FAROIDL : PENGKLASIFIKASIAN AHLI WARIS MENJADI EMPAT KELOMPOK

FAROIDL : PENGKLASIFIKASIAN AHLI WARIS MENJADI EMPAT KELOMPOK

Adapun ahli waris ada empat kelompok, sebagaimana berikut.

1) Kelompok yang hanya mendapatkan bagian pasti (furudh). Kelompok ini ada tujuh orang, yaitu suami, istri, ibu, nenek dari ibu, nenek dari ayah, saudara seibu, dan saudari seibu. Ringkasnya mereka adalah ibu dan kedua anaknya, kakek nenek, dan suami istri.

2) Kelompok yang hanya mendapatkan sisa (ashabah). Kelompok ini ada dua belas orang, yaitu ashabah bin nafsi selain ayah dan kakek, tuan yang telah memerdekakan dan tuan perempuan yang memerdekakan.

3) Kelompok yang kadangkala mendapatkan bagian pasti dan kadang pula sisa bahkan kadangkala secara bersamaan. Kelompok ini ada dua orang yaitu ayah dan kakek yang menerima sisa. Keduanya mendapatkan warisan seperenam jika bersamaan dengan anak laki atau cucu dari anak laki-laki. Mereka menerima sisa ketika mayat tidak meninggalkan keturunan. Dan mereka mendapatkan bagian pasti dan sisa apabila bersama ahli waris perempuan.

4. Kelompok yang kadang mendapatkan bagian pasti dan juga mendapatkan sisa, namun keduanya tidak bisa didapatkan secara bersama pada waktu yang sama. Mereka ada empat orang, yaitu anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, saudari kandung, dan saudari seayah. Kelompok ini akan mendapatkan bagian pasti bila tidak ada ahli waris yang mengakibatkannya mendapatkan sisa.

■ Klasifikasi Hak Waris Laki-Laki dan Perempuan

a. Hak Waris Ayah

Ayah mendapatkan seperenam bila bersama anak laki atau cucu lelaki dari anak laki-laki. Bila tidak terdapat cucu lelaki dari anak laki-laki, ayah mendapatkan ashabah. Lebih jelasnya sebagaimana berikut.

1) Ayah mendapatkan seperenam sebagai bagian pastinya dan memperoleh seperenam ketika ada keturunan laki-laki yang mendapatkan warisan seperti anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, walau ke bawah. Allah SWT berfirman, “ Untuk kedua ibu bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan jika dia (yang meninggal) mempunyai anak ,” (QS. an-Nisa’ [4]: 11).

2) Ayah mendapatkan ashabah saja dan memperoleh semua harta peninggalan jika tidak ada ahli waris sama sekali, laki-laki atau perempuan. Misalnya seseorang meninggal dunia dan ahli warisnya hanyalah ayah. Ayah dalam hal ini menjadi ashabah bin nafsi. Ayah mendapatkan sisa setelah harta warisan dibagikan kepada ahli waris yang mendapatkan bagian pasti, contoh seseorang wafat meninggalkan ayah dan istri. Maka, istri mendapatkan seperempat dan ayah mendapatkan sisa tirkah.

3) Ayah mendapatkan seperenam dan sekaligus mendapatkan ashabah ketika bersama keturunan yang berhak mendapatkan warisan dari kalangan perempuan, baik anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki walau ke bawah. Misalnya, seseorang wafat meninggalkan ayah dan anak perempuan maka anak perempuan itu mendapatkan seperdua, ayah seperenam dan sisa.

b. Hak Waris Kakek

Kakek yang mendapatkan ashabah adalah kakek yang jalur nasabnya sampai kepada mayat tidak melalui perempuan. Jika jalur nasab kakek kepada mayat melalui jalur perempuan maka tidak mendapatkan warisan. Kakek itu seperti ayah, ketika tidak ada ayah dan tidak terdapat saudara atau saudari kandung.

Apabila kakek tidak bersama dengan beberapa saudara atau saudari, dia mendapatkan seperenam jika bersama dengan anak laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. Kakek mendapatkan warisan melalui jalur ashabah bila tidak ada anak laki-laki atau cucu laki dari anak laki-laki.

• Kakek dan Para Saudara

Jika kakek bersama beberapa saudara dan saudari kandung atau seayah, maka kadangkala kakek mendapatkan bagian pasti dan kadang mendapatkan ashabah. Penjelasannya sebagai berikut.

1) Jika tidak ada ahli waris yang mendapatkan bagian pasti selain kakek dan para saudara dan saudari, maka mereka mendapatkan sama rata. Ahli waris perempuan mendapatkan sisa kalau memang harta warisan itu tidak berkurang dari sepertiga dari seluruh harta yang ada. Namun, bila kurang yang dari itu, kakek hanya mendapatkan sepertiga dan sisanya diberikan kepada para saudara dan saudari dengan acuan bahwa bagian laki-laki dua kali lipat dari bagian perempuan.

Contoh: (1) kakek bersama satu saudari atau lebih. (2) kakek bersama satu saudara atau lebih, dan satu saudari atau lebih. Maka dalam hal ini, harta warisan dibagikan dengan sama rata (muqasamah) dengan acuan bahwa bagian laki-laki dua kali lipat dari bagian perempuan.

2) Apabila kakek bersama ahli waris yang mendapatkan bagian pasti atau bersama ahli waris berjumlah lebih dari satu, maka ahli waris itu diberikan haknya yaitu mendapatkan bagian pasti dan sisanya diberikan kepada kakek setelah pembagian untuk ahli waris lainnya selesai.

Adapun cara penyelesaian permasalahan ini dengan menggunakan tiga cara; muqasamah (dibagi rata), sepertiga sisa, dan atau mendapatkan seperenam dari seluruh tirkah.

Contohnya sebagai berikut.

• Suami, kakek, dan saudara. Maka cara pembagian dengan menggunakan muqasamah adalah yang terbaik. Asal masalahnya adalah dua dan tashihul masalahnya empat dengan perincian sebagai berikut. Suami mendapatkan seperdua, kakek apabila menggunakan muqasamah mendapatkan seperempat, dan itu lebih sempurna daripada mendapatkan seperenam dari semua harta dan sepertiga dari sisa tirkah.

• Dua anak perempuan, dua saudara, dan kakek. Seperenam lebih baik bagi kakek karena asal masalahnya adalah enam. Seperenam dari enam asal masalah lebih baik baginya. Dengan demikian kakek mendapatkan satu, dua anak perempuan mendapatkan empat, dan dua saudara mendapatkan satu. Dari bilangan seperdua menjadi terpecah, maka bilangan dua dikalikan dengan asal masalah hasilnya dua belas. Dengan demikian kakek mendapatkan seperenam, yaitu dua dan itu lebih baik baginya daripada muqasamah karena seperenam merupakan pengganti dari satu sepertiga, dan begitu juga sepertiga dari sisa.

• Istri, tiga saudara, dan kakek. Mendapatkan sepertiga sisa dari harta warisan lebih baginya.

• Dua anak perempuan, ibu, kakek, dan tiga saudara atau lebih. Maka penyelesaiannya adalah sebagai berikut. Dua anak perempuan mendapatkan sepertiga, ibu seperenam, kakek seperenam, dan para saudara tidak mendapatkan bagian.

Apabila para saudara kandung dan saudara seayah berkumpul, maka penyelesaiannya adalah ketika diselesaikan dengan muqasamah para saudara kandung mengambil bagian kakek dan saudara seayah. Contoh kakek, saudara kandung dan saudara seayah. Maka pembagiannya adalah kakek mendapatkan sepertiga, saudara kandung mendapatkan dua p e rtiga; sepertiga dengan cara muqasamah dan sepertiga lainnya didapatkan dari bagian saudara seayah karena bagiannya terhalangi oleh saudara kandung, maka haknya dikembalikan kepada mereka.

