KEABSAHAN HADITS HARI JUM’AT PERTENGAHAN ROMADLON SEBAGAI AWAL BENCANA

Bulan Ramadhan bisa disebut sebagai bulan yang teramat spesial bagi umat Islam. Sudah selayaknya ia disambut dengan penuh suka cita dan rasa bahagia, sebab pada bulan suci ini semua amal ibadah dilipatgandakan pahalanya oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Meski demikian, masih saja ada sekelompok orang yang menyebarkan rasa cemas pada masyarakat di bulan suci Ramadhan ini. Salah satunya dengan ‘meramal’ bahwa Ramadhan tahun ini merupakan pembuka terjadinya kekacuan di bulan-bulan setelahnya, mengingat Ramadhan kali ini diawali dengan hari Jumat dan tanggal lima belas Ramadhan juga bertepatan dengan hari Jumat. Ramadhan yang diawali dengan Jumat diprediksi sebagai petunjuk atas banyaknya musibah pada tahun tersebut. Kelompok ini bukan tak mendasarkan ramalannya pada dalil apa pun.

Mereka memastikan terjadinya kekacauan pada tahun ini dengan menyitir hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud berikut :

إِذَا كَانَ صَيْحَةٌ فِي رَمَضَانَ فَإِنَّهَا تَكُونُ مَعْمَعَةٌ فِي شَوَّالٍ، وَتَمَيَّزُ الْقَبَائِلُ فِي ذِي الْقَعْدَةِ، وَتُسْفَكُ الدِّمَاءُ فِي ذِي الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمِ وَمَا الْمُحَرَّمُ – يَقُولُهَا ثَلاَثًا – هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ يُقْتَلُ النَّاسُ فِيهَا هَرْجًا هَرْجًا قَالَ : قُلْنَا : وَمَا الصَّيْحَةُ ؟ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ : هَذِهِ تَكُونُ فِي نِصْفٍ مِنْ رَمَضَانَ يَوْمَ جُمُعَةٍ ضُحًى، وَذَلِكَ إِذَا وَافَقَ شَهْرُ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ تَكُونُ هَدَّةٌ تُوقِظُ النَّائِمَ، وَتُقْعِدُ الْقَائِمَ، وَتُخْرِجُ الْعَوَاتِقَ مِنْ خُدُورِهِنَّ فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ سَنَةً كَثِيرَةَ الزَّلاَزِلِ وَالْبَرْدِ، فَإِذَا وَافَقَ رَمَضَانُ فِي تِلْكَ السَّنَةِ لَيْلَةَ جُمُعَةٍ فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْفَجْرَ يَوْمَ جُمُعَةٍ فِي النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ – فَادْخُلُوا بُيُوتَكُمْ، وَسَدِّدُوا كُوَاكُمْ، وَدَثِّرُوا أَنْفُسَكُمْ، وَسُدُّوا آذَانَكُمْ، فَإِذَا أَحْسَسْتُمْ بِالصَّيْحَةِ فَخِرُّوا لِلَّهِ سُجَّدًا، وَقُولُوا سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، رَبَّنَا الْقُدُّوسَ ؛ فَإِنَّهُ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ نَجَا، وَمَنْ تَرَكَ هَلَكَ

 “Ketika terdapat suara yang dahsyat (dentuman) tepat di bulan Ramadhan, maka pertanda akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kelompok masyarakat (kabilah) memisahkan diri di bulan Dzulqa’dah, banyak pertumpahan darah di bulan Dzulhijjah dan Muharram. Dan apa yang terjadi di bulan Muharram? (Nabi mengucapkannya tiga kali). Sayang sekali, saat itu banyak di antara manusia yang berperang satu sama lain dan keadaan sangat kacau. Maka kami bertanya: ‘Apa suara dahsyat itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Suara itu terjadi di pertengahan bulan Ramadhan pada waktu dhuha di hari Jumat. Suara itu muncul tatkala bulan Ramadhan bertepatan dengan malam Jumat. Suara teriakan ini akan membangunkan orang-orang tidur, menjatuhkan orang-orang yang tegap berdiri, dan menjadikan para wanita terhempas keluar dari kamar-kamarnya pada malam Jumat selama satu tahun, banyak terjadi gempa dan cuaca yang sangat dingin. Apabila bulan Ramadhan bertepatan dengan malam Jumat maka tatkala kalian telah melaksanakan shalat subuh pada hari Jumat di pertengahan bulan Ramadhan, maka masuklah ke dalam rumah-rumah kalian, kuncilah pintu-pintu rumah, selimutilah diri kalian, dan tutupilah telinga-telinga kalian. Apabila kalian merasa ada suara dahsyat, maka menyungkurlah dengan bersujud kepada Allah dan ucapkanlah: “Subhânal Quddûs, Rabbunal Quddûs”. Barang siapa yang mengamalkan hal itu maka akan selamat, dan barang siapa meninggalkannya maka akan celaka” (HR Asy-Syasyi).

Dapatkah kita mempercayai prediksi-prediksi bahwa berbagai kekacauan seperti yang disebutkan dalam hadits di atas akan terjadi pada Ramadhan tahun ini, mengingat bulan Ramadhan tahun ini diawali hari Jumat?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penting kiranya kita mengetahui bagaimana posisi kekuatan hadits di atas. Apakah benar bahwa hadits tersebut dapat dijadikan sebagai pijakan dalil yang sahih? Patut dipahami bahwa hadits tentang adanya suara dahsyat pada hari Jumat yang bertepatan dengan tanggal lima belas Ramadhan sama sekali tidak disebutkan oleh para ulama hadits yang diakui kredibilitasnya, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, an-Nasa’I, dan at-Tirmidzi. Hadits yang menjelaskan tentang suara dahsyat ini disebutkan oleh Imam asy-Syasyi, At-Thabrani, dan Ahmad as-Syaibani.

Berdasarkan hal ini, kualitas sanad dalam hadits di atas patut dipertanyakan. Salah satu kritikus hadits, Imam al-‘Uqaili dalam kitabnya, adh-Dhu’afa’ al-Kabir menyebutkan kritik tentang hadits ini:

 ليس لهذا الحديث أصل من حديث ثقة ولا من وجه يثبت

“Hadits ini tidak memiliki dasar dari hadits yang terpercaya dan juga tidak dari jalan (metode) yang ditetapkan (oleh para ulama hadits)” (Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr al-‘Uqaili, adh-Dhu’afa’ al-Kabir, juz 1, hal. 51).

Berpijak dari referensi tersebut maka dapat dipastikan bahwa status hadits di atas adalah hadits yang dlaif (lemah). Bahkan jika kita menelaah lebih lanjut tentang para perawi hadits di atas, kita temukan banyak sekali para rawi (periwayat) yang diragukan kredibilitasnya oleh para ulama hadits. Salah satu adalah Abdul Wahab bin Husein. Imam Hakim dalam salah satu hadits yang terdapat rawi Abdul Wahab bin Husein berkomentar bahwa ia merupakan orang yang tidak diketahui profilnya (majhul).

Imam adz-Dzahabi lantas menanggapi perkataan Imam Hakim tersebut:

 وفيه عبد الوهاب بن حسين وهو مجهول، قلت ذا موضوع

“Di dalam hadits ini terdapat Abdul Wahab bin Husain, dia adalah orang yang tidak diketahui. Aku (adz-Dzahabi) berkata: ‘Hadits ini maudlu’ (palsu)” (Adz-Dzahabi, Mukhtashar Istidrak adz-Dzahabi ‘ala Mustadrak al-Hakim, juz 4, hal. 522).

