MENGETAHUI KETENTUAN ISTIQOMAH DAN HAKIKAT TAKABUR

MENGETAHUI KETENTUAN ISTIQOMAH DAN HAKIKAT TAKABUR

ISTIQOMAH

Definisi atau Ta’rif istiqomah

الاستقامة : هي سلوك الطريق المستقيم، وهو الدين القويم من غير تعويج عنه يمنة و لا يسرة، و يشمل ذلك فعل الطاعات كلها الظاهرة و الباطنة و ترك المنهيات كلها كذلك “

Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.

Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali.

Sedangkan menurut Ibnu Hajar dalam Fathul baari syarh shohih bukhori,beliau menjelaskan :

قوله : استقيموا ) أي اسلكوا طريق الاستقامة وهي كناية عن التمسك بأمر الله تعالى فعلا وتركا

Firman Allah lafadz “استقيموا ” ya’ni : Tempuhlah jalan (agama) dengan istiqomah.

Istiqomah ialah kinayah atau kiasan dari Tamassuk (berpegang teguh) pada perintah Allah SWT,baik perintah untuk mengerjakan dan perintah larangan untuk meninggalkan.

Keterangan lain dalam Durrotun Nashihin Hal 200

قال بعضهم الاستقامة باربعة اشياء الطاعة في مقابلة الامر ،والتقوي في مقابلة النهي ، والشكر في مقابلة النعمة ، والصبر في مقابلة الجنة

Berkata sebagian Ulama : ” Istiqomah terdapat pada empat perkara : Taat ketika menjalankan perintah-Nya, Taqwa ketika menjauhi larangan-Nya , Syukur ketika mendapatkan ni’mat-Nya dan Sabar ketika menempuh jalan yang menghantarkannya ke syurga “.

TAKABUR

Dalam kitab “Bariqoh Mahmudiyah” di sebutkan:

كتاب “بريقة محمودية في شرح طريقة محمدية وشريعة نبوية” – (ج 3 / ص 175 -176 ):

( وَالتَّكَبُّرُ حَرَامٌ ) عَلَى كُلِّ أَحَدٍ ؛ لِأَنَّهُ عَظِيمُ الْآفَاتِ وَمَنْبَعُ أَكْثَرِ الْبَلِيَّاتِ وَمُوجِبُ سُرْعَةِ عُقُوبَةِ اللَّهِ تَعَالَى ؛ لِأَنَّهُ لَا يَحِقُّ إلَّا لَهُ تَعَالَى فَإِذَا فَعَلَ الْعَبْدُ مَا يَخْتَصُّ بِالْمَوْلَى اشْتَدَّ غَضَبُ الْمَوْلَى ( إلَّا عَلَى الْمُتَكَبِّرِ ) مِنْ النَّاسِ فَالتَّوَاضُعُ عَلَى الْمُتَكَبِّرِ لَيْسَ بِجَائِزٍ .

قَالَ الْمُنَاوِيُّ : عَنْ الْغَيْرِ إذَا أَغْضَبَك أَحَدٌ بِغَيْرِ شَيْءٍ فَلَا تَبْتَدِئْهُ بِالصُّلْحِ ؛ لِأَنَّك تُذِلُّ نَفْسَك فِي غَيْرِ مَحَلٍّ وَتُكْبِرُ نَفْسَهُ بِغَيْرِ حَقٍّ وَمِنْ ثَمَّةَ قِيلَ الْإِفْرَاطُ فِي التَّوَاضُعِ يُورِثُ الْمَذَلَّةَ ، وَالْإِفْرَاطُ فِي الْمُؤَانَسَةِ يُورِثُ الْمَهَانَةَ وَإِذَا اُتُّفِقَ أَنْ يُقَامَ الْعَبْدُ فِي مَوْطِنٍ فَالْأَوْلَى فِيهِ ظُهُورُ عِزَّةِ الْإِيمَانِ وَجَبَرُوتِهِ وَعَظَمَتِهِ لِعِزِّ الْمُؤْمِنِ وَعَظَمَتِهِ وَأَنْ يَظْهَرَ فِي الْمُؤْمِنِ مِنْ الْأَنَفَةِ وَالْجَبَرُوتِ مَا يُنَاقِضُ الْخُضُوعَ وَالذِّلَّةَ فَالْأَوْلَى إظْهَارُ مَا يَقْتَضِيهِ ذَلِكَ الْمَوْطِنُ فَهَذَا مِنْ بَابِ إظْهَارِ عِزَّةِ الْإِيمَانِ بِعِزَّةِ الْمُؤْمِنِ ( فَإِنَّهُ قَدْ وَرَدَ فِيهِ أَنَّهُ صَدَقَةٌ ) عَلَى مَنْ تَكَبَّرَ عَلَيْهِ كَمَا وَرَدَ : التَّكَبُّرُ عَلَى الْمُتَكَبِّرِ صَدَقَةٌ ؛ لِأَنَّهُ إذَا تَوَاضَعْت لَهُ تَمَادَى فِي ضَلَالِهِ وَإِذَا تَكَبَّرْت عَلَيْهِ تَنَبَّهَ .

وَمِنْ هُنَا قَالَ الشَّافِعِيُّ تَكَبَّرْ عَلَى الْمُتَكَبِّرِ مَرَّتَيْنِ وَقَالَ الزُّهْرِيُّ التَّجَبُّرُ عَلَى أَبْنَاءِ الدُّنْيَا أَوْثَقُ عُرَى الْإِسْلَامِ .

وَعَنْ أَبِي حَنِيفَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى أَظْلَمُ الظَّالِمِينَ مَنْ تَوَاضَعَ لِمَنْ لَا يَلْتَفِتُ إلَيْهِ وَقِيلَ قَدْ يَكُونُ التَّكَبُّرُ لِتَنْبِيهِ الْمُتَكَبِّرِ لَا لِرِفْعَةِ النَّفْسِ فَيَكُونُ مَحْمُودًا كَالتَّكَبُّرِ عَلَى الْجُهَلَاءِ وَالْأَغْنِيَاءِ .  قَالَ يَحْيَى بْنُ مُعَاذٍ : التَّكَبُّرُ عَلَى مَنْ تَكَبَّرَ عَلَيْك بِمَالِهِ تَوَاضُعٌ…)

Takabbur (sombong) hukumnya haram atas setiap orang. Karena sombong merupakan malapetaka yang besar dan merupakan sumber banyaknya bencana serta mempercepat siksaan Allah Ta’ala. karena tidak berhak untuk sombong kecuali Allah Ta’ala. maka ketika seorang hamba melakukan sesuatu yang hanya khusus bagi Allah maka Allah Ta’ala sangat murka, kecuali jika sombong terhadap manusia yang sombong. Maka tawadldlu’ terhadap orang yang sombong itu tidaklah diperbolehkan.

Al-Munawi berkata dari yang lain ketika seseorang membuatmu marah tanpa sebab maka jangan mengawali untuk berdamai, karena engkau menghinakan diri pada bukan tempatnya, engkau mengagungkan dengan tanpa haq, dan karena itu dikatakan terlalu berlebihan dalam tawadldlu’ menyebabkan orang terhina. dan berlebihan dalam.

Dan berlebihan dalam bersikap ramah itu menyebabkan tercela/terhina. Ketika seorang hamba sudah ditentukan ditempat di suatu medan peperangan, maka yang lebih utama baginya adalah menampakkan mulyanya, perkasanya dan agungnya keimanan untyk kemulyaan dan keagungan orang mu’min, dan menampakkan dalam diri orang yang beriman dari harga diri dan keperkasaan terhadap hal yang berseberangan dengan sikap rendah diri dan menghinakan diri. maka yang lebih utama menampakkan sesuatu yang menuntut/menunjukkan terhadap medan peperangan, maka ini termasuk menampakkan kemulyaan iman dengan kemulyaan orang yang beriman. Karena sesungguhnya telah datang perkataan yang menjelaskan bahwa bersikap sombong terhadap orang yang sombong adalah shodaqoh. Karena ketika engkau merendah diri kepada orang yang sombong maka dia akan terus menerus dalam kesesatan, dan ketika engkau bersikap sombong terhadap orang yang sombong maka dia akan tergerak dan mengerti (menyadari).

Dan dari sini Imam Asy-Syafii berkata : bersombong terhadap orang yang sombong dengan dua kali. Az-Zuhriy berkata : bersikap perkasa terhadap anak-anak dunia (kiasan terhadap orang yang cinta dan mementingkan dunia) itu lebih terpercayanya sisi islam. Dari Abu Hanifah rohimahullohu ta’ala paling dholimnya orang yang dholim adalah orang yang tawadldlu’ terhadap orang yang tidak menoleh / memperhatikan padanya. Dan dikatakan : terkadang sikap sombong itu untuk memperingatkan/menyadarkan orang yang sombong bukan karena mengangkat diri sendiri, maka sikap sombong itu terpuji seperti sombong terhadap orang-orang yang bodoh dan orang-orang kaya. Yahya bin Mu’adz berkata : Bersikap sombong terhadap orang yang dengan hartanya bersikap sombong terhadapmu itu merupakan tawadldlu’.

Wallohu a’lam.

Leave your comment here: