HUKUM MENGUPLOAD IBADAH KITA DI MEDIA SOSIAL

HUKUM MENGUPLOAD IBADAH KITA DI MEDIA SOSIAL

Pamer atau menampakkan ibadah pada orang lain melalui Facebook, Twitter, BBM, Instagram, Path atau alat komunikasi lain bagaimana hukumnya? Halal atau haram? Kapan boleh menampakkan amal ibadah di jejaring sosial dan kapan harus merahasiakannya?

MENAMPAKKAN IBADAH DI STATUS MEDSOS, BOLEHKAH?

RINGKASAN JAWABAN

  1. Menampakkan atau memberitahukan amal ibadah sunnah adalah haram kalau dikuatirkan riya. Kecuali bagi orang tertentu yang kuat agamanya yang hatinya tidak terpengaruh dengan hinaan dan pujian dan bertujuan agar kebaikannya diikuti orang lain maka boleh.
  2. Amal ibadah wajib seperti shalat wajib, puasa Ramadan, haji, zakat itu lebih utama ditampakkan supaya ditiru orang dan tidak menimbulkan prasangka buruk (dikira tidak melakukan).

URAIAN JAWABAN

Syaikh Izzuddin bin Abdussalam dalam kitab Qawaid al-Ahkam fi Qawaid Al-Anam hlm. 1/124 menyatakan definisi riya sebagai berikut:

الرياء إظهار عمل العبادة لينال مظهرها عرضا دنيويا إما بجلب نفع دنيوي ، أو لدفع ضرر دنيوي ، أو تعظيم أو إجلال ، فمن اقترن بعبادته شيء من ذلك أبطلها لأنه جعل عبادة الله وطاعته وسيلة إلى نيل أعراض خسيسة دنية ، فاستبدل الذي هو أدنى بالذي هو خير ، فهذا هو الرياء الخالص .

وأما رياء الشرك فهو أن يفعل العبادة لأجل الله ولأجل ما ذكر من أغراض المرائين وهو محبط للعمل أيضا ، قال تعالى : { من عمل عملا أشرك فيه غيري تركته لشريكه وفي رواية : تركته لشريكي }

Artinya: Riya’ adalah menampakkan amal ibadah untuk tujuan kemanfaatan duniawi atau menolak kemudaratan (bahaya) duniawi, atau pengagungan diri. Barangsiapa yang ibadahnya bersamaan dengan salah satunya maka (pahala) ibadahnya batal. Dia telah menjadikan ibadah dan ketaatan pada Allah untuk mencapai tujuan yang rendah. Dia telah menukar yang baik dengan yang rendah. Ini adalah bentuk riya’ yang murni.

Adapun riya syirik adalah melakukan ibadah karena Allah dan karena faktor-faktor yang disebut di atas. Ini juga membatalkan (pahala) amal. Nabi bersabda dalam hadits riwayat Muslim, Allah berfirman, “Barangsiapa melakukan amalan yang menyekutukan selain aku, maka aku meninggalkan amalan itu untuk sekutuku.”

Selanjutnya, dalam halaman yang sama Izzuddin Ibnu Abdissalam membagi orang yang pamer ibadah (Arab, sum’ah) menjadi dua golongan:

أحدهما تسميع الصادقين وهو أن يعمل الطاعة خالصة لله، ثم يظهرها ويسمع الناس بها ليعظموه ويوقروه وينفعوه ولا يؤذوه. وهذا محرم وقد جاء في الحديث الصحيح: “من سمع سمع الله به. ومن راءى راءى الله به، وهذا تسميع الصادقين”.

الضرب الثاني: تسميع الكاذبين وهو أن يقول صليت ولم يصل، وزكيت ولم يزك، وصمت ولم يصم، وحججت ولم يحج، وغزوت ولم يغز. فهذا أشد ذنبا من الأول لأنه زاد على إثم التسميع إثم الكذب، فأتى بذلك معصيتين قبيحتين، بخلاف الأول فإنه آثم إثم التسميع وحده

وكذلك لو راءى بعبادات ثم سمع موهما لإخلاصها فإنه يأثم بالتسميع والرياء جميعا . وإثم هذا أشد إثما من الكاذب الذي لم يفعل ما سمع به ، لأن هذا أثم بريائه وتسميعه وكذبه ثلاثة آثام

Artinya: Golongan pertama, pamernya orang yang jujur yaitu dia melakukan ketaatan murni karena Allah, lalu memamerkannya pada orang lain supaya mereka memujinya, mengaguminya, mendapat manfaat darinya dan tidak menyakitinya. Ini hukumnya haram berdasarkan hadis sahih, “Siapa yg menampakkan amalannya agar di dengar orang lain, niscaya Allah beberkan aibnya pada hari kiamat,dan siapa yang menamapakkan amalannya agar di lihat (lalu dipuji) orang, niscaya Allah mempermalukannya pada hari kiamat.” Ini sum’ah orang yang jujur.

Golongan kedua, pamernya pembohong. Yaitu ia berkata “aku shalat”, tapi tidak shalat; “Aku zakat”, tapi tidak zakat, “Aku puasa” tapi tidak puasa, “Aku haji” tapi tidak haji, “Aku berperang” tapi tidak berperang. Ini adalah dosa yang lebih parah karena selain pamer juga bohong sehingga dia melakukan dua dosa. Sedangkan yang pertama hanya dosa pamer saja.

Begitu juga apabila seseorang memperlihatkan amal ibadahnya (riya) lalu mengabarkannya pada orang lain (sum’ah) dengan mengira dia ikhlas, maka ia berdosa karena dua hal yaitu sum’ah dan riya’ sekaligus. Dosa jenis ini lebih berat daripada bohong atas amal yang tidak dikerjakannya. Karena ini dosa karena riya, sum’ah dan bohong.

MENAMPAKKAN IBADAH YANG DIBOLEHKAN ISLAM

  1. Izzuddin bin Abdissalam menyatakan ada kalanya menampakkan ibadah itu dibolehkan.

ومن أمن الرياء لقوة في دينه فأخبر بما فعله من الطاعات ليقتدي الناس به ، كان له أجر طاعته التي سمع بها وأجر تسببه إلى الاقتداء في تلك الطاعات التي سمع بها على اختلاف رتبها

Artinya: Orang yang aman dari rasa riya karena agamanya sudah sangat kuat lalu mengabarkan pada orang lain amal saleh yang telah dilakukannya dengan tujuan agar diikuti oleh orang lain, maka hukumnya boleh dan ia mendapat pahala amalnya dan pahala amal orang yang menirunya sesuai dengan perbedaan tingkatannya.

  1. Imam Nawawi dalam Al-Majmuk hlm. 6/228 menyatakan bahwa amal ibadah yang wajib juga boleh dan sebaiknya ditampakkan apabila tidak takut riya:

الأفضل في الزكاة إظهار إخراجها ; ليراه غيره فيعمل عمله ، ولئلا يساء الظن به , وهذا كما أن الصلاة المفروضة يستحب إظهارها , وإنما يستحب الإخفاء في نوافل الصلاة والصوم

Artinya: Yang paling utama dalam soal zakat adalah menampakkanya supaya dilihat dan ditiru orang lain dan agar tidak timbul buruk sangka. Begitu juga shalat wajib sunnah ditampakkan. Sedangkan yang sunnah disembunyikan adalah shalat dan puasa sunnah.

Ibnu Battal dalam Syarah Bukhari hlm. 3/420 menyatakan: Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama mujtahid bahwa memberitahukan amal zakat wajib itu lebih utama daripada merahasiakannya. Dan bahwa merahasiakan sedekah sunnah itu lebih utama daripada mengumumkannya .. begitu juga semua amal ibadah wajib dan amal ibadah sunnah semuanya.

Dalam Al-Masu’ah Al-Fiqhiyah hlm. 23/301 dikatakan: Menampakkan dan memberitahukan saat mengeluarkan zakat wajib … Tabari berkata: Ulama sepakat (ijmak) bahwa menampakkan amal ibadah yang wajib itu lebih utama. Adapun firman Allah dalam QS Al-Baqarah 2:271 maka itu relevansinya pada sedekah sunnah dan shalat sunnah.

CATATAN:

– Riya’ adalah menampakkan perbuatan amal ibadah di depan orang lain seperti berzakat diliput media.

– Sum’ah atau tasmi’ adalah tidak menampakkan amal ibadahnya, tapi memberitahukannya pada orang lain. Misalnya, selesai shalat tahajud lalu menulis update status di Facebook atau Twitter, “Alhamdulillah, baru saja selesai tahajud.”

– Dua istilah di atas adalah istilah dalam bahasa Arab. Sedangkan dalam bahasa Indonesia keduanya disebut riya’.

WALLOHU A’LAM

Leave your comment here: