CARA TERBAIK DALAM MEMANGGIL ROSULULLOH SAW.
Allah berfirman dalam Al Qur’an:
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ
بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ
لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ
أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan
sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah
mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan
berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS An
Nur 63).
Komentar para ulama Tafsir tentang ayat: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).
1. Tafsir Jalalain:
بِأَنْ تَقُوْلُوْا يَا مُحَمَّدُ ، بَلْ قُوْلُوْا :
يَا نَبِيَّ اللهِ ، يَا رَسُوْلُ اللهِ ، فِي لِيْنٍ وَتَوَاضُعٍ وَخَفْضِ صَوْتٍ
“Yaitu dengan memanggil: “Wahai Muhammad!” tapi katakanlah: “Wahai Nabi Allah!
Wahai Rasulullah!” dengan penuh kelembutan, ketawadhuan dan suara yang rendah.”
2. Tafsir Thobari
عن مجاهد: قال: أمرهم أن يدعوا: يا رسول الله، في لين وتواضع، ولا يقولوا: يا محمد، في تجهم
“Dari Imam Mujahid: “Allah memerintahkan mereka agar menyeru: “Wahai Rasulullah!” dengan penuh kelembutan dan tawadhu, dan tidak mengatakan: “Wahai Muhammad!” dengan penuh kekasaran.”
3. Tafsir Ibnu Katsir
قَالَ الضَّحَّاكُ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ: يَا مُحَمَّدُ، يَا أَبَا الْقَاسِمُ، فَنَهَاهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ ذَلِكَ إِعْظَامًا لِنَبِيِّهِ، صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ قَالَ: فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، يَا نَبِيَّ اللهِ. وَهَكَذَا قَالَ مُجَاهِدٌ، وَسَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ.
وَقَالَ قَتَادَةُ: أَمَرَ اللهُ أَنْ يُهَابَ نَبِيِّهِ صلى الله عليه وسلم، وَأَنْ يُبَجَّلَ وَأَنْ يُعَظَّمَ وَأَنْ يُسَوَّدَ
Imam Dhohhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Mereka mengatakan: “Wahai Muhammad, Wahai Abul Qosim,” maka Allah melarang mereka dari ucapan tersebut, karena mengagungkan nabi-Nya saw. Merekapun lalu mengatakan: “Wahai Rasulullah, wahai Nabi Allah.” Begitulah pendapat Imam Mujahid dan Said bin Jubair.
Qotadah berkata: “Allah memerintahkan agar Nabi-Nya diistimewakan, diagungkan, dibesarkan dan diucapkan kepadanya: “Wahai Sayyid (Sayyidi atau Sayyiduna).”
4. Tafsir Asy Syinqithi:
فَلاَ تَقُوْلُوْا لَهُ : يَا مُحَمَّدُ مُصَرِّحِيْنَ
بِاسْمِهِ
“Jangan ucapkan: “Wahai Muhammad!” Jelas dengan namanya saja..”
Puluhan lagi tafsir lainnya yang menuliskan perkara yang sama!!!
DULU, HANYA ORANG YAHUDI DAN ORANG BADUI YANG MEMANGGILNYA DEMIKIAN!
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya no 742
dari Abu Asma Ar Rahabi bahwa Tsauban Maula Rasulillah bercerita kepadanya:
كُنْتُ قَائِمًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- فَجَاءَ حَبْرٌ مِنْ أَحْبَارِ الْيَهُودِ فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا مُحَمَّدُ.
فَدَفَعْتُهُ دَفْعَةً كَادَ يُصْرَعُ مِنْهَا فَقَالَ لِمَ تَدْفَعُنِى فَقُلْتُ
أَلاَ تَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ الْيَهُودِىُّ إِنَّمَا نَدْعُوهُ
بِاسْمِهِ الَّذِى سَمَّاهُ بِهِ أَهْلُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « إِنَّ اسْمِى مُحَمَّدٌ الَّذِى سَمَّانِى بِهِ أَهْلِى ».
“Aku berada di sisi Rasulullah saw, lalu tiba-tiba datanglah seorang pendeta
Yahudi seraya berkata: “As Salamu Alaika Ya Muhammad.” Akupun mendorongnya
hingga ia hamper jatuh. Iapun berkata: “Kenapa kau mendorongku?” Akupun
menjawab: “Tidak bisakah kau ucapkan: “Wahai Rasulullah?!” (Jangan pakai
namanya langsung). Pendeta Yahudi itupun berkata: “Kami memanggilnya dengan
nama yang diberikan keluarganya. Lalu Nabi saw menyahut: “Sesunggunya nama yang
diberikan keluargaku memang Muhammad.”…
Demikianlah yang dilakukan sahabat Nabi saw, saat mendengar ada orang yang memanggil Nabi saw dengan sebutan namanya, ia langsung mendorongnya tanda tidak suka, ia tidak peduli walaupun orang tersebut adalah orang Yahudi yang cenderung memusuhi Nabi saw, yang tidak akan memahami adab kepada baginda nabi saw. Nah bagaimanakah jika yang disaksikan sahabat ini adalah seorang muslim, mungkin bukan dorongan yang dilakukannya, bisa sesuatu yang lebih ekstrem lagi.