Sedangkan dari aspek matan (isi hadits), hadits ini juga tergolong sebagai hadits yang tidak dapat dijadikan pijakan. Sebab, isinya mengandung peristiwa-peristiwa di masa mendatang yang dijelaskan secara spesifik.

Maka tidak heran jika Ibnu al-Qayyim al-Jauzi mengategorikan sebagai hadits yang batal secara matan. Dalam al-Manar al-Munif beliau menjelaskan:

 ومنها أحاديث التواريخ المستقبلة وقد تقدمت الإشارة إليها وهي كل حديث فيه إذا كانت سنة كذا وكذا حل كذا وكذا كحديث يكون في رمضان هدة توقظ النائم وتقعد القائم وتخرج العواتق من خدورها وفي شوال همهمة وفي ذي القعدة تمييز القبائل بعضها إلى بعض وفي ذي الحجة تراق الدماء

“Sebagian dari tanda hadits yang tidak dapat dijadikan pijakan adalah hadits-hadits tentang sejarah masa yang akan datang. Keterangan tentang ini telah aku jelaskan sebelumnya, yaitu setiap hadits yang di dalamnya terdapat penjelasan bahwa pada tahun sekian dan sekian, terjadi ini dan ini. Seperti hadits yang menjelaskan bahwa pada bulan Ramadhan terdapat suara dahsyat yang dapat membangunkan orang-orang tidur, menjatuhkan orang-orang yang tegap berdiri, dan menjadikan para wanita terhempas keluar dari kamar-kamarnya. Pada bulan syawal terdapat huru-hara, di bulan Dzulqa’dah kelompok masyarakat memisahkan diri satu sama lain, dan di bulan Dzulhijjah terjadi pertumpahan darah” (Ibnu al-Qayyim al-Jauzi, al-Manar al-Munif, hal. 110).

Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadits tentang adanya suara dahsyat pada hari Jumat tanggal lima belas Ramadhan tidak dapat dijadikan sebagai dasar pijakan hukum, sebab memiliki sanad dengan perawi yang bermasalah serta isi matan yang dianggap oleh sebagian ulama bukan bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dengan demikian, ramalan bahwa Ramadhan tahun ini merupakan pembuka atas kekacauan yang terjadi pada tahun ini adalah klaim yang tidak benar dan berpijak pada dalil hadits yang tidak bisa dijadikan dasar, sehingga tidak dapat dipercayai kebenarannya. Tidak baik bagi kita menaruh prasangka buruk pada hari Jumat tanggal lima belas Ramadhan ini, sebab hari Jumat merupakan hari terbaik di antara hari-hari yang lain, seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad:

 خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا

“Hari terbaik dimana matahari terbit adalah hari Jumat, pada hari itu Nabi Adam diciptakan, dimasukkan ke surga dan dikeluarkan dari surga” (HR Al-Bukhari). Maka sebaiknya pada Ramadhan tahun ini, kita perbanyak menebarkan kabar baik dan menggembirakan pada orang lain, terlebih saat ini bangsa kita sedang diberi cobaan menghadapi pandemi virus Covid-19. Jangan sampai kekhawatiran masyarakat dalam menghadapi pandemi diperparah dengan kabar-kabar buruk yang sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Wallahu a’lam.

KESUNAHAN MANDI JUM’AT UNTUK WANITA DAN HARI YANG BAIK UNTUK MEMOTONG KUKU

Hari Yang Disunatkan Memotong Kuku

Pikiran yang jernih terletak pada badan yang sehat, kebersihan adalah salah satu fitrah yang menjadi kebutuhan manusia untuk melangsungkan kehidupan yang stabil. Tidak pernah alpa di dalam syariat Islam hal ini telah diatur sedemikian rupa, maka dalam literatur Islam sendiri para ulama telah mengkaji secara ilmiah dan dengan jalan tajarrubat (percobaan), ternyata banyak sekali syariat Islam yang menganjurkan kebersihan diri-sendiri, tempat tinggal hingga lingkungan  hidup, salah satunya adalah kebersihan badan mengenai anjuran memotong kuku, memotong kuku ini bagian dari sunnah Rasulullah SAW.

Manakah hari-hari yang afdhal untuk memotong kuku. Syaikh Ibrahim al Bajuri menjelaskan dalam tulisannya sebagai berikut :

ومثل يوم الجمعة فى سن ذلك يوم الخميس ويوم الاثنين دون بقية الايام

قَصُّ الْأَظَافِرِ يَوْمَ السَّبْتِ اٰكِلَةٌ * تَبْدُوْ وَفِيْمَا يَلِيْهِ يُذْهِبُ الْبَرَكَهْ

وَعَالِمٌ فَاضِلٌ يَبْدُوْ بِتَلْوِهِمَا  *  وَاِنْ يَكُنْ فِي الثُّلَاثَا فَاحْذَرِ الْهَلَكَهْ

وَيُوْرِثُ السُّوْءَ فِي الْأَخْلَاقِ رَابِعُهَا  *  وَفِي الْخَمِيْسِ الْغِنٰى يَأْتِىْ لِمَنْ سَلَكَهْ

وَالْعِلْمُ وَالْحِلْمُ زِيْدَا فِىْ عُرُوْبَتِهَا  *  عَنِ النَّبِيِّ رُوَيْنَا فَاقْتَفُوْا نُسُكَهْ

Hasyiah al-Bajuri Juz I Hal. 221

Hari – hari yang disunatkan memotong kuku

    Hari Jum’at

    Hari Kamis

    Hari Senin

    Memotong kuku pada hari Sabtu menimbulkan penyakit yang menggrogoti badan

    Hari Ahad menyebabkan hilang berkah

    Hari Senin menjadi orang alim lagi ladhil (pintar dan utama)

    Hari Selasa menyebabkan kebinasaan

    Hari Rabu menyebabkan buruk akhlak

    Hari Kamis mendatangkan kekayaan

    Hari Jumat menambah ilmu dan sifat santun.

Makhruh hukumnya jika hanya memotong kuku satu tangan saja (memotong kuku tangan kanan tidak memotong kuku tangan kiri/memotong kuku tangan kiri saja tidak memotong kuku tangan kanan), begitu pula makhruh jika hanya memotong kuku kaki sebelah saja.

Sunnahkah mandi Jum’at bagi perempuan?

Termasuk salah satu yang disunnahkan sebelum jum’at adalah mandi sunat jum’at, hal ini disunnahkan karena untuk membersihkan badan disaat hendak berkumpul disuatu tempat ibadat.  Shalat jum’at diwajiibkan terhadap orang laki-laki islam yang mukallaf dan disunnahkan bagi kaum hawa.

Pertanyaan :

Apakah ada kesunnahan mandi jum’at bagi wanita?

Jawaban :

Di dalam kitab Tuhfatul muhtaj dijelaskan yang bahwa kesunnahan shalat jum’at kepada orang-orang yang ingin berpergian jum’at baik laki-laki atau perempuan, jadi kalau memang wanita tersebut berencana hadir jum’at maka disunnahkan untuk mandi.

Tuhfatul Muhtaj Juz 2 Hal 465 Maktabah Syamela

حاضرها) أي مريد حضورها، وإن لم تلزمه للأخبار الصحيحة فيه وصرفها عن الوجوب الخبر الصحيح «من توضأ يوم الجمعة فبها ونعمت ومن اغتسل فالغسل أفضل» أي فبالسنة أي بما جوزته من الاقتصار على الوضوء أخذ ونعمت الخصلة هي ولكن الغسل معها أفضل وينبغي لصائم خشي منه مفطر، أولو على قول تركه وكذا سائر الأغسال (وقيل) يسن الغسل (لكل أحد) ، وإن لم يرد الحضور كالعيد وفرق الأول بأن الزينة ثم مطلوبة لكل أحد وهو من جملتها بخلافه هنا فإن سبب مشروعيته دفع لريح الكريه عن الحاضرين (ووقته من الفجر) الصادق؛ لأن الأخبار علقته باليوم وفارق غسل العيد بأن صلاته تفعل أول النهار غالبا فوسع فيه بخلاف هذا

MAKSUD TERTUTUPNYA HATI KARENA TIDAK MELAKSANAKAN SHALAT JUM’AT

Hati Tertutup Akibat Meninggalkan Shalat Jum’at

Keras hati, sulit menerima kebaikan, penuh kebodohan, dan keburukan, karena meninggalkan shalat Jumat tanpa uzur.

Diisyaratkan oleh Hadits dan Atsar :

Sebagaimana hal ini diisyaratkan beberapa hadits dan atsar yang disebutkan Jalaluddin as-Suyuthi dalam al-Lum’ah fi Khasa’is Yaum al-Jum’ah (2-3) berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَا: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ. (رواه مسلم)

“Diriwayatkan dari Ibn Umar ra dan Abu Hurairah ra, mereka berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Hendaklah kaum-kaum menghentikan ketidakhadiran mereka pada shalat Jumat, atau sungguh Allah akan menutup hatinya (menjadi penuh kebodohan dan kekerasan), kemudian niscaya mereka akan menjadi bagian dari orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim)

عَنْ أَبِي الْجَعْدِ الضَمْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا، طَبَعَ اللهُ عَلَى قَلْبِهِ. (رواه أبو داود، والترمذي، وحسنه، والحاكم وصححه، وابن ماجة)

“Diriwayatkan dari Abu al-Ja’d ad-Dhamri ra, sungguh Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali dengan menyepelekannya (tanpa uzur), maka Allah akan menutup hatinya.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi yang menilainya hasan, al-Hakim yang menilainya shahih, dan Ibn Majah)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ تَرَكَ الْجُمْعَةَ ثَلَاثًا، مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ طَبَعَ اللهُ عَلَى قَلْبِهِ. (رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَابْن مَاجَهْ وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ الدَّارَقُطْنِيُّ إنَّهُ أَصَحُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي الْجَعْدِ)

“Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra, sungguh Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali tanpa sebab kondisi darurat, maka Allah akan menutup hatinya.” (HR. an-Nasai, Ibn Majah, Ibn Khuzaimah, al-Hakim, dan ad-Daraqutni berkata: “Hadits ini lebih shahih daripada hadits riwayat Abu al-Ja’d.”)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ، لَمْ يَكُنْ لَهَا كَفَارَةٌ دُونَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ. (رواه الأصبهاني، في الترغيب)

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang meninggalkan shalat Jumat tanpa uzur, maka tidak ada penebusnya sebelum hari kiamat.” (HR. al-Asbihani dalam at-Targhib)

عَنْ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: احْضُرُوا الْجُمُعَةَ وَادْنُوا مِنْ الْإِمَامِ فَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَخَلَّفُ عَنْ الْجُمُعَةِ، فَيَتَخَلَّفُ عَنْ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِهَا. (رواه الأصبهاني)

“Diriwayatkan dari Samurah ra, ia berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Hadirilah shalat Jumat dan mendekatlah kepada Imam. Sebab sungguh orang menunda-nunda shalat Jumat, sehingga tertunda masuk surga, padahal ia adalah ahlinya.” (HR. al-Asbihani)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ، طَبَعَ اللهُ عَلَى قَلْبِهِ وَهُوَ مُنَافِقٌ. (رواه سعيد بن منصور)

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Orang yang meninggalkan shalat Jumat tanpa uzur, maka Allah tutup hatinya dalam kondisi munafik.” (HR. Sa’id bin Manshur)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ مُتْعَمِدًا مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ، خَتَمَ اللهُ عَلَى قَلْبِهِ بَخَاتَمِ النِّفَاقِ. (رواه سعيد بن منصور)

“Diriwayatkan dari Ibn ‘Umar ra, ia berkata: “Orang yang meninggalkan shalat Jumat secara sengaja tanpa uzur, maka Allah cap hatinya dengan cap kemunafikan.” (HR. Sa’id bin Manshur)

 

Uzur Shalat Jumat

Uzur meninggalkan shalat Jumat yang dapat menghilangkan dosa dan keharamannya sebagaimana disebutkan Hasan al-Kaf dalam at-Taqrirat as-Sadidah (304-305), di antaranya adalah:

  1. Hujan yang membasahi pakaian dan tidak ditemukan mantel, payung, dan semisalnya.
  2. Sakit yang cukup memberatkan untuk hadir Shalat Jumat.
  3. Melayani orang sakit yang tidak ada pelayan lainnya, atau menungguinya yang membuat nyaman Si Sakit dengannya.
  4. Menunggui orang dekat yang hendak meninggal seperti istri, mertua, teman dan guru.
  5. Tertidur, yaitu tidak mampu menahannya sampai menanti waktu shalat Jumat.
  6. Merawat Jenazah.
  7. Mengkhawatirkan keselamatan jiwa, kehormatan, dan harta.

 

Maksud Tertutupnya Hati Karena Meninggalkan Shalat Jum’at

Sedangkan maksud hati tertutup terdapat beberapa penafsiran. Di antaranya adalah ketidakmampuan menerima hidayah dan kebaikan, dipenuhi kekerasan, dan dijadikan sebagaimana hati orang munafik. Namun menurut kebanyakan para Pakar Akidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah diciptakan kekufuran di hati, seperti kutipan Ibn ‘Allan dalam Dalil Falihin (VI/326) dari al-Qadhi al-‘Iyadh (476-544 H/1083-1149):

وَقِيلَ هُوَ خَلْقُ الْكُفْرِ فِي صُدُورِهِمْ وَهُوَ قَوْلُ أَكْثَرِ مُتَكَلِّمِي أَهْلِ السُّنَّةِ.

“Dan dikatakan: ‘Maksud hati mereka tertutup adalah diciptakan kekufuran pada hatinya.’ Ini adalah pendapat kebanyakan Pakar Akidah Ahlussunnah.”

 

Batasan ثَلَاثَ جُمَعٍ  “Tiga Kali Shalat Jum’at

Apa fungsi batasan ثَلَاثَ جُمَعٍ “tiga kali shalat Jumat” dalam hadits-hadits di atas? Sebagaimana kutipan Abdullah bin Muhammad al-Mubarakfuri dalam Mir’ah al-Mafatih (IV/446) dari penjelasan Abu Walid al-Baji (403-474 H/1012-1081 M), Pemuka madzhab Maliki dan Pakar Hadits asal Cordova, fungsinya adalah untuk menunggu apakah dalam jeda tersebut pelaku bertobat atau tidak:

وَأَمَّا اعْتِبَارُ الْعَدَدِ فِي الْحَدِيثِ فَانْتِظَارٌ لِلْفِيئَةِ وَإِمْهَالٌ مِنْهُ تَعَالَى عَبْدَهُ لِلتَّوْبَةِ.

“Adapun pertimbangan hitungan sampai tiga kali shalat Jumat dalam hadits, maka untuk menanti kembalinya pelaku untuk menghadiri shalat Jumat lagi dan jeda yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya untuk bertobat.”

Lalu apakah tertutupnya hati yang dimaksud hadits-hadits di atas harus sampai meninggalkan shalat Jumat tiga kali tanpa uzur secara berturut-turut atau tidak? Merujuk kaidah Ushul: حَمْلُ الْمُطْلَقِ عَلَى الْمُقَيَّدِ “mengarahkan dalil yang mutlak pada dalil yang dibatasi”, maka pemahaman yang mendekati kebenaran adalah sampai meninggalkannya tiga kali secara berturut-turut. Sebagaimana hal ini dikuatkan atsar Ibn Abbas ra yang berstatus marfu (Mir’ah al-Mafatih, IV/446):

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَ جُمَعٍ مُتَوَالِيَاتٍ فَقَدْ نَبَذَ الْإِسْلَامَ وَرَاءَ ظَهْرِهِ. (رواه أبو يعلى ورجاله رجال الصحيح)

“Orang yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali berturut-turut, maka sungguh ia telah melempar Islam ke belakang punggungnya.” (HR. Abu Ya’la dan para Perawinya adalah perawi hadits shahih.”)

ADA LIMA HAL ISTIMEWA DI SETIAP HARI JUM’AT

  1. BERPINDAH TEMPAT KETIKA MENGANTUK

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersaba,

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ

“Apabila salah seorang di antara kalian mengantuk pada hari jum’at, hendaknya ia berpindah dari tempat duduknya itu (kepada tempat yang lainnya).”

(Diriwayatkan Abu Daud no.1119 dan at-Tirmidzi no.526)

  1. SATU JUM’AT MENUJU JUM’AT BERIKUTNYA MERUPAKAN PENEBUS DOSA

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

الصَّلَاةُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ، مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ

“Hari jum’at menuju Jum’at berikutnya merupakan penebus dosa yang dilakukan di antara keduanya, selama tidak terjatuh kepada dosa besar.” (HR. Muslim no.233)

  1. MEMBACA SURAT AL-KAHFI

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

من قرأ سورة الكهف في يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين

“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at, ia akan diterangi oleh cahaya (pada hari kiamat) sejauh jarak dua jum’at.”  (Lihat Shahihul Jami no. 6470)

Dalam lafazh lain,

من قرأ سورة الكهف يوم الجمعة أضاء له النور ما بينه وبين البيت العتيق

“Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada hari jum’at, ia akan diterangi oleh cahaya (pada hari kiamat) sejauh antara dirinya dan baitul ‘atiq (Ka’bah).”

  1. MEMPERBANYAK UCAPAN SHALAWAT

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

أكثروا الصلاة علي يوم الجمعة وليلة الجمعة، فمن صلى علي صلاة صلى الله عليه عشرا

“Perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari jum’at dan malam jum’at. Karena siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, niscaya Allah membalas shalawatnya sebanyak sepuluh kali.”

(HR. al-Baihaqi dalam Sunannya)

  1. WAKTU MUSTAJAB

    Antara Ashar hingga Maghrib

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Abul Qosim shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً، لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ، قَائِمٌ يُصَلِّي، يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Sesungguhnya pada hari jum’at ada satu waktu yang tidaklah seorang muslim mencocoki waktu tersebut ketika ia berdo’a meminta kebaikan kepada Allah, melainkan akan Allah kabulkan permintaannya.” (HR. Muslim no.852)

SALAH SATU AMALAN MUSTAJAB YANG DI BACA SETELAH SHOLAT JUM’AT

Syair ini pada tahun 1950an kerap dilantunkan orang-orang tua. Demikian diceritakan orang-orang tua di masa kini. Syair yang juga dipopulerken Gus Dur ini kerap dinisbahkan kepada seorang legenda yang sangat cendekia dan jenaka. Walhasil syair ini keluar dari seseorang yang dikenal dengan sebutan Abu Nawas atau Abu Nuwas.

Tidak salah kalau syair berikut ini memiliki tempat di hati kalangan orang-orang baik. Selain kandungannya yang berbobot, syair ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya sebagaimana anjuran salah seorang ulama besar yang menghimpun syariat dan hakikat Syekh Abdul Wahhab Sya’roni.

Sayid Bakri bin M Sayid Syatho Dimyathi dalam karyanya I‘anatut Tholibin mengutip ucapan Syekh Abdul Wahhab Sya’roni.

عن سيدي عبد الوهاب الشعراني ـ نفعنا الله به ـ أن من واظب على قراءة هذين البيتين في كل يوم جمعة، توفاه الله على الإسلام من غير شك، وهما:

إِلَهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلًا   وَلَا أَقْوَى عَلَى نَارِ الجَحِيْمِ فَهَبْ لِيْ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِيْ   فَإِنَكَ غَافِرُ الذَنْبِ العَظِيْمِ

Dari Syekh Abdul Wahhab Sya’roni-semoga Allah memberikan maslahat kepada kita berkat Syekh Wahhab-bahwa siapa saja yang melazimkan dua bait ini setiap hari Jum’at, maka Allah akan ambil ruhnya dalam keadaan Islam tanpa ragu sedikitpun.

Kedua bait syair itu berbunyi: Ilahi lastu lil Firdausi ahla # Wa la aqwa ala naril jahimi

Fa hab li taubatan waghfir dzunubi # Fainnaka ghafirudz dzanbil ‘azhimi.

(Tuhanku, aku bukanlah penghuni yang pantas surga-Mu. Aku pun tidak sanggup masuk neraka. Karena itu, bukalah pintu tobat-Mu. Ampunilah segenap dosaku. Karena sungguh Engkau ialah Zat yang maha pengampun).

Perihal berapa kali dan jam berapa, memang tidak disebutkan oleh Syekh Wahhab. Namun, Sayid Bakri mengutip pendapat sebagian ulama yang mengamalkan syair tersebut.

ونقل عن بعضهم أنها تقرأ خمس مرات بعد الجمعة

Dikutip dari sejumlah ulama bahwa dua bait syair itu dibaca sebanyak 5 kali setelah mengerjakan sembahyang Jum‘at.

Kalau hanya membaca lima kali setiap pekan, amalan ini dengan faidahnya yang luar biasa tampaknya ringan. Artinya, sayang kalau dilewatkan begitu saja. Syair ini bisa dibaca sebelum meninggalkan sajadah Jumatan. Setelah Ashar pun tidak menjadi masalah.

Wallahu A‘lam.

DISYARI’ATKANNYA DUA KHUTBAH DALAM SHOLAT JUM’AT

HUT

                   Dalil khutbah jum’ah adalah hadits riwayat ibnu umar : ” Adalah Nabi Shollallohu alaihi wasallam Berkhutbah pada hari jumat dalam keadaan berdiri, kemudian beliau duduk, kemudian beliau berdiri sebagaimana mereka melakukannya hari ini “. (HR Muslim ).

Imam nawawi menjelaskan bahwa hadits ini menjadi dalil untuk madzahb Syafi’i dan kebanyakan ulama’ atas tidak sahnya khutbah jum’ah kecuali dengan berdiri bagi yang mampu berdiri dalam dua khutbah dan tidak sah hingga duduk diantara keduanya dan bahwa ssungguhnya sholat jum’ah tidak sah tanpa adanya dua khutbah.

