PENDAPAT IMAM MADZHAB TENTANG NAJISNYA ANJING
Inilah Pandangan Ulama Empat Madzhab tentang Anjing
Sebagian umat Islam mungkin merasa alergi dengan anjing dan tidak mau dekat dengannya. Bahkan kalau ada anjing lewat, kita pun tak segan-segan melemparinya dengan batu. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari pelajaran fikih yang diterima bahwa anjing adalah najis. Meskipun sebagian ulama menganggap anjing najis, tapi bukan berati dibolehkan menyakiti dan menganiaya anjing sesuka hati.
Perlu diketahui, tidak seluruh ulama menyepakati kenajisan anjing. Sebagian ulama menganggap anjing tidaklah najis. Dalam Madzhab Maliki misalnya, anjing tidaklah najis. Karena menurut mereka, setiap makhluk hidup adalah suci, sekalipun anjing dan babi.
Binatang dikatakan najis bila mati atau tidak disembelih dengan cara syar’i. Sebab itu, dalam pandangan madzhab ini, kalau tubuh atau ada benda yang dijilati anjing, maka membasuhnya hanyalah bagian dari kesunnahan. Meskipun sunnah tetap harus dibasuh karena bersifat ta’abbudi.
Sementara dalam pandangan Madzhab Hanafi, tidak seluruh bagian tubuh anjing najis, yang najis hanyalah keringat dan air liurnya. Karenanya, dalam madzhab ini, tetap wajib membasuh tubuh atau benda yang kena air liur anjing. Ulama yang ada dalam madzhab ini pun berbeda pendapat soal berapa banyak jumlah basuhannya, ada yang mengatakan tiga, lima, dan tujuh.
Adapun Madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat seluruh tubuh anjing adalah najis, baik bulu, keringat, ataupun air liurnya. Sehingga kalau ada anjing menjilat sebuah benda atau kulit kita, maka wajib dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu basuhan wajib pakai tanah.
Sedangkan Ibnu Hazm termasuk ulama yang berpendapat anjing suci dan tidak najis. Pendapatnya itu ditulis dalam tulisan pendek berjudul Risalah al-Kalb Thahir, risalah tentang kesucian anjing. Dalam kitab tersebut, Ibnu Hazm mengemukakan tiga argumen penting terkait kesucian anjing:
Pertama, tidak ada dalil tegas dalam al-Qur’an dan hadis yang menunjukan kenajisan anjing. Andaikan anjing najis, mengapa Allah tidak menyebut hukumnya secara jelas dan tegas dalam al-Qur’an atau melalui lisan Rasulnya.
Kedua, andaikan anjing najis, mengapa Rasulullah membolehkan memakan hewan yang ditangkap oleh anjing pemburu asalkan membaca bismillah sebelum melepasnya. Andaikan anjing najis, tentu Rasul tidak akan membolehkannya atau menyuruh membersihkannya terlebih dahulu.
Ketiga, kalau anjing dikatakan najis dengan alasan adanya hadis yang menyuruh untuk membersihkan jilatan anjing sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah, maka argumentasi itu juga tidak benar. Karena belum tentu setiap sesuatu yang diperintahkan untuk membersihkan lantas hukumnya menjadi najis. Misalnya, setiap orang yang meninggal wajib dimandikan. Hukum wajib memandikan mayat dalam hal ini tidak lantas membuat mayat menjadi najis. Buktinya, mayat tetap suci.
Kita tentu tidak harus setuju dengan pendapat Ibnu Hazm ini. Sebab ulama dari dulu sudah berbeda pendapat terkait status anjing: apakah suci atau tidak, dan bagaimana hukum memeliharanya. Tapi paling tidak dengan membaca kitab yang ditulis Ibnu Hazm ini pikiran kita menjadi lebih terbuka dan tidak mudah mengklaim saudara muslim yang memelihara anjing sebagai perusak Islam beserta tuduhan keji lainnya.
