HUKUM WANITA YANG TIDAK MELEPAS JILBABNYA SAAT WUDLU (MENGUSAP KEPALA)
Mengusap Kepala Tidak Melepas Hijab, Sahkah Wudhu Wanita ?
Mengusap sebagian kepala adalah salah satu rukun wudhu. Mengenai mengusap kerudung sebagai penggantinya, memang ada sedikit perbedaan pendapat dari para ulama. Mayoritas ulama fiqih berpendapat bahwa mengusap kerudung saja tidak akan cukup memenuhi rukun wudhu jika tidak disertai basahnya sebagian rambut atau kulit kepala. Berikut penjelasannya :
Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i.
Mayoritas ulama fiqih dari madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan salah satu riwayat dari madzhab Hambali mengatakan bahwa wanita tidak boleh sekedar mengusap atas kerudungnya tanpa mengusap atau membasahi rambut atau sebagian kepalanya secara langsung.
Ulama dari madzhab Maliki menambahkan bahwa jika kerudung yang dipakai diatas kepala itu tipis, sehingga air menembus rambut saat si wanita ini mengusap bagian atas kerudungnya, maka wudhu’nya tetap sah. Namun tidak sah jika tidak ada air tidak menembus kerudung dan membasahi sebagian kepala.
Ada beberapa alasan mengapa jumhur ulama tidak membolehkan wanita sekedar mengusap air ke atas kerudungnya saat berwudhu’:
Yang menjadi salah satu anggota tubuh yang wajib dibasahi adalah sebagian kepala, bukan benda yang membungkusnya atau yang menghalanginya.
Bolehnya mengusap bagian atas sorban tidak secara otomatis menjadi dalil atas bolehnya mengusap bagian atas kerudung. Dan dalam hal mengusap sorban-pun, Rasulullah tetap membasahi ubun-ubunnya yang tidak tertutup oleh sorban.
أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ
Bahwa Rasulullah SAW ketika berwudhu’ mengusap ubun-ubunnya dan sorbannya (HR. Bukhari)
Secara zahir, QS. Al-Maidah ayat 6 dengan jelas menyatakan keharusan membasahi sebagian kepala.
Maka, wudhu’ hanya sah apabila kepala, rambut atau sebagian kepala ikut terbasahi saat proses mengusap dengan air dilakukan. Adapun jika yang diusap sekedar kerudung, dan airnya tidak menembus ke rambut atau sebagian kepala, maka wudhu’nya tidak sah. Sebab pada dasarnya, membasahi kerudung bukanlah membasahi rambut, melainkan mengusap penghalangnya.
Dalam hal ini, masing-masing disebutkan dalam kitab ulama, antara lain sebagai berikut :
– Madzhab Hanafi (Bada’i as-Shana’i lil-Kasani, jilid1 halaman 5)
– Madzhab Maliki (adz-Dzakhirah lil-Qarafi, jilid 1 halaman 267)
– Madzhab Syafi’i (Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, jilid 1 halaman 410)
Imam Sahnun, salah satu ulama dalam madzhab Maliki mengatakan dalam kitab “Al-Mudawwanah Al-Kubra” sebagai berikut:
قال مالك في المرأة تمسح على خمارها : أنها تعيد الصلاة والوضوء .
“Imam Malik berpendapat mengenai wanita yang mengusap atas kerudungnya (saat melakukan wudhu’) : dia harus mengulang shalat dan wudhu’-nya”
Pendapat tersebut senada dengan pendapat ulama lain, yakni imam Nafi’, Hammad, al-Auza’i, dan an-Nakha’i.
Madzhab Hambali
Ibnu Qudamah, salah satu ulama dari madzhab Hambali mengatakan bahwa dalam masalah ini mereka terbagi menjadi 2 pendapat. Pertama; tidak membolehkan mengusap air di atas kerudungnya, sebab mengusap rambut bisa dilakukan dari arah bawah kerudung sehingga menyentuh rambut secara langsung. Kedua, boleh mengusap air dari atas kepala, sebab ada ‘atsar’ yang mengatakan bahwa bunda Ummu Salamah (isteri Rasulullah SAW) pernah mengusapkan air dari atas kerudungnya.
Berikut pernyataan dari Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni:
أن فيه روايتين في المذهب الحنبلي إحداهما تقول بالجواز قياساً على العمامة، قال: وسئل الإمام أحمد كيف تمسح المرأة على رأسها؟ قال: من تحت الخمار ولا تمسح على الخمار، قال: وقد ذكروا أن أم سلمة كانت تمسح على خمارها.
“Sesungguhnya dalam masalah ini, ditemukan 2 riwayat dari madzhab Hambali. Salah satunya mengatakan boleh mengusap diatas kerudung dengan dalil qiyas atas bolehnya mengusap atas sorban bagi laki-laki. Ada pula riwayat bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang hal tersebut, dan beliau menjawab: Boleh mengusap tapi dari bawah kerudung, bukan dari atasnya. Dan sebagian ulama lagi menyebutkan bahwa Ummu Salamah pernah mengusap atas kerudungnya.”
Ulama lain dari madzhab ini yakni Ibnu Taimiyyah mengatakan hal yang agaknya serupa. Saat ditanya tentang hukum wanita yang membasuh air di atas kepalanya, beliau mengatakan bahwa hampir seluruh ulama fiqih tidak membolehkan wanita sekedar membasahi atas rambutnya, kecuali ada udzur syar’i seperti ;
[1] Sakit di daerah kepala yang mengharuskannya untuk mengindari air di wilayahnya rambut dan sebagian kepalanya,
[2] Rasa dingin luar biasa yang memberinya masyaqqah (beban/kesulitan) jika kerudungnya dilepas, atau
[3] Kekhawatiran akan terlihatnya rambut oleh laki-laki yang bukan suami dan bukan mahramnya di tempat umum.
Namun demikian, Ibnu Taimiyyah tetap menyarankan wanita yang mengusap atas kerudungnya agar tetap membasahi sebagian rambut atau kulit kepalanya walaupun sedikit.
Berikut pemaparan dari Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Majmu’ al-Fatawa jilid 21 halaman 218 :
إن خافت المرأة من البرد ونحوه مسحت على خمارها فإن أم سلمة كانت تمسح على خمارها وينبغي أن تمسح مع ذلك بعض شعرها
“Apabila wanita takut akan hawa dingin (jika melepas kerudungnya), atau ada alasan lain yang serupa, maka ia boleh mengusap bagian atas kerudungnya (saat berwudhu’), sebab Ummu Salamah pernah mengusap bagian atas kerudungnya saat wudhu. Dan seorang wanita yang mengusap kerudungnya itu sebaiknya tetap mengusap/membasahi sebagian rambutnya.”
Penutup
Demikian pendapat para ulama mengenai hukum wanita yang mengusap kerudungnya saat berwudhu’; apakah sah atau tidak. Perlu menjadi catatan, jika yang diusap hanya kerudung atau bagian wajah seperti dahi, tentu belum dikatakan sah. Sebab yang merupakan wudhu’ itu aslinya adalah kepala, daerah yang lazimnya ditumbuhi rambut.
Rambut adalah bagian dari kepala, sehingga ulama dalam madzhab Syafi’i menyebutkan bahwa asalkan rambutnya sudah basah, walaupun hanya tiga helai, dan walau pun masing-masing cuma sepanjang satu centimeter, maka rukunnya sudah terpenuhi. Sedangkan mengusap kerudung tanpa membasahi rambut, jelas tidak sah wudhu’nya. Demikian juga bila yang basah hanya dahi saja, juga tidak sah wudhu’nya. Demikian menurut mayoritas ulama Fiqih.
Yang dimaksud dengan mengusap adalah meraba atau menjalankan tangan ke bagian yang diusap dengan membasahi tangan sebelumnya dengan air. Sedangkan yang disebut kepala adalah mulai dari batas tumbuhnya rambut di bagian depan (dahi) ke arah belakang hingga ke bagian belakang kepala.
Memang benar ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengusap sorbannya ketika berwudhu’ khususnya ketika mengusap kepala. Namun hadits itu tidak bisa dijadikan dalil sekedar mengusap kerudung wanita. Hadits itu justru menegaskan bahwa harus ada beberapa helai rambut yang kena air.
Adapun pendapat kedua, yakni sebagian ulama dari madzhab Hambali memang membolehkan wanita mengusap bagian atas kerudungnya. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Taimiyyah. Namun demikian, dalam hal ini Ibnu Taimiyyah tetap mengharuskannya untuk langsung mengusap atau membasahi sebagian kepalanya atau beberapa helai dari rambutnya. Bukan sekedar mengusap kain kerudungnya saja.
Sebenarnya tidak ada sedikit pun kesulitan bagi wanita untuk berwudhu tanpa melepaskan kerudung. Misalnya memasukkan jari-jari tangan atau sebagian telapak tangan yang telah dibasahi dengan air sebelumnya ke sela-sela kerudung agar tersentuh rambut di dalamnya. Cara bisa dari arah wajah ke dalam, atau bisa juga dari arah bawah kerudung atau dari dalam dan bagian bawah kerudung. Yang penting tangan yang basah ini bisa menyentuh rambut, sehingga rambut itu ikut basah. Dan cara ini tentu sangat meringankan, khususnya buat wanita yang kesulitan berwudhu’ di tempat umum, lantaran tidak menemukan tempat wudhu’ yang tertutup.
WALLOHU A’LAM