IMAM ABUL ASWAD AD DUALI SEBAGAI BAPAKNYA ILMU NAHWU
Abul Aswad ad-Duali adalah seorang perumus ilmu nahwu. Sebuah ilmu gramatika bahasa Arab yang mengkaji tentang bunyi harokat akhir suatu kalimat. Apakah dhommah, fathah, kasroh, atau sukun. Abul Aswad lahir di masa jahiliyah. Dan memeluk Islam di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ia tidak berjumpa dengan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia merupakan sahabat dari Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu. Dan berada di pihaknya saat Perang Shiffin.
Abul Aswad ad-Duali ada sosok yang populer. Ia seorang tabi’in. Seorang yang fakih. Ahli syair dan ahli bahasa Arab. Termasuk seseorang yang bagus visinya dan cerdas pemikirannya. Selain itu, ia juga piawai dalam menunggang kuda. Dialah peletak dasar ilmu nahwu. Dan menurut pendapat yang paling masyhur, dialah yang memberi titik pada huruf-huruf hijaiyah pada mush-haf Alquran (az-Zarkali: al-A’lam, 3/236-237).
Nasab dan Kelahirannya
Dia adalah Abul Aswad, namanya Zhalim bin Amr bin Sufyan bin Jandal (Ibnu Khalkan: Wafayatu-l A’yan, Daru-sh Shadir Beirut 1900, 2/535). Ad-Duali al-Kinani al-Bashri. Ibunya bernama Thuwailah dari Bani Abdu-d Dar bin Qushay (Khalifah bin Khayyath: Thabaqat Khalifah bin Khayyath, 1993 M, Hal: 328).
Abul Aswad lahir di masa jahiliyah (as-Suyuthi: al-Mazhar fi Ulumi-l Lughah wa Awa’iha, 1998, 2/392). Kemudian memeluk Islam di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (al-Mizzi: Tadzhibu-l Kamal, 33/37). Ia adalah tokoh besar di masa tabi’in. bersahabat dengan Ali bin Abi Thalib dan berada di pihaknya saat terjadi Perang Shiffin.
Kehidupannya
Abul Aswad ad-Duali tinggal di Bashrah di masa pemerintah Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Dan memerintah wilayah tersebut di masa Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu menggantikan Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma. Jabatan tersebut senantiasa ia pegang hingga wafatnya Ali bin Abu Thalib. Saat Muawiyah memegang tampuk kekuasaan, Abul Aswad menemuinya dan Muawiyah pun memuliakannya (az-Zarkali: al-A’lam, 3/236-237).
Bapak Ilmu Nahwu
Orang pertama yang merumuskan ilmu nahwu adalah Abul Aswad ad-Duali. Terdapat banyak versi tentang sebab perumusan ilmu nahwu. Ada yang mengatakan, “Abul Aswad menemui Abdullah bin Abbas. Ia berkata, ‘Aku melihat lisan-lisannya orang Arab sudah rusak gramatikanya. Aku ingin merumuskan sesuatu untuk mereka. Sesuatu yang meluruskan kembali lisan-lisan mereka’. Ibnu Abbas menanggapi, ‘Mungkin yang kau maksud adalah nahwu. Ya, itu benar. Buatlah rumusan dengan merujuk ke Surat Yusuf (al-Qifthi: Inbah ar-Ruwwati ‘ala Anba an-Nuhah, Cet. I 1982, 1/50-51).
Ada juga yang mengatakan, “Salah seorang anak perempuannya berkata,
يا أبت؛ ما أحسنُ السَّمَاء
Kata أحسن harakat terakhirnya dhommah. Dan kata السماء harokat terakhirnya kasroh. Anak tersebut ingin mengatakan “Hai ayah, alangkah indahnya langit!” Tapi karena bunyi harokat akhirnya salah, maka artinya “Apakah yang paling indah di langit?”. Sehingga Abul- Aswad menjawabnya,
يا بنية؛ نجومها
“Bintangnya, nak”
Anaknya berkata, “Yang kumaksud (bukan bertanya) sesuatu yang paling indah. Tapi aku takjub dengan betapa indahnya langit.”
Abul Aswad berkata, “Kalau begitu, katakan!
ما أحسنَ السَّمَاء
“Alangkah indahnya langit.”
Sejak itu ia menaruh perhatian besar dengan ilmu nahwu. Ada yang bertanya kepadanya, “Darimana kau memperoleh ilmu nahwu ini?” Ia menjawab, “Aku belajar kaidah-kaidahnya kepada Ali bin Abu Thalib.” (ath-Thayyib Ba Mukhramah: Qiladatu-n Nahwi fi Wafayati A’yani-d Dahr, 2008 M, 1/508).
Dengan demikian, ilmu nahwu sangat membantu orang-orang non-Arab dalam membaca teks Arab. Terutama teks Arab gundul. Dengan benarnya harokat seseorang bisa memahami teks Arab dengan pemahaman yang benar. Jika memahami teks dengan benar saja tidak mampu, maka bagaimana bisa akan mendapat kesimpulan dan pemahaman yang benar dari suatu teks. Inilah jasa besar Abul Aswad ad-Duali kepada umat ini.