Kebanyakan pendapat yang digunakan di Indonesia adalah pendapat Imam al-Syafi’i, karena mayoritas penduduk Indonesia bermadzhab Syafi’i. Tapi kalau jalan-jalan ke luar negeri, jangan merasa aneh kalau sebagian penduduk muslim terbiasa memelihara dan bermain dengan anjing. Bisa jadi mereka menggunakan pendapat Madzhab Maliki yang berpendapat bahwa anjing bukanlah najis.
Cara Membersihkan Najis Anjing dan Babi
Setiap benda yang terkena najis harus dibersihkan atau disucikan. Apalagi kalau digunakan untuk beribadah, seperti pakaian, sajadah, dan lain-lain. Biasanya, najis sudah bersih bila dibilas dengan air: diutamakan tiga kali basuhan dan minimal satu kali.
Khusus najis babi dan anjing tidak cukup satu atau tiga kali basuhan. Kalau kita kena jilatan anjing atau babi, atau ada benda yang terkena jilatan babi dan anjing, mesti dibilas sebanyak tujuh kali dan salah satunya harus pakai tanah.
Rasulullah SAW mengatakan:
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Cara mensucikan bejana kalian jika dijilat anjing adalah dibasuh tujuh kali, salah satunya dengan debu (tanah)” (HR: Muslim)
Berdasarkan hadis di atas, cara membersihkan benda yang terkena jilatan anjing atau babi ialah membasuhnya sebanyak tujuh kali, dan salah satunya harus menggunakan tanah.
Misalnya, pada basuhan pertama pakai tanah, diusapkan pada bagian yang terkena jilatan anjing dan babi, setelah itu baru dibasuh pakai air sebanyak enam kali basuhan. Sebagian pandangan mengatakan, lebih utama dibasuh tujuh kali pakai air.
Berikut ini adalah kisah kisah menarik tentang anjing
- Kisah Anjing Sufi dan Pakaian Seorang Darwish
Seorang Darwish merasa paling suci dan didekati seekor Anjing yang mencintainya, Suatu hari berjalanlah seorang laki-laki berjubah dan melintasi sebuah perkampungan sufi. Di tengah perjalanan, sang darwis melihat seekor anjing lusuh sedang menghampirinyanya. Tanpa berfikir panjang sang darwis memukulnya secara keras dengan tongkat yang digenggam.
Seraya meringkik kesakitan, anjing tersebut berlari menuju kediaman seorang bijak bernama Abu Said. Sembari memegangi kakinya yang terluka, si anjing menuntut keadilan dari perlakuan kasar seorang darwis atas dirinya.
Tak lama kemudian, dipanggillah keduanya. “Hai orang yang kasar! Bagaimana bisa engkau memperlakukan seekor binatang yang lemah dengan cara seperti itu. Tidakkah engkau lihat akibat dari perbuatanmu telah menyebabkan kakinya pincangg!?”, kata sang bijak kepada si darwis.
“Itu bukan kesalahanku,” tegas si darwis, “Semua itu semata kesalahannya sendiri. Aku tidak serta merta memukulnya, akan tetapi karena ia telah mengotori jubah kesayanganku.” imbuhnya.
“Apa benar begitu?” Tanya sang bijak kepada si anjing.
“Memang benar, Tuan. Aku menjilati jubah si darwis.” jawab si anjing, “Sebab aku melihat betapa agung dan mulianya sang darwis dengan jubah yang dikenakan. Sebagai seorang yang agung, aku menganggap bahwa aku akan aman jika dekat dengannya. Namun penilaianku ternyata keliru.” keluhnya.
“Andai saja aku melihatnya berpakaian laiknya seorang biasa, tentu saja aku tak akan mendekatinya. Kesalahanku sebenarnya telah menganggap bahwa penampilan orang yang tampak memiliki keagungan ini menunjukkan keamanan.” tegas si anjing.
“Lantas, keadilan seperti apa yang kau inginkan?” Tanya sang bijak pada si anjing.
“Jika tuan ingin menghukumnya, tolong lepaskan darinya pakaian agung yang dikenakanya. Dari pakaian yang hanya pantas dikenakan oleh orang-orang yang suci”.
- Gigitan Anjing Milik Orang Munafik
Dikisahkan pada suatu hari Nabi sedang duduk-duduk. Tiba-tiba datang seorang laki-laki datang dengan tergesa-gesa. Kedua lengannya terluka. Bahkan mengeluarkan darah. Nabipun terkejut dan berkata,” Ada apa ini. Kenapa kedua lenganmu terluka?”
Sahabat tersebut dengan serta merta menjawab dengan gemetar,” Wahai Rasulullah saya berjalan. Di tengah tengah perjalanan saya bertemu dengan anjing milik orang munafik. Hewan itu kemudian menggigit saya.” Rasulullah pun kemudian berkata,” Dudukah.” Namun tidak seberapa lama datang seorang laki laki lainnya dengan tangan yang penuh luka. Darahpun mengalir dari kedua tangannya. “ Wahai Rasulullah saya digigit anjing milik orang munafik.” Mendengar hal tersebut, Rasulullah bersabda,” Mari kalian semua ikut aku menghadang anjing itu, lalu kemudian kita bunuh.”
Maka semua sahabat berdiri sambil menghunuskan pedang mencari anjing yang telah melukai dua orang laki-laki itu. Ketika mereka bertemu dengan anjing itu serentak mereka mengancungkan pedangnya. Siap-siap dihunuslah sejata itu ke tubuh anjing. Namun hal menakjubkan kemudian terjadi. Anjing itu kemudian mendekati Rasulullah dan berkata dengan lisan yang fasih,” Jangan bunuh saya, saya ini binatang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian Rasul bertanya,” Kenapa kau menggigit dua orang laki-laki ini?”
“ Wahai Rasulullah saya diperintah untuk menggigit orang yang memaki Abu bakar dan Umar.” Mendengar hal itu Rasulullah bersabda kepada kedua orang tersebut ,” Wahai kalian berdua sudah mendengarkan apa yang dikatakan anjing itu?”Mendengar hal itu keduanya gematar dan berkata,” Benar wahai Rasulullah. Kini kami bertobat kepada Allah dan Rasul-Nya. ”
Ahli hadits yang lebih mendahulukan hak anjing dari ulama
Begitu mendengar kabar adanya seorang periwayat Hadis Tsulatsi (hadis yang antara perawinya dan Nabi hanya diperantarai oleh tiga orang) di kawasan “seberang sungai” (Ma Wara’ al-Nahr, Transoxiana), dengan sigap Imam Ahmad segera mendatanginya untuk mengambil riwayat hadis darinya. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Imam Ahmad melihat perawi tersebut sedang memberi makan seekor anjing.
Imam Ahmad memanggil salam. Sang perawi menjawabnya sambil terus fokus pada pekerjaannya. Imam Ahmad merasa tak nyaman dengan sikap perawi yang lebih memperhatikan anjing daripada menyambutnya.
Selesai memberi makan anjing, barulah sang perawi menyambut Imam Ahmad.
“Anda merasa aneh karena saya sibuk memberi makan anjing dan tidak menyambut Anda?,” sang perawi memulai pembicaraan.
“Ya,” jawab Imam Ahmad.
“Abu al-Zinad telah menceritakan kepada saya, dari al-A’raj, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda, ‘Siapa yang memutus harapan orang yang mengharapkannya, maka Allah putuskan harapannya pada hari kiamat, lalu ia pun tidak masuk surga’. Nah, daerah ini bukan hunian anjing. Anjing ini memang sengaja mendatangi saya dari jauh. Maka saya pun takut memutus harapannya, sehingga berakibat Allah memutuskan harapan saya pada hari kiamat.” jelas sang perawi.
“Nah! Hadis ini sudah cukup bagi saya..” pungkas Imam Ahmad, lalu pulang.
Wallahu A’lam