Imam al Qodhi ‘Iyadl mengatakan : Para umumnya ulama’ berpendapat dipersyaratkanya dua khutbah untuk sahnya sholat jum’at, menurut al Hasan, Ahlu dhohir dan riwayat Ibnu Majisyun dari Malik bahwa jum’at sah tanpa khutbah.

Referensi :
Syarah Nawawi ala Muslim

باب ذكر الخطبتين قبل الصلاة وما فيهما من الجلسة

861 وحدثنا عبيد الله بن عمر القواريري وأبو كامل الجحدري جميعا عن خالد قال أبو كامل حدثنا خالد بن الحارث حدثنا عبيد الله عن نافع عن ابن عمر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يخطب يوم الجمعة قائما ثم يجلس ثم يقوم قال كما يفعلون اليوم

وفي هذه الرواية دليل لمذهب الشافعي والأكثرين أن خطبة الجمعة لا تصح من القادر على القيام إلا قائما في الخطبتين ولا يصح حتى يجلس بينهما ، وأن الجمعة لا تصح إلا بخطبتين .

قال القاضي : ذهب عامة العلماء إلى اشتراط الخطبتين لصحة الجمعة ، وعن الحسن البصري وأهل الظاهر ورواية ابن الماجشون عن مالك : أنها تصح بلا خطبة . وحكى ابن عبد البر إجماع العلماء على أن الخطبة لا تكون إلا قائما لمن أطاقه .

Dari Jabir Ibnu Samurah ia berkata : ” Adalah Nabi shollallohu alaihi wasallam melakukan dua khutbah yang di antara dua khutbah itu ia duduk. Beliau (dalam khutbahnya) membaca al-Quran dan memberi pesan (peringatan) kepada jamaah “. [HR Muslim].

Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzhab syafi’i bahwa dalam khutbah terdapat syarat memberikan nasehat dan baca qur’an. Imam as syafi’i berkata : dua khutbah tdk sah kecuali dengan pujian kepada Allah ta’ala, baca sholawat kepada Rasululloh shollallohu alaihi wasallam dalam dua khutbah dan nasehat. Wallohu a’lam.

Referensi :
Syarah Nawawi ala Muslim

وحدثنا يحيى بن يحيى وحسن بن الربيع وأبو بكر بن أبي شيبة قال يحيى أخبرنا وقال الآخران حدثنا أبو الأحوص عن سماك عن جابر بن سمرة قال كانت للنبي صلى الله عليه وسلم خطبتان يجلس بينهما يقرأ القرآن ويذكر الناس

وقوله : ( يقرأ القرآن ويذكر الناس ) فيه دليل للشافعي في أنه يشترط في الخطبة الوعظ والقرآن . قال الشافعي : لا يصح الخطبتان إلا بحمد الله تعالى والصلاة على رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فيهما والوعظ . وهذه الثلاثة واجبات في الخطبتين ، وتجب قراءة آية من القرآن في إحداهما على الأصح ، ويجب الدعاء للمؤمنين في الثانية على الأصح ، وقال مالك وأبو حنيفة والجمهور : يكفي من الخطبة ما يقع عليه الاسم ، وقال أبو حنيفة وأبو يوسف ، ومالك في رواية عنه : يكفي تحميدة أو تسبيحة أو تهليلة وهذا ضعيف لأنه لا يسمى خطبة ، ولا يحصل به مقصودها مع مخالفته ما ثبت عن النبي – صلى الله عليه وسلم .

INILAH MURAHNYA HARGA SAPI KURBAN DI HARI JUM’AT

    jum'ata           IDUL ADHA tinggal hitungan jam lagi, hari raya yang membawa kebahagiaan bagi umat islam baik yang kaya ataupun yang kurang mampu. Dengan hartanya, orang islam yang kaya mampu meraih pahala yang sangat banyak yaitu dengan berkurban. Sedangkan yang kurang mampu pada kesempatan lebaran ini akan bisa mendapatkan daging kurban yang memang tidak terjangkau koceknya dalam keseharian hidupnya karena memang harga daging yang terlalu mahal.

Tetapi islam memang merupakan agama yang sangat penuh rahmat, sehingga bagi yang kurang mampu saja masih bisa mendapatkan pahala yang sama dengan mereka yang kaya yang mampu berkurban.

Hal ini di terangkan dalam sebuah hadits panjang yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim :

Dari shohabat Abu Hurairoh Ra, Rosululloh saw. Bersabda :

من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة ثم راح فكأنما قرب بدنة و من راح في الساعة الثانية فكأنما قرب بقرة ومن راح في الساعة الثالثة فكأنما قرب كبشا أقرن ومن راح في الساعة الرابعة فكأنما قرب دجاجة ومن راح في الساعة الخامسة فكأنما قرب بيضة فإذا خرج الإمام حضرت الملائكة يستمعون الذكر

“ Barang siapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi jinabah, kemudian pergi ( ke masjid ) pada waktu yang pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor unta. Dan barang siapa yang datang pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor sapi. Dan barang siapa yang datang pada waktu yang ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor domba yang bertanduk. Dan barang siapa yang datang pada waktu yang keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor ayam. Dan barang siapa yang datang pada waktu yang kelima, maka seakan-akan dia berkurban dengan sebutir telur. Maka, jika imam telah keluar, malaikatpun bergegas untuk mendengarkan khutbah.” ( HR Bukhari dan Muslim )

Dalam riwayat yang lain di sebutkan :

إذا كان يوم الجمعة قعدت الملائكة على أبواب المسجد فيكتبون الناس من جاء من الناس على منازلهم فرجل قدم جزورا ورجل قدم بقرة ورجل قدم شاة ورجل قدم دجاجة ورجل قدم عصفورا ورجل قدم بيضة قال فإذا أذن المؤذن وجلس الإمام على المنبر طويت الصحف ودخلوا المسجد يستمعون الذكر

“Apabila hari Jumat datang, para malaikat duduk di depan pintu masjid-masjid. Mereka mencatat setiap orang yang datang sesuai dengan waktu kedatangan mereka. Ada orang yang seperti berkurban unta, ada yang seperti berkurban sapi, ada yang seperti berkurban kambing, ada yang seperti berkurban ayam, ada yang seperti berkurban burung, dan ada yang seperti berkurban telur. Ketika muazin melakukan azan dan imam sudah duduk di mimbar maka buku catatan ditutup dan mereka masuk masjid, mendengarkan khotbah.” (HR. Ahmad).

MELAKSANAKAN SHOLAT JUM’AT KURANG DARI 40 ORANG

 mo              Menurut Imam Syafi’i jamaah shalat Jum’at hendaklah dilaksanakan minimal oleh 40 orang yang bersifat: Islam, berakal, usia baligh, kaum lelaki, merdeka, dan muqim mustauthin.) Muqim Mustauthin ialah penduduk yang tetap tinggal di perumahan tempat berdirinya shalat Jum’at, dan tidak berpindah ke tempat lain ketika musim hujan atau kemarau datang, kecuali karena kesukaran. Tidak benar shalat Jum’at bilangannya kurang dari 40 orang (misalnya) tercampur dengan anak-anak, orang yang hilang akalnya, orang wanita atau orang musafir.

Kalangan Hanafiyah boleh dengan tiga orang
Kalangan Malikiyah boleh dengan 12 orang

Berarti, apakah kurang dari 40 orang shalat jum,at njih tetap sah?