Di hadits ini juga dijelaskan ketawadhuan Nabi saw, beliau tanpa ingin memperpanjang masalah dengan sang pendeta, rela mengatakan bahwa memang namanya adalah Muhammad, dan satu hal yang harus menjadi catatan kita, ini dilakukan oleh Nabi saw untuk seorang Yahudi, hal ini bukan pembenaran terhadap bolehnya melakukan ini, Nabi saw tidak menyuruh Tsauban minta maaf dan tidak pernah menyalahkannya karena beliau merasa yang dilakukan Tsauban benar adanya.
Hadits lainnya yang menyebutkan orang yang memanggil Nabi dengan namanya, yang dilakukan oleh seorang muslim dapat dipastikan pelakunya adalah orang arab badui, yang tidak kenal etika dan bodoh, sehingga para sahabatpun memberikan toleransi kepada mereka.
WASIAT SAHABAT NABI SAW
Imam Thobrani meriwayatkan dari Imam Hasan Bashri, dari Qois bin Ashim Al
Minqori, dia berkata:
قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَآنِي سَمِعْتُهُ، يَقُولُ:”هَذَا سَيِّدُ أَهْلِ الْعَرَبِ
“Aku dating menemui Rasulullah saw, dan saat
beliau melihatku beliau bersabda: “Ini adalah Sayyid (pimpinan) bangsa Arab…”.
Dalam riwayat lain:
هَذَا سَيِّدُ أَهْلِ
الْوَبَرِ
“Ini adalah Sayyid (pimpinan) bangsa yang berpakaian kulit.”
Dalam kelanjutan hadits ini disebutkan:
فَلَمَّا حَضَرَتْ قَيْسًا الْوَفَاةُ، قَالَ: يَا بنيَّ
خُذُوا عَنِّي، لا أَجِدُ أَنْصَحَ لَكُمْ مِنِّي: إِذَا أَنَا مُتُّ فَسَوِّدُوا كِبَارَكُمْ،
وَلا تُسَوِّدُوا صِغَارَكُمْ فَيَسْتَسْفِهَكُمُ النَّاسُ فَيَهُونُوا
عَلَيْكُمْ،
Saat kematian Qois akan tiba, ia berkata: “Wahai anakku, ambillah (nasihat)
dariku, aku tidak menemukan orang yang lebih banyak bernasihat kepada kalian
melebihi diriku. Apabila aku telah meninggal maka panggillah pembesar kalian
dengan ucapan Sayyid (Tuan) dan janganlah kalian ucapkan Sayyid (tuan) kepada
orang kecil dari kalian (yang tidak berpangkat dan istimewa) karena itu artinya
meminta orang lain menghina kalian dan mereka akan menghinakan kalian….”
Hadits ini disebutkan oleh Imam Thobrani dalam
Mu’jam Kabir no 15263 dari jalur Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Abil Ja’ad, Abu
Ya’la dalam Al Mafarid no 106. Harits bin Usamah juga meriwayatkannya
sebagaimana yang diriwayatkan Al Hafidz dalam Ithaful Khiyarah. Dalam Sanad
Harits ada Daud bin Muhabbir, dia dhoif.
Riwayat Abu Ya’la dan Thobrani juga dhoif, dengan adanya dua sanad untuk
riwayat ini maka hadits ini menjadi hasan. Menurut Imam Suyuti semua riwayat
dhoif dari Imam Ahmad adalah dhoif yang mendekati hadits hasan.
Jelas sekali perintah yang ada dalam riwayat di
atas, kita disuruh untuk meninggikan orang yang mulia dan memanggil mereka
dengan ucapan Sayyid (Tuan). Dan kita tidak diperbolehkan memanggil orang-orang
hina dengan ucapan tersebut, dalam hadits shahih ditegaskan:
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِلْمُنَافِقِ يَا سَيِّدُ فَقَدْ
أَغْضَبَ رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
“Apabila seseorang berkata kepada seorang munafik: “Wahai Sayyidi (Tuanku)!”
maka dia telah membuat Allah murka.”
Dalam hadits shahih dari Buraidah:
لَا تَقُوْلُوْا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدًا فَإِنَّهُ إِنْ
يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ أَسْخَطْتُمْ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ
“Jangan kalian memanggil orang munafik sebagai Tuan, karena jika ia menjadi
seorang Sayyid (Tuan) maka kalian telah membuat murka tuhan kalian.” Shahih At
Targhib no 2923.
Dua hadits ini memberi tahukan beberapa hal:
1. Boleh mengucapkan Sayyid kepada orang mulia
2. Haram mengucapkan Sayyid kepada orang munafik
3. Saat suatu penghormatan haram diberikan kepada orang munafik maka sebalikanya
wajib memberikan penghormatan kepada orang mulia.
Jika menghormati orang munafik menyebabkan Allah murka, maka tidak menghormati
orang yang mulia juga sama, karena inilah makna sebaliknya (mafhum Mukholafah)
dari hadits tersebut.
Wallahu a’lam.