Wafatnya
Abul Aswad ad-Duali wafat di Bashrah pada tahun 69 H/688 M. Ia terserang wabah tah’un. Saat itu usianya 80 tahun. Ada juga yang mengatakan bahwa ia wafat di masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Dan kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz dimulai pada bulan Shafar 99 H – Rajab 101 H (Ibnu Khalkan: Wafayat al-A’yan, 2/539).
CARA MEMBACA LAFADZ ARROHMAN ARROHIM DALAM BASMALAH
I’rob Dan Cara Baca ” Al-Rohmaan Al-Rohiim ” dalam Basmalah
- Sumber 1 : Kitab Awamil
Berikut i’rob (cara baca) الرحمن الرحيم dalam Basmalah
Pertama dibaca الرحمنِ الرحيمِ (Al-rohmaaNI Al-RohiiMI)
- Al-rohmaaNi jadi sifat awal dari lafadz ALLAH ,dibaca jar ,tanda jar nya adalah kasroh
- Al-RohiiMi jadi sifat kedua dari lafadz ALLAH ,dibaca jar ,tanda jar nya adalah kasroh
Sifatnya sifat haqiqi, Adapun ta’rif sifat haqiqi adalah Merofa’kan pada pada dhomir man’ut yang disimpan,yang kembali pada maushuf ‘alaih yang di buang.
Taqdirnya اي هو ، هو يعود علي الله
Sifat haqiqi harus mendapat empat syarat dari sepuluh syarat yang ditetapkan
- boleh dibaca JAR ,membuang ROFA’ dan NASAB (dapat 1 dari 3)
- boleh IFROD ,membuang TATSNIYAH dan JAMA’ (dapat 2 dari 6)
- boleh TADZKIR ,membuang TA`NITS (dapat 3 dari 8)
- boleh TA’RIF ,membuang TANKIR (dapat 4 dari 10)
Kedua dibaca الرحمنَ الرحيمَ (Al-rohmaaNA Al-RohiiMA)
- Al-rohmaaNa jadi Maf’ul Muthlaq dari fi’il fa’il yang dibuang.
Taqdirnya : اي اعني الرحمنَ الرحيمَ - Al-RohiiMa اي اعني الرحيمَ
Ketiga dibaca الرحمنُ الرحيمُ ( Al-rohmaaNU Al-RohiiMU )
-Al-rohmaaNu Al-RohiiMu ,jadi KHOBAR MUBTADA MAHDZUF
Taqdirnya : اي هو الرحمنُ الرحيمُ
اي huruf tafsir
هو Isim dhomir bariz munfashil La mahala laha fil i’rob,mabni fatah mahal rofa’ jadi mubtada.
الرحمنُ jadi KHOBAR dibaca rofa’ dan cirinya adalah dhomah
الرحيمُ jadi KHOBAR dibaca rofa’ dan cirinya adalah dhomah
- Sumber 2 : Hamisyi Matan Syarah Jurumiyah ,hal 4 dan 5
والرحمن الرحيم صفتان للفظ الجلالة ،فيهما تسعة اوجه من الاعراب وهي جرهما ونصبهما ورفعهما وجر الاول مع رفع الثاني ، او نصبه ورفع الاول مع نصب الثاني وبالعكس،فهذه سبعة اوجه واحد منها يجوز عربية ويتعين قراءة ,وستة تجوز عربية لا قراءة
وبقي اثنان ممتنعان وهما رفع الاول او نصبه مع جر الثاني،وانما امتنعا لان فيهما الاتباع بعد القطع. والاتباع بعد القطع رجوع الي الشيء بعد الانصراف عنه وهو ممنوع عند الاكثر
Yang terkumpul dalam beit
و جاز في الرحمن والرحيم *** تسعة أوجه لدى الفهيم
جرّهما نصبهما رفعهما *** فهذه ثلاثة فلتفهما
و الرابع الرحمن و الرحيم *** و الخامس العكس حوى الفهيم
و الجرّ في السادس قد أتى *** و نصبك الرحيم فافهم يا فتى
و الرفع في الرحيم سابع وفى *** و الجرّ في الرحمن أيضاً عرفا
و الرفع ثم الجرّ تاسع أتم *** أعداد أوجه فحصلها تُؤَم
و ثامن و تاسع قد ضَعُفَا *** و قول منع فيهما قد ضُعِّـفا
Keterangan
Ada Sembilan (9) macam bacaan dalam الرحمنِ الرحيمِ
- Boleh dibaca dalam tatabahasa arab dan fardhu ain dalam qiro’at,
yaitu :
*** الرحمنِ الرحيمِ (al-rohmaaNI al-rohiiMI) - Boleh dibaca hanya dalam tatabahasa arab,namun tidak boleh dalam qiro’at,
yaitu :
*** الرحمن و