Tinggal kita mengikuti Madzhab siapa? kalau umumnya Di Indonesia mengikuti Madzhab Syafi’i, sehingga harus minimal 40 orang.

Ada ibarot yang membolehkan sholat jum’at kurang dari 40 orang.

Menurut Ashabus Syafi’iyyah(murid imam Syafi’i), bahwa hukum shalat jum’at kurang dari 40 itu tidak sah tapi menurut imam Abu Hanifah adalah sah

I’anatut Tholibin juz 2 hal. 58-59

ولا تنعقد الجمعة بأقل من أربعين، خلافا لابي حنيفة – رحمه الله تعالى – فتنعقد عنده بأربعة، ولو ع…بيدا أو مسافرين. ولا يشترط عندنا إذن السلطان لا قامتها ولا كون محلها مصرا، خلافا له فيهما. وسئل البلقيني عن أهل قرية لا يبلغ عددهم أربعين، هل يصلون الجمعة أو الظهر ؟ فأجاب – رحمه الله -: يصلون الظهر على مذهب الشافعي. وقد أجاز جمع من العلماء أن يصلوا الجمعة، وهو قوي، فإذا قلدوا – أي جميعهم – من قال هذه المقالة، فإنهم يصلون الجمعة. وإن احتاطوا فصلوا الجمعة ثم الظهر كان حسنا. (قوله اي غير الامام الشافعي) اي باعتبار مذهبه الجديد فلا ينافي ان له قولين قديمين فى العدد ايضا احدهما اقلهم اربعة حكاه عنه صاحب التلخيص وحكاه فى شرح المهذب واختاره من اصحابه المزني كما قاله الاذرعي وكفى به سلفا في ترجيحه فإنه من كبار اصحاب الشافعي ورواة كتبه الجديدة وقد رجحه ايضا ابو بكر بن المنذر فى الاشراف كما نقله النووي فى شرح المهذب ثاني القولين اثنا عشر وهل يجوز تقليد هذين القولين ؟ الجواب نعم فإنه قول للامام نصره بعض اصحابه ورجحه

Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah orang yang menjadi syarat sah jum’atan. Menurut imam al Bajuri terdapat 15 qoul dalam madzahib mengenai jumlah ini. Ibnu Hazm menganggap sah meski hanya seorang diri. Imam an-Nakhoi mencukupkan dengan 2 orang menurut imam Abi Yusuf, Muhammad, dan imam Liats berpendapat bahwa 2 orang beserta imam. Menurut imam Abu Hanifah dan imam ats-Tsauri adalah 3 orang beserta imam. Menurut imam Ikrimah adalah 7orang. Menurut imam Rabiah adalah sembilan orang. Menurut imam malik adalah 12 orang. Menurut imam Ishak adalah 12 orang selain imam. Menurut satu riwayat dari imam Malik yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Habib adalah 20 orang. Menurut riwayat lain dari beliau (imam Malik) adalah 30 orang. Menurut imam asy-Syafi’i adalah 40 orang, qoul ini juga disampaikan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz dan sekelompok ulama yang lain.  Menurut satu riwayat dari imam Ahmad adalah 50 orang. Menurut riwayat lain dari imam Ahmad yang diriwayatkn oleh imam al-Mazary adalah 80 orang dan menurut pendapat terakhir, sholat jum’at dianggap sah apabila dilakukan oleh banyak orang laki laki yang dengan tanpa hitungan   hasyiah al-Bajuri juz 1 hal. 317.

 

HAL HAL YANG HARUS DI PERHATIKAN SAAT HUBUNGANSUAMI ISTERI

images 2
   “Kenapa anak gadis saya nggak punya malu, berpakaian selalu yang minim-minim, saya jadi malu dengan tetangga, segala cara sudah saya usahakan tapi tetap saja anak saya bandel, susah sekali dinasehati, kenapa bisa demikian?

“Munkin saat hubungan suami istri dalam keadaan telanjang bulat dan tak di tutupi”.

Apa benar begitu? Ya bisa jadi memang demikan, karena Islam mempunyai adab dan cara yang baik dalam berhubungan intim (jima’) sehingga jika jima’ yang dilakukan tidak sesuai dengan adab ajaran Islam bisa saja keadaan seperti diatas terjadi.

Di terangkan dalam sebuah hadits :

Dari ‘Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa : Apabila kalian mendatangi istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)

Rasullullah SAW melarang jima’ tanpa penutup pasti ada maksudnya, selain yang diketahui yaitu adanya mahluk Allah lain yang melihat (jin, qorin dan lainya), bisa jadi anak yang dihasilkan dengan jima’ telanjang akan menjadi anak yang kurang mempunyai rasa malu seperti diatas.

Oleh karena itulah pengetahuan adab hubungan intim suami isteri dalam islam ini sangat penting agar kita nantinya diharapkan mempunyai keturunan yang baik dan tidak terjebak dalam perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Adab dan Cara Berhubungan Intim ( Jima’) yang baik menurut Islam dapat dibagi dalam 3 keadaan yaitu :
A. Adab sebelum Jima’
B. Adab saat Jima’
C. Adab setelah Jima’

A. Adab sebelum Jima’

1. Menikah

Menikah adalah syarat mutlak untuk dapat melakukan hubungan intim secara Islam, Menikah juga harus sesuai syarat dan rukunnya agar sah menurut islam.

Syarat dan Rukun pernikahan adalah :

Adanya calon suami dan istri, wali, dua orang saksi, mahar serta terlaksananya Ijab dan Kabul.

Mahar harus sudah diberikan kepada isteri terlebih dahulu sebelum suami menggauli isterinya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah SAW:

“.Ibnu Abbas berkata: Ketika Ali menikah dengan Fathimah, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Berikanlah sesuatu kepadanya.” Ali menjawab: Aku tidak mempunyai apa-apa. Beliau bersabda: “Mana baju besi buatan Huthomiyyah milikmu?”. Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits ini shahih menurut al Hakim.

Ini artinya Ali harus memberikan mahar dulu sebelum “mendatangi” Fathimah Dalam Islam, setiap Jima’ yang dilakukan secara sah antara suami dengan isteri akan mendapat pahala sesuai dengan Sabda Rasullullah sallahu alaihi wassalam:

“Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan diberi pahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

Menikah sangat banyak kebaikannya yaitu:

Menikah sangat dianjurkan Allah & Rasullullah SAW, menikah akan mendapatkan hak untuk ditolong Allah, dapat memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, menambah keluhuran atau kehormatan dan yang pasti anda telah berhasil mengalahkan setan. Karena orang yang menikah telah berubah menjadi orang yang penuh dengan pahala dan jika beribadahpun akan berlipat –lipat pahalanya dibandingkan ibadahnya saat membujang.

“Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)” (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)

Sabda Rasulullah saw.:

“Wahai kaum pemuda! Barang siapa di antara kamu sekalian yang sudah mampu memberi nafkah, maka hendaklah ia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih dapat menahan pandangan mata dan melindungi kemaluan (alat kelamin). Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penawar bagi nafsu”. (Shahih Muslim No.2485)

Demikianlah untuk dijadikan pengetahuan bagi yang belum menikah

2. Memilih Hari dan Waktu yang baik atau sunnah untuk jima’.

Semua hari baik untuk jima’ tapi hari yang terbaik untuk jima’ dan ada keterangannya dalam hadits adalah hari Jum’at sedangkan hari lain yang ada manfaatnya dari hasil penelitian untuk jima’ adalah hari Kamis. Sedangkan waktu yang disarankan oleh Allah SWT untuk jima’ adalah setelah sholat Isya sampai sebelum sholat subuh dan tengah hari. Sebagaimana firman Allah dam surat An Nur ayat 58.

