْهَ أَنَّهُ لاَ فَرْقَ فِيْ الْعَفْوِ عَنِ الصَّبِيِّ بَيْنِ ثَدْيِ أُمِّهِ الدَّاخِلِ فِيْ فِيْهِ وَغَيْرِهِ مِنَ الْمُقَبِّلِ لَهُ وَالْمُمَاسِّ لَهُ وَلَيْسَ فِيْهِ تَخْصِيْصٌ بِالثَّدْيِ الْمَذْكُوْرِ
(قَوْلُهُ عُفِيَ إلخ) أي فَلَهَا أَنْ تُصَلِّيَ بِهِ وَلاَ تَغْسِلُهُ
Ketika kemu menelaah jawaban tersebut, kamu akan mendapati kesimpulan bahwa yang dimaafkan dari masalah najisnya muntahan bayi bukan hanya puting susu ibunya saja, akan tetapi yang lain juga dimaafkna seperti orang yang mencium dan menyentuhnya, jadi dalam kemakfuan tersebut tidak khusus puting susu sang ibu saja.
Maksud dimaafkan berarti boleh sholat meskipun terkena najis tersebut dan tidak mensucikannya.
فتح الجواد ص: 41 كما سبق
وَالْإِمَامُ مَالِكٍ قَدْ عَفَا عَنْ ثَوْبِ الْمُرْضِعَةِ إِنْ لَمْ تَدَعْ أَيْ تَتْرُكْ عِنْدَهُ أَسْبَابَ حَوْطَتِهِ أَيْ اِحْتِيَاطِهَا فِيْهِ مَعَ التَّحَرُّزِ مِنْهَا إِنْ بَالَ أَوْ رَاثَ الصَّبِيُّ بِهَا أَيْ بِثَوْبِ مُرْضِعَةٍ لَهَا فِيْ الصَّلاَةِ فِيْهَا بلِاَ نَضْحٍ لِبَوْلَتِهِ لِمَشَقَّةِ الْاِحْتِرَازِ عَنْهُ مَعَ عَدَمِ تَقْصِيْرِهَا
(قَوْلُهُ : مَعَ التَّحَرُّزِ) هُوِ مَعْنَى قَوْلِهِ إِنْ لَمْ تَدَعْ وَقَوْلُهُ : إِنْ بَالَ أَيْ أَوْ تَغَوَّطَ وَهَذَا مَذْهَبُ مَالِكٍ وَمُقْتَضَى قَوَاعِدِ مَذْهَبِنَا الْعَفْوُ أَيْضًا لِأَنَّ الْمَشَقَّةَ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ وَالْإِرْضَاعُ لَيْسَ قَيْدًا فَالْمُرَادُ بِهِ تَرْبِيَتُهُ لَكِنْ مَحَلُّهُ عِنْدَنَا إِذَا لَمْ تَقْدِرْ عَلَى ثَوْبٍ آخَرَ أَوْ قَدَرَتْ وَحَصَلَ لَهَا مَشَقَّةٌ شَدِيْدَةٌ بِأَنْ كَانَتْ فِيْ الشِّتَاءِ
Dalam madzhab malik dikatakan bahwa baju seorang ibu yang menyusui ketika terkena air kencing atau kotoran bayi maka hukumnya dimaafkan jika sudah berhati-hati dan berusaha menghindari. Dalam madzhab Syafi’i pun semestinya demikian karena kesulitan dapat mendatangkan kemudahan. Dan menyusui bukanlah ketentuan baku kerena yang dimaksud adalah perawatan, hanya saja menurut pendapat kita kemakfuan tersebut jika tidak ada baju yang lain atau ada baju lain namun sulit mendapatkannya, sebagaimana ketika musim hujan.
3. Bekas tinta biru PEMILU ketika mau wudhu dan mandi.
Ketika seseorang telah melakukan pencoblosan pada waktu PEMILU oleh pihak penyelenggara PEMILU yang berada di TPS di minta untuk menyelupkan jari tanganya pada tinta biru untuk memastikan pemilih tadi sudah benar-benar mencoblos,masalah timbul ketika di media sosial diviralkan bahwa orang setelah melakukan sholat dan mendapati jarinya masih terdapat bekas tinta tersebut maka sholat dan sesucinya tidak sah dan harus di ulang.
Pertanyaan :
a. Bagaimana hukum sholat yang di lakukan? apa benar tidak sah,dan harus di ulangi?.
Jawaban :
Hukumnya tafsil, apabila tinggal atsarnya (bekas atau sisa warna) maka sholatnya sah sehingga tidak harus diulang, namun apabila masih ada sisa tintanya bukan bekas atau sekedar warna maka wudhunya belum sah sehingga wudlu dan sholatnya wajib diulang.
Referensi :
فتح المعين مع إعانة الطالبين الجزء الأول ص: 35 دار إحياء الكتب العربية
(وَ) رَابِعُهَا (أَنْ لَا يَكُوْنَ عَلَى الْعُضْوِ حَائِلٌ) بَيْنَ الْمَاءِ وَالْمَغْسُوْلِ (كَنُوْرَةٍ) وَشَمْعٍ وَدُهْنٍ جَامِدٍ وَعَيْنِ حِبْرٍ وَحِنَّاءٍ بِخِلاَفِ دُهْنٍ جَارٍ أَيْ مَائِعٍ وَإِنْ لَمْ يَثْبُتْ الْمَاءُ عَلَيْهِ وَأَثَرِ حِبْرٍ وَحِنَّاءٍ
(قوله وَأَثَرِ حِبْرٍ وَحِنَّاءٍ) أَيْ وَبِخِلاَفِ أَثَرِ حِبْرٍ وَحِنَّاءٍ فَإِنَّهُ لاَ يَضُرُّ وَالْمُرَادُ بِالْأَثَرِ مُجَرَّدُ اللَّوْنِ بِحَيْثُ لاَ يَتَحَصَّلُ بِالْحَتِّ مَثَلاً مِنْهُ شَيْءٌ
Syarat sah wudlu yang ke empat adalah : tidak adanya penghalang antara air dan anggota yang dibasuh seperti kapur, lilin, minyak yang sudah mengeras, tinta dan pacar. Berbeda dengan minyak cair meskipun air tidak bias diam di atasnya, dan berbeda lagi bekas tinta dan bekas pacar maka tidak membahayakan. Yang dikehendaki dengan bekas tinta atau pacar adalah sekedar warna sekira apabila digosok tidak menghasilkan apa-apa.