BEBERAPA HIKMAH BERSUCI DAN CARA MENSUCIKAN SUMUR ATAU BAK AIR DARI NAJIS
Bersuci adalah aktifitas sehari-hari umat Islam. Betapa tidak ia menjadi syarat mutlak sebelum menunaikan ibadah shalat. Berikut ini adalah empat hikmah di balik disyariatkannya bersuci di dalam Islam. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Fiqh Al Manhaji Ala Madzhab Al Imam Al Syafii.
Pertama, bersuci merupakan dorongan fitrah manusia.
Di mana manusia dengan fitrahnya tersebut pasti akan condong pada kebersihan. Dan ia akan menghindar dari hal-hal yang kotor serta menjijikkan. Maka, Islam juga agama fitrah yang memerintahkan (umatnya) untuk bersuci dan menjaga kebersihan (sesuai fitrah manusia itu sendiri).
Kedua, menjaga kemuliaan umat Islam.
Di mana watak manusia itu pasti condong pada kebersihan, senang berkumpul dan duduk-duduk (dengan kawannya) di tempat yang bersih. Sebaliknya, mereka pun tidak suka, meremehkan dan menghindari tempat yang kotor. Sehingga mereka tidak suka duduk-duduk (bersama kawannya) di tempat yang kotor. Oleh karena itu, Islam menjaga kemuliaan umat Islam dengan memerintahkan kebersihan. Agar mereka dapat berkumpul dengan kawan-kawannya dengan secara terhormat dan mulia. Serta menghormati dan memuliakan kawan-kawannya itu (karena dalam keadaan suci dan bersih)
Ketiga, menjaga kesehatan.
Kebersihan adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab seseorang dapat terhindar dari penyakit. Karena banyak sekali penyakit itu menyerang manusia disebabkan karena kurang menjaga kebersihan.
Oleh karena itu, dengan membersihan badan, membasuh wajah, kedua tangan, hidung, dan kedua kaki dapat menjaga dari segala penyakit. Di mana anggota-anggota tubuh tersebut sangat rentan terkena kotoran setiap waktunya. Maka, betapa bersihnya umat Islam yang selalu membersihkan anggota-anggota tubuh rentan kotor tersebut berkali-kali setiap harinya.
Keempat, menghadap Allah swt. dalam keadaan suci dan bersih.
Manusia pastinya di dalam shalat akan berkomunikasi dan bermunajat kepada Tuhannya. Maka, sepatutnya ia telah dalam keadaan suci dhahir dan batinnya, dan bersih hati dan badannya. Karena Allah swt menyukai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri.
Demikianlah empat hikmah disyariatkannya bersuci di dalam Islam.
Cara Menyucikan Air Sumur atau bak air yang Terkena Najis
Air sumur merupakan salah satu sumber air yang dikategorikan sebagai air yang suci dan menyucikan, dan merupakan salah satu sumber air yang banyak dimiliki masyarakat di perkampungan. Selain memiliki air yang jernih nan segar, sumur bisa dibilang sumber air yang sangat ekonomis dan praktis.
Pasalnya, kita tidak harus mengeluarkan biaya bulanan guna untuk membayar iuran pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), namun di balik kemudahan menggunakan air sumur biasanya terdapat berbagai macam masalah, seperti air yang keruh, kemasukan tikus sehingga dapat mempengaruhi terhadap warna, bau, serta rasa dari air tersebut.
Jika air sumur terkena bangkai tikus atau semacamnya, apakah air tersebut berubah menjadi air najis, jika demikian, bagaimana cara menyucikannya?
Jika air tersebut tergolong sedikit, yakni kurang dari ukuran dua kulah dalam istilah fukaha, maka diambil bangkainya (‘ainun najasah) terlebih dahulu, lalu airnya jangan dikuras, melainkan harus didiamkan sampai air tersebut menjadi banyak.
Hal itu bisa jadi jernih dengan sendirinya atau dengan alternatif lain, di antaranya menambahkan air sebanyak mungkin ke dalam sumur sampai menempuh batas minimal air dua kulah, setelah air menjadi banyak, lalu tidak ada perubahan yang signifikan baik secara warna, bau, maupun rasanya, maka air tersebut sudah kembali lagi menjadi air suci yang menyucikan.
Apabila air sumur yang terkena bangkai tersebut tergolong air yang banyak, maka jika tidak ada perubahan yang signifikan pada warna, bau, dan rasa, maka air tetap dalam keadaan suci dan menyucikan.
Tapi apabila air berubah dengan sebab bangkai tersebut, maka air dihukumi najis. Air akan kembali menjadi suci jika perubahan tersebut telah hilang, baik hilang dengan sendirinya maupun dengan alternatif lainnya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in
اذ تنجس ماء البئر القليل بملاقة النجس لم يطهر بالنزح, بل ينبغي ان لا ينزح ليكثر الماء بنع او صب ماء فيه, او الكثير بتغير به لم يطهر الا بزواله.
“Apabila air sumur yang sedikit terkena najis, maka tidak akan suci dengan sebab mengurasnya, melainkan harus menjadikan air tersebut banyak (dua kulah), dengan sebab keluar dari sumber air tersebut, atau dengan cara menambahinya. atau air banyak yang (terkena najis), dan air tersebut berubah karenanya, maka tidak akan suci kecuali perubahan tersebut telah hilang”( Fathul mu’in: 13). Wallahu a’lam.