Melihat kondisi diatas maka hari dan waktu terbaik untuk jima’ adalah :

Hari Kamis Malam setelah Isya dan Hari Jum’at sebelum sholat subuh dan tengah hari sebelum sholat jum’at. Hal ini didasarkan pada Hadist berikut :

“Barang siapa yang menggauli isterinya pada hari Jumat dan mandi janabah serta bergegas pergi menuju masjid dengan berjalan kaki, tidak berkendaraan, dan setelah dekat dengan Imam ia mendengarkan khutbah serta tidak menyia-nyiakannya, maka baginya pahala untuk setiap langkah kakinya seperti pahala amal selama setahun, yaitu pahala puasa dan sholat malam didalamnya”. (HR Abu Dawud, An nasai, Ibnu Majah dan sanad hadist ini dinyatakan sahih)

3. Disunahkan mandi sebelum jima’.

Mandi sebelum jima’ dan bersikat gigi bertujuan agar memberikan kesegaran dan kenikmatan saat jima’. Mandi akan menambah nikmat jima karena badan akan terasa segar dan bersih sehingga mengurangi gangguan saat jima’. Jangan lupa jika setelah selesai jima’ dan masih ingin mengulangi lagi sebaiknya mandi atau kemaluan dicuci kemudian berwudhu.

4. Sebaiknya sholat sunnah 2 raka’at sebelum jima’.

Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata :
“Aku memberi nasehat kepada seorang pria yang hendak menikahi pemudi yang masih gadis, karena ia takut isterinya akan membencinya jika ia mendatanginya, yaitu perintahkanlah (diajak) agar ia melaksanakan sholat 2 raka’at dibelakangmu dan berdoa : Ya Allah berkahilah aku dan keluargaku dan berkahilah mereka untukku. Ya Allah satukanlah kami sebagaimana telah engkau satukan kami karena kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau pisahkan untuk satu kebaikan”. (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Thabrani dngan sanad Sahih

5. Menggunakan parfum yang disukai suami atau isteri sebelum jima’.

Menggunakan parfum oleh perempuan sebelum jima di sunahkan karena akan lebih lebih meningkatkan gairah suami isteri sehingga meningkatkan kualitas dalam berhubungan suami isteri.

Hal ini didasarkan pada hadist berikut :

Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).

6. Berpakaian dan berdandan yang disukai suami atau isteri sebelum jima’

Seorang isteri sebaiknya berdandan dan memakai pakaian yang disukai suami untuk menyenangkan dan memudahkan suami berjima’. Berpakaian seksi dikamar tidur dimana hanya suami atau isteri yang melihatnya diperbolehkan dalam islam karena dapat meningkatkan kualitas hubungan suami isteri

7. Berdoa meminta perlindungan Allah sebelum Jima’

“Dari Ibnu Abbas r.a. ia menyampaikan apa yang diterima dari Nabi SAW. Beliau bersabda, “Andaikata seseorang diantara kamu semua mendatangi (menggauli) isterinya, ucapkanlah, “Bismi Allâhi, Allâhumma Jannibnâ Syaithânâ wajannibi al-syaithânâ mâ razaqtanâ.” (Dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarilah kami dari syetan dan jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetan.” Maka apabila ditakdirkan bahwa mereka berdua akan mempunyai anak, syetan tidak akan pernah bisa membahayakannya.” (HR. Bukhâri Kitab Wudhuk Hadist 141).

Jika jima’ untuk dengan tujuan mendapatkan anak bisa berdoa sebagai berikut :

“Ya Allah berilah kami keturunan yang baik, bisa dijadikan pembuka pintu rahmat, sumber ilmu, hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat”.

B. Adab saat jima’

1. Jima dalam ruang tertutup tidak ditempat terbuka

Jima adalah hubungan yang sangat pribadi sehingga jika dilakukan ditempat terbuka (atap langit) dengan tekhnologi lensa terkini dapat saja hubungan itu terlihat atau direkam. (oleh karenanya Jima’ ditempat tertutup lebih baik.)

2. Melakukan cumbu rayu saat jima dan bersikap romantis

Islam mengajarkan jima yang disertai dengan pendahuluan ungkapan perasaan kasih sayang seperti ucapan romantis, ciuman dan cumbu rayu dan tidak mengajarkan tanpa pendahuluan .

Hal ini sesuai dengan Sabda Rasul SAW :

“Siapa pun diantara kamu, janganlah menyemai isterinya seperti seekor hewan bersenggama, tapi hendaklah ia dahului dengan perentaraan. Selanjutnya, ada yang bertanya : Apakah perantaraan itu ? Rasul SAW bersabda : “yaitu ciuman dan ucapan-ucapan romantis”. (HR. Bukhâriy dan Muslim).

Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya :

“Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? …yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087)

3. Boleh memberikan rangsangan dengan meraba atau mencium

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223)

“Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Menggunakan selimut sebagai penutup saat berjima’

Dari ‘Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)

Maksudnya adalah jangan bertelanjang seperti Himar yang kelihatan kemaluannya dan pantatnya saat berjima’. tapi pakailah selimut sebagai penutup atau bertelanjang dalam selimut.

5. Jima boleh dari mana saja asal tidak lewat jalan belakang (sodomi)

Jima dengan isteri boleh dilakukan dari arah mana saja, dari depan, samping , belakang ( asal tidak sodomi) atau posisi berdiri, telungkup, duduk, berbaring dan lain lain.

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223)

Dubur adalah bukan tempat bercocok tanam yang menghasilkan tanaman (keturunan) tapi tempat pembuangan kotoran.

Dari Abi Hurairah Radhiallahu’anhu. Bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Dilaknat orang yang menyetubuhi wanita di duburnya”. (HR Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai)

6. Boleh dikeluarkan diluar kemaluan isteri (‘Azl)

Dari Jabir berkata : ”Kami melakukan ’azl di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya” (HR muslim).

C. Adab setelah jima’

1. Tidak langsung meninggalkan suami atau isteri setelah jima’.

2. Mencuci kemaluan dan berwudhu jika ingin mengulang Jima’

Dari Abu Sa’id, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya, lalu ia ingin mengulangi senggamanya, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim no. 308)

3. Berdo’a setelah Jima’

4. Mandi besar

Mandi janabah setelah jima’. “Dari Ubai bin Ka`ab bahwasanya ia berkata :

“Wahai Rasul Allâh, apabila ia seorang laki-laki menyetubuhi isterinya, tetapi tidak mengeluarkan mani, apakah yang diwajibkan olehnya? Beliau bersabda, ”Hendaknya dia mencuci bagian-bagian yang berhubungan dengan kemaluan perempuan, berwudhu’ dan lalu shalat”. Abu `Abd Allâh berkata, “mandi adalah lebih berhati-hati dan merupakan peraturan hukum yang terakhir. Namun mengetahui tidak wajibnya mandi kamu uraikan juga untuk menerangkan adanya perselisihan pendapat antara orang `alim.” (HR. Bukhâriy dalam Kitab Shahihnya/Kitab Mandi, hadits ke-290

Hal-hal yang dilarang dalam berhubungan suami isteri jima dalam Islam :

1. Jima’ saat isteri dalam keadaan haidl

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidl. Katakanlah : “Haidl itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan di waktu haidl dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allâh kepadamu. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah/2: 222)

2. Jima’ lewat jalan belakang (sodomi)

Dari Abi Hurairah Radhiallahu’anhu. bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Dilaknat orang yang menyetubuhi wanita di duburnya”. (HR Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai)

Dari Amru bin Syu’aib berkata bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Orang yang menyetubuhi wanita di duburnya sama dengan melakukan liwath (sodomi)”(HR Ahmad)

3. Jima dengan tidak menggunakan penutup atau telanjang

Dari ‘Atabah bin Abdi As-Sulami. Bahwa apabila kalian mendatangi istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)

BEBERAPA HAL YANG BERKAITAN DENGAN SHOLAT JUM’AT

SHOLAT JUM’AT : Definisi Balad Dalam Sholat Jum’at

JUM'ATApakah yang dimaksud balad dalam sholat Jum’at ?

Apakah sebuah propinsi, karesidenan, kecamatan, desa ataukah pedukuhan ?

JAWAB :

Yang dimaksud balad dalam bab sholat Jum’at adalah tempat tinggalnya orang orang yang berkewajiban melaksanakan sholat Jum’at, baik berupa dusun, kelurahan, atau pedukuhan seperti istilah balad dalam bab zakat.

Keterangan dari kitab I’anah At-Tholibin juz II hal. 59

وعبارتُه ؛ (قوله: وثالثها) أي ثالث شروط صحة الـجمعة. (وقوله: وقوعها) أي الـجمعة. (وقوله: بـمـحل معدود من البلد) الـمراد بـالبلد: أبنـية أوطان الـمـجمعين، سواء كانت بلداً أو قرية أو مصراً، وهو ما فـيه حاكم شرعي، وحاكم شرطي، وأسواق للـمعاملة. والبلد: ما فـيه بعض ذلك. والقرية ما خـلت عن ذلك كله. ولا فرق فـي الأبنـية بـين أن تكون بحجر، أو خشب، أو قصب، أو نـحو ذلك. ومثل الأبنـية: الغيران والسراديب فـي نـحو الـجبل، ولا فرق فـي الـمـحل الذي تقام فـيه الـجمعة بـين أن يكون مسجداً، أو ساحة مسقـفة، أو فضاء معدوداً من البلد – اهـ إعانة الطالبين الجزء الثانى ص ٥٩

SHOLAT JUM’AT : Hukum Membaca Basmalah Ketika Khuthbah

Bagaimna hukum membaca basmalah sebelum membaca ayat Al Qur’an dalam khutbah dan sebelum khutbah ?

JAWAB :

Membaca basmalah dalam khutbah sebelum membaca Al Qur’an hukumnya tidak ada anjuran, dan sebelum khutbah hukumnya bid’ah.

Keterangan dari Kitab Bughyah Al Mustarsyidin hal. 82

وعبارته ؛ (مسألة: ب): لا تنبغي البسملة أول الخطبة، بل هي بدعة مخالفة لما عليه السلف الصالح من أئمتنا ومشايخنا الذين يقتدى بأفعالهم ويستضاء بأنوارهم، مع أن أصح الروايات خبر: «كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه بحمد الله» فساوت البسملة الحمدلة – اهـ بغية المشترشدين ص ٨٢ من مكتبة المرجع الأكبر

SHOLAT JUM’AT : Hukum Sholat Jum’at Bagi Yang Tidak Wajib Jum’atan

Bagaimana hukumnya melaksanakan sholat Jum’at bagi mereka yang tidak berkewajiban sholat Jum’at ?

JAWAB :

Hukumnya sunnah dan tidak berkewajiban melakukan sholat dhuhur sebagai ganti

Keterangan dari Kitab

Al-Mahalli juz 1 hal. 269

Hamisy Bujairimi ‘Alal Khothib juz 2 hal. 164

وعبارته ؛ ويُستحبّ حضورُها للمسافر والعبد والصبى قال فى شرح المهذم عن البندنجى والعجوزة – اهـ المحلى الجزء الأول ص ٢٦٩

ومن صح ظهره ممن لا تلزمه الجمعةُ صحت جمعتُه لأنها اذا صحت ممن تلزمه فمن لا تلزه اولى وتغنى عن ظهره – اهـ الإقناع هامش البجيرمى الجزء الثانى ص ١٦٤

SHOLAT JUM’AT : Tertidur Ketika Jum’atan

Apabila terdapat ahli Jum’ah sebanyak (100) seratus orang, sedangkan yang 80 (delapan puluh) orang tertidur dan tidak mendengarkan khutbah, Apakah sah khutbah dan Jum’ahnya ?

JAWAB

Sah, walaupun tidak mencapai 40 orang yang mendengarkan khutbah.

Keterangan dari Kitab Al Qulyubi juz 1 hal. 28

وعبارته ؛ قال شيخنا ولا يضرّ النوم خلافا لمن جعله كالصمم – اهـ القليوبى الجزء الأول ص ٢٨

SHOLAT JUM’AT : Amalan Setelah Shalat Jum’at

a. Bagaimana dasar hukumnya membaca QS.Al-Fatihah 7x, QS.Al-Ikhlas 7x, QS.Al-Falaq 7x, dan QS.An-Nas 7x setelah shalat Jum’at dan dilanjutkan dengan Syair Abu Nawas? Apa dasar hukumnya dan diambil dari kitab apa?

 b. Terkadang imam melafalkan surat-surat diatas 7x, ada juga yang hanya dengan 5x atau 3x. Yang mana yang benar?

 c. Saya juga pernah mendengar dari seseorang, ketika setelah tahiyat akhir biar mendapat kesunahannya jangan berganti posisi tahiyat akhir itu? Apakah benar?

 JAWAB :

Dzikir merupakan anjuran dari Allah Swt yang dapat dilaksanakan kapan dan dimanapun (tidak mngenal situasi dan kondisi), hal ini sesuai dengan salah satu firman-Nya yang artinya kurang lebih wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (ingatlah) kalian kepada Allah sebanyak-banyaknya (surat Al-Ahzab).

Tidak terhitung jumlah karya ulama yang menjelaskan tentang masalah dzikir dan keutamaannya. Diantara karya tersebut adalah Al-Adzkar yang disusun oleh Yahya bin Syaraf an-Nawawi. Kitab ini  banyak dikaji di berbagai pesantren NU. Dalam karya ini pula terdapat referensi sebagai jawaban atas pertanyaan yangdi atas.

 عنعائشة رضي الله عنها ، قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” منقرأ بعد صلاة الجمعة : قل هو الله أحد ، وقل أعوذ برب الفلق ،وقل أعوذ بربالناس ، سبع مرات ، أعاذه الله عز وجل بها من السوء إلى الجمعة الأخرى    

Artinya:  Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata, Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang membaca (setelah shalat Jum’at) surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas sebanyak tujuh kali, Allah akan menghindarkannya dari keburukan (kejahatan) sampai Jum’at berikutnya. Referensi ini sekaligus menjawab pertanyaan kedua dari saudara.

Sementara mengenai syair Abu Nawas, rujukannya adalah dari kitab Bughyah al-Mustarsyidin.

Adapun mengenai jawaban yang ketiga, kami menjumpai dalam kitab al-Adzkar pula bahwa tidak merubah posisi tempat duduk itu berlaku setelah shalat Subuh. Mungkin, dari sinilah ulama memberlakukan pula hal tersebut dalam shalat shalat fardlu yang lain.