FUTUH (TERBUKANYA MATI) SEBAGAI KEBUTUHAN RUHANI MANUSIA

FUTUH (TERBUKANYA MATI) SEBAGAI KEBUTUHAN RUHANI MANUSIA

Futuh Islam di akhir zaman telah diisyaratkan melalui beberapa riwayat hadis sahih. Pengertian futuh adalah terbukanya kebenaran agama Allah. Hal ini disebut sebagai kemenangan yang hakiki.

Allah akan menunjukkan Islam yang sesungguhnya (seperti yang dibawa oleh Rasulullah Saw), bukan yang dipikirkan oleh manusia.

Yang disebut futuh (kemenangan) akhir zaman bukanlah berupa kemenangan dengan menguasai wilayah-wilayah, negeri-negeri, atau kedudukan (kekuasaan). Hal itulah yang selama ini diburu, dicari dan diperjuangkan, sehingga pada akhirnya hanya menimbulkan conflict interest di antara umat manusia.

Sampai saat ini sudah banyak catatan konflik antar negara yang disebabkan karena berebut batas wilayah.

Ketika terjadi futuh Mekah, orang-orang Quraisy semula mengira dengan takluknya kota suci di tangan kaum muslimin, Rasulullah Saw akan menduduki kekuasaan sebagaimana para penguasa pada umumnya dan selanjutnya akan melakukan tindakan balasan atas apa yang telah diperbuat orang-orang Quraisy terhadap diri Beliau Saw beserta orang-orang yang beriman sebelumnya.

Rasulullah Saw saat itu menghalau mereka di depan Ka’bah, kemudian Beliau naik dan berdiri di depan pintu Ka’bah. Dalam khutbahnya Beliau Saw menyampaikan: ‘Aku bukanlah ingin menjadi raja yang berambisi terhadap kekuasaan. Tapi aku adalah Utusan Allah yang menyampaikan Risalah Allah kepada kalian! Maka pada hari ini aku bebaskan kesalahan-kesalahan kalian!’

Orang-orang Quraisy yang sudah takluk itu merasa kaget karena apa yang didesas-desuskan selama ini tentang ambisi Nabi Muhammad terhadap kekuasaan di tanah Arab tidaklah terbukti.

Kenyataan tersebut membuat orang-orang yang masuk Islam dengan berbondong-bondong tidak terbendung lagi. Dan turunlah Surat An Nashr, yang menegaskan futuh (kemenangan) agama Allah.

Hati orang-orang Quraisy yang terbuka dalam menerima ajaran Islam ini disebut sebagai kemenangan yang hakiki. Kemudian Allah memerintahkan untuk bertasbih: ‘fasabbih bihamdi robbika wastaghfirhu’.

Tuntunan Islam ketika mendapatkan kemenangan hakiki (sadarnya orang yang keras kepala) adalah dengan bertasbih-tahmid-istighfar, bukan bertepuk tangan atau pesta pora.

Kebanyakan umat Islam hari ini menganggap kemenangan Islam itu dalam bentuk diraihnya kekuasaan, atau berlimpahnya harta. Padahal yang dimaksud dengan futuh Islam di akhir zaman adalah dibukakan kebenaran Islam yang sesungguhnya ke dalam hati orang-orang yang ingkar.

Dalam rangka menyambut futuh Islam yang sesungguhnya tersebut perlu diwujudkan dengan perjuangan yang maksimal, sebagaimana masa panjang perjuangan Toh-tohan (maksimal)  Nabi Saw bersama para sahabat (sekitar 21 tahun).

Islam benar-benar terwujud nyata sebagai agama yang mempersatukan, toleran, jauh dari sikap/tindakan ekstrim, menanamkan nilai-nilai yang luhur, membangun masyarakat yang baik.

Islam hadir dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya dalam bentuk ayat per ayat atau surat per surat. Hasil didikan selama 22 tahun, melahirkan kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berekonomi, yang baik bagi para sahabat ra yang telah digembleng selama 22 tahun. Futuh adalah sebagai bukti kebenaran dan kemuliaan ajaran Islam.

Pentingnya meraih futuh (terbukanya mata hati)

Makna “Fath” (jamaknya futuh) adalah terbuka mata hati (dalam menerima kebenaran). Mayoritas ulama menafsirkannya dengan kemenangan. Makna kemenangan sesungguhnya adalah terbukanya hati-hati manusia, sehingga manusia menerima kebenaran. Bukan berupa kejayaan meraih kekuasaan dan sumber daya alam dari pihak lain.

Kita telah mengenal Hari Ied sebagai hari kemenangan. Karena pada hari itu seluruh orang-orang beriman tunduk melaksanakan perintah Allah Swt, sehingga diberi ampunan dosa dan kesucian bagai bayi baru dilahirkan. Inilah pengertian makna futuh atau kemenangan yang sesungguhnya. Makna dalam  ayat selanjutnya disebutkan, “Liyaghfiro Lakallaahu maa takoddama min dzanbika wa maa taakh-khoro”. (dengan terbukanya hati menyebabkan ampunan atas segala dosa, baik yang terdahulu maupun yang akhir).

Jadi nilai sepiritual-lah yang didapat dari futuh,bukan nilai materi yang diidam-idamkan banyak orang.

Jika hati tersambung maka gerak gerik kita dibawah keinginan Allah Swt. Sebaliknya jika tidak tersambung, pembawaan gerak gerik kita kepada hal-hal yang buruk. Mata, telinga, lisan, tangan, kaki hatinya akan bergerak kepada hal-hal negatif. Maka kunci ilmu tasawuf sebagai turunan diferensi Rukun Ihsan adalah menyambungkan hati kepada Allah Swt.

Ketika umat islam pada abad 1 Hijriah mengalami fitnah besar setelah wafat Nabi Muhammad Saw, sahabat-sahabat utama terbunuh. Setelah massa itu orang yang sungguh-sungguh  beribadah kepada Allah Swt tidak merasa cukup dengan “qoola waqiilaa” (katanya dan katanya), namun perlu adanya pembimbing. Mereka merindukan zaman Rsulullah Saw,dimana seluruh gerak-gerik para Sahabat RA berada dalam pantawan Rasullullaha Saw.

Rasulullah Saw membimbing para sahabat RA di segala aspek, baik di pasar, berkebun, rumah, maupun peperangan. Betapa Islam itu bersifat praktik (aplikatif). Tidak cukup dengan teori, tapi membutuhkan figur yang membimbing dan mencontohkan.

Lalu dengan kondisi tersebut, apa yang dilakukan oleh orang-orang pencinta kebenaran yang ingin beribadah dengan tulus?

Langkah pertama, membersihkan jiwa dari penyakit-penyakit batin berupa “hubud dunya”, cinta yang berlebih-lebihan mengalahkan cinta kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Inilah yang namanya penyakit materialistis. Sehingga segala-galanya di ukur dengan harta karena hatinya dipenuhi oleh kecintaan kepada dunya. Ini adalah penyakit berbahaya.

Ada yang bernama “hubburri asah”, cinta kepada kekuasaan atau jabatan, seolah-olah dengan jabatan ia bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya.

Ada penyakit takabur, mrasa besar atau tinggi, apakah ilmu, jabatan, status sosial, ketampanan, atau keturunan. Penyskit-penyakit batin tersebut akan mengganggu atau menjauhkan diri kita dari Allah Swt.

Pernah disampaikan bagiamna ajakan dakwah Nabi Musa AS kepada Firaun, penguasa zalim, jahat, sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

Yang didakwahkan pertama kali kala itu adalah “Sudikah kiranya kamu membersihkan jiwamu dari penyakit batin?” Firaun di kuasai olehn penyakit takabur, sehingga tindakanya menjadi sewenang-wenang.

“Jika engkau sudi membersihkan kesombongan ‘hubb ar-riasah’, maka aku hantarkarkan aku kepada Tuhanm”.

Seorang tidak akan sampai kepaa Allah Swt jika hatinya tertanam rasa takabur.

“Engkau akan takluk, malu dihadapan Tuhanmu”. Inilah materi pertama yang di dakwahkan Nabi Musa kepada Firaun, burapa pembersihan hati dari penyakit batin.

Kembali kepada urayan semula. Ketika itu ada orang yang tidak puas dengan “katanya dan katanya” tanpa adanya figur pembimbing, maka langkah pertama yang dilakukan mereka adalah pembrsihan jiwa, yang diiringi dengan upaya mengolah rohani (riyadhah ruhiah). Hancurnya sendi-sendi sosial, pranata ekonomi,maupun kehidupan masyarakat dan bernegara karna manusia di kuasai penyakit batin.