Namun, jika saudari kandung itu sendirian, dia mendapatkan seperdua. Sisanya diberikan kepada saudara seayah. Dan bila tidak terdapat saudara seayah maka saudari kandung mendapatkan sepertiga yang diambil dari bagian kakek. Apabila ada saudara seayah maka bagian kakek dikembalikan kepadanya. Asal masalah adalah lima dengan menghitung jumlah bilangan kepala (‘adadi ar-ru’us ).

Tashihul masalahnya menjadi sepuluh. Maka, saudari itu mendapat dua p e rtiga dari bagian muqasamah, saudara mendapatkan empat tapi yang diberikan hanya tiga, dan saudara seayah mendapatkan bagian satu saja.

Saudari kandung atau seayah ketika tidak ada saudara dan bersama dengan kakek tidak boleh diberikan bagian pasti terkecuali dalam masalah akdariyah , yaitu suami, ibu, kakek, dan saudari kandung. Maka, suami mendapatkan seperdua, ibu mendapatkan sepertiga, dan kakek mendapatkan seperenam. Harta warisan menjadi habis terbagi, padahal dalam pewarisan itu, tidak ada ahli waris yang menghalangi saudari kandung. Solusinya adalah dengan meninggikan (‘aul) asal masalah agar saudari kandung terpenuhi haknya. Asal masalah yang pada mulanya enam menjadi sembilan, dinaikkan tiga. Maka, suami mendapatkan tiga, ibu dua, dan sisanya untuk saudari dan kakek dengan ketentuan bahwa bagian laki-laki dua kali lipat dari bagian perempuan. Sisa tersebut dipecah menjadi tiga dan dikalikan dengan sembilan sehingga tashihul masalahnya duapuluh tujuh.

c. Hak Waris Nenek

Nenek adalah ibunya ibu atau ibu dari ibunya ibu dan begitu seterusnya, ibunya ayah atau ibu dari ibunya ayah dan begitu seterusnya, atau ibu dari ayahnya ibu dan begitu seterusnya mendapatkan seperenam harta warisan. Jika ada dua nenek dengan derajat yang sama maka mereka mendapatkan seperenam. Misalnya, ibunya ayah dan ibunya ibu atau ibu dari ibunya ayah dan ibu dari ayahnya ayah.

Bila salah satu dari mereka lebih dekat dengan orang yang mewariskannya, dan kedekatan itu dari jalur ibu, maka dia bisa menggugurkan bagian nenek yang jauh. Semisal ibunya ibu dengan ibu dari ibunya ayah. Apabila kedekatan itu dari jalur ayah, maka dia tidak bisa menggugurkan bagian nenek lainnya, bahkan keduanya mendapatkan seperenam dengan dibagi rata. Misalnya ibunya ayah dengan ibu dari ibunya ibu. Sedangkan ¡bu dari ayahnya ibu tidak mendapatkan hak waris karena mereka termasuk dzawill arham yaitu orang-orang yang tidak mempunyai hak waris.

d. Hak Waris Suami

Suami mendapatkan bagian pasti, yaitu seperdua bila tidak terdapat anak atau cucu dari anak laki-laki. Suami mendapatkan seperempat bila bersama salah satu dari dua ahli waris tersebut. Allah SWT berfirman, “ Bagian kalian (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kalian jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istri kalian) itu mempunyai anak, maka kalian mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya ,” (QS. an-Nisa’ [4]: 12).

e. Hak Waris Istri

Istri mendapatkan bagian pasti seperempat bila suami tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau keturunan yang mempunyai hak waris. Dia mendapatkan seperdelapan bila ada salah satu dari ahli waris tersebut. Allah SWT berfirman, “ Para istri memperoleh seperempat harta yang kalian tinggalkan jika kalian tidak mempunyai anak. Jika kalian mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kalian tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kalian buat atau (dan setelah dibayar) utang-utang kalian ,” (QS. an-Nisa’ [4]: 12).

f. Hak Waris Ibu

Ibu mendapatkan bagian pasti, yaitu sepertiga kalau memang tidak terdapat anak atau cucu dari anak laki-laki, perempuan atau laki-laki, dan tidak ada dua saudara dan saudari kandung, seayah atau seibu dan tidak dalam masalah umariyah atau ghura’ , yaitu ahli waris terdiri dari suami kedua orang tua, atau istri dan kedua orang tua. Allah SWT berfirman, “ Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga,” (QS. an-Nisá’ [4]-11). Ibu mendapatkan bagian pasti seperenam bila ternyata terdapat anak atau cucu dari anak laki-laki, dua saudara, atau dua saudari. Allah SWT berfirman, “ Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam,” (QS. an-Nisá’ [4]: 11).

Ibu mendapatkan sepertiga sisa dari pembagian suami istri yang disebut dalam masalah gharawain , yaitu komposisi ahli waris sebagai berikut: ibu, ayah, dan suami; atau istri, ibu, dan ayah. Maka untuk komposisi yang pertama, suami mendapatkan seperdua, yaitu tiga dari enam. Ayah mendapatkan sisa (ashabah).

Sedangkan ibu mendapatkan sepertiga sisa yang diperoleh dari sisa suami, yaitu satu bagian dari asal masalah (enam).

Adapun penyelesaian komposisi yang kedua adalah sebagai berikut. Istri mendapatkan seperempat dari asal masalah (dua belas) karena tidak ada ahli waris lainnya seperti anak, ayah mendapatkan sisa dari dua belas yaitu enam, ibu mendapatkan sepertiga sisa dari ayah, dan istri tiga bagian.

g. Hak Waris Anak Perempuan

Hak waris anak perempuan semata wayang adalah seperdua. Allah SWT berfirman, “ Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah(harta yang ditinggalkan) ,” (QS.an-.Nisá’[4]: 11). Dia mendapatkan dua p e rtiga apabila mereka berjumlah dua atau lebih. Allah SWT berfirman, “ Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan ,” (QS. an-Nisá’ [4]: 11).

Terkadang anak perempuan mendapatkan sisa karena ahli waris lainnya (ashabah bi ghairiha ) yaitu anak laki-laki. Maka, anak laki-laki memperoleh dua kali lipat bagian anak perempuan. Allah SWT berfirman, “ Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepada kalian tentang (pembagian warisan untuk) anak-anak kalian, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan ,” (QS. an-Nisá’ [4]: 11).

h. Hak Waris Cucu Perempuan dari Anak Laki-laki

Cucu perempuan, satu atau lebih memperoleh seperenam apabila bersama anak perempuan orang yang meninggal sebagai penyempurna dari dua p e rtiga. Hal ini mengacu pada keputusan Ibnu Mas’ud ra. Namun, bila cucu perempuan bersama dengan dua anak perempuan atau lebih, maka cucu perempuan tidak memperoleh sama sekali atau hak warisnya gugur. Ketika cucu perempuan lebih dari satu dan tidak ada anak perempuan, mereka memperoleh dua pe rtiga. Misalnya dalam komposisi berikut ini, ayah dan dua cucu perempuan, maka ayah memperoleh sisa sedangkan mereka memperoleh dua pertiga.

Terkadang cucu perempuan juga mendapatkan sisa bila bersama ahli waris yang mengakibatkan dia memperoleh sisa, yaitu cucu laki-laki dari anak laki-laki (muashib bi ghairiha ) dengan ketentuan bahwa cucu laki-laki memperoleh dua kali lipat bagian yang diperoleh cucu perempuan.

Dan mereka mendapatkan seperdua ketika sendirian dan tidak terdapat anak perempuan lainnya atau anak laki-laki, dan juga tidak terdapat ayah. Misalnya ayah, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan ibu. Maka, cucu perempuan itu mendapatkan seperdua, ibu mendapatkan seperenam, dan sisanya diperuntukkan ayah sebagai ahli waris ashabah dan bagian pasti. Hak waris cucu perempuan dari anak laki-laki terhalangi dengan adanya anak laki-laki, atau dua anak perempuan terkecuali ada ahli waris yang menyebabkan cucu perempuan itu mendapatkan sisa, yaitu cucu laki-laki dari anak laki-laki atau ke bawah yang mempunyai hak waris.

i. Hak Waris Saudari Kandung

Saudari memperoleh seperdua dengan syarat tidak ada ahli waris yang sederajat dengannya atau tidak ada ahli waris yang membuat dia memperoleh sisa, yaitu saudara sendiri atau saudara kandung. Firman Allah SWT, “ Jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudari, maka bagiannya (saudarinya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya,” (QS. an-Nisa’ [4]: 176). Saudari mendapatkan dua p e rtiga apabila berjumlah dua atau lebih serta tidak terdapat saudara kandung. Allah SWT berfirman, “ Tetapi jika saudari itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan ,” (QS. an-Nisa’ [4]: 176). Saudari memperoleh sisa (ashabah) apabila bersama dengan saudara kandung (muashib bi ghairiha ) dengan acuan bahwa hak saudara kandung dua kali lipat dari bagian yang diperoleh saudari. Dan saudari juga memperoleh sisa (ashabah) sebab bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki (muashib ‘ala ghairiha ).

Ini bersandarkan pada kaidah fiqhiyah: jadikanlah anak perempuan sebagai penyebab saudari kandung memperoleh sisa. Dalam Nail al-Authar dijelaskan bahwa ini adalah keputusan Ibnu Mas’ud dalam masalah ahli waris dengan komposisi sebagai berikut. Anak perempuan memperoleh seperdua, cucu perempuan dari anak laki-laki memperoleh seperenam sebagai penyempurna dari dua p e rtiga, dan sisanya diberikan kepada saudari. Hadits ini diriwayatkan oleh ulama hadits kecuali Muslim.

Saudari tidak mempunyai hak waris apabila terdapat keturunan laki-laki yang menerima waris, yaitu anak, cucu walau ke bawah, dan bila bersama ayah. Begitulah keputusan yang disepakati oleh para ulama.

j. Hak Waris Saudari Seayah

Saudari seayah memperoleh seperdua dengan syarat sebagai berikut.

(1) Tidak ada saudari lainnya.

(2) Tidak ada ahli waris yang mengakibatkan dia mendapatkan sisa, yaitu saudara seayah.

(3) Tidak ada saudari kandung. Hal ini mengacu pada pembagian waris yang diterima oleh saudari kandung ketika sendirian.

Saudari, dua atau lebih mendapatkan dua pe rtiga ketika tidak terdapat saudara seayah, atau beberapa saudari yang sekandung. Saudari seayah, dua atau lebih memperoleh seperenam apabila ada saudari kandung karena menyempurnakan bagian dua p e rtiga. Saudari seayah memperoleh sisa (ashabah) apabila bersama saudara seayah. Dia juga mendapat ashabah apabila bersama anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki dan keduanya bersamaan, baik satu orang atau lebih.

k. Hak Waris Saudara, Laki-Laki atau Perempuan yang Seibu (Auladul Umm )

Mereka mendapatkan seperenam ketika mayat tidak meninggalkan anak atau orang tua. Allah SWT berfirman, “ Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara (seibu) atau seorang saudari (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta ,” (QS. an-Nisa’ [4]: 12)

Mereka mendapatkan sepertiga apabila berjumlah dua atau lebih ketika mayat tidak meninggalkan anak atau orang tua. Allah SWT berfirman, “ Tetapi jika saudara-saudari seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu ,” (QS. an-Nisa’ [4]: 12). Mereka tidak mempunyai hak waris apabila bersama keturunan yang menerima waris (anak, dan cucu dari anak laki-laki, walau ke bawah) dan terdapat pula orang tua yang menerima waris (ayah dan kakek yang mendapatkan hak waris sisa). Karena mereka semua termasuk kelompok kalalah . Begitulah pendapat yang disepakati oleh ulama. Allah SWT berfirman, “ Katakanlah, ‘Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudari ,’” (QS. an-Nisa’ [4]: 176). Saudara yang dimaksud adalah saudara seibu.