Langkah kedua, menghiasi jiwa/hati dengan keindahan-keindahan (tashifiyatul qalbi). Dari jiwa kotor yang telah dibersihkan dengan kontinyu, lalu dihiasi dengan sifat-sifat Allah yang mulia dengan akhlak Nabi Muhammad Saw. Yang dilakukan untuk hal tersebut adalah untuk memprbanyak zikir atau menyebut Nama-nama Allah yang indah dan mulia maka disitulah ada makna ruhiyah yang masuk kedalam jiwanya.

Ketika menghayati makna “laailaaha illaah”, maka akan masuk kedalam jiwa. Ketika kalimat “thoyyibah” selalu disebut berulang-ulang dan dimaknai, maka jiwa akan merasa dekat dan tidak mau lepas dari Allah. Ia akan dapat mewarnai dan menghiasi jiwa.

Di samping itu Allah Swt memerintahkan membaca salawat. Innallaahawa mala-ikatahu yusholluna’alan nabiy. Yaa ayyuhalladzina aamanuu shoolu’alayhi wa sallimu tasliimaa,”Sesungguhnya Allah dan para malaikat bersalawat kepada Nabi MuhamMad Saw. (Oleh karnanya) wahai orang yang beriman sampaikanlah salawat dan salam kalian kepadanya).

Hukum bersolawat adalah wajib. Salat tidak sah tanpa bersalawat kepada Beliau Saw. Hingga hari ini apakah kita sudah membaca salawat kepadnya?

Anak-anak zaman sekarang banyak mengidolakan artis. Pakaiannya ditiru-tiru, gaya rambut, topi, tas, lengkak-lengkok sepatunya diikuti. Tidak peduli apakah pantas atau tidak apa yang mereka expresikan. Hal ini semata dilakukan karena cinta.

Tanpa “mahabbah” tidak akan seseorang menjalankan sunah Rasullullah. Dengan membaca salawat, maka akhlak Rasulullah Saw menghiasi jiwa. Akan terbentuk karakter yang sesuai dengan apa yang diridhai Allah Swt dan Rasul-Nya. Misalnya cinta kepada pasangan karena Allah Swt bukan karena ketampanan, harta atau keturunan  yang tidak bersifat langgeng.

Langkah ketiga, setelah kedua tahap tersebut dilakukan selanjutnya meningkatkan kepada tahap “Tahzibul Akhlaq”, mewujudkan akhlak mulia dalam berbagai aspek kehidupan. Imam Ghazali mengatakan ‘ghayatut taswuf huwa akhlakul kariimah”. (puncak tasawuf adalah akhlak yang mulia). Baik terhaDap diri, keluarga, tetangga, masyaakat, bahkan alam semesta.

Buah dari ketiga, proses tadi adalah melahirkan jiwa yang futuh, sebagaimana yang diterima Rasulullah Saw. “Innaa fatahnaa laka fathan mubiina”. (sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata).

Jika hati masih tertutup, panggilan Allah Swt unuk melaksanakan perintah-Nya tidak akan direspon, padahal panggilan tersebut untuk memuliyakan dirinya. Tidak sedikitpun kemuliaan Alah Swt bertambah dengan ketaatan yang dia lakukan. Futuh itu, terbukanya pintu hati menjadi pintu gerbang meraih anugrah besar lainnya.

Ajaran islam tidak dimaknai secara teks, tapi jiwa merasa keagungan dibawah bimbingan islam. Jiwa yang merasakan keagungan tersebut tidak ingin lepas dengannya. Oleh sebab itu mengapa para sahabat Nabi rela melakukan hijrah meninggalkan kampunng halamannya. Karena iman sudah dirasakan manis. Salat, berinfak,  menghadiri majlis sudah dirasakan manis. Ibadah akan dirasakan pahit jika disikapi oleh hawa nafsu. Sebaliknya jalan menujiu neraka dikelilingi hal-hal yang menyenangkan karena disikapi dengan hawa nafsu pula. Akhlak paripurna diawali dengan keterbukaan mata hati.

Semoga kita semua merasakan futuh (terbuka hati) akan keagungan dan kebesaran dibalik ajaran Agama Allah Swt ini. Amin…

Leave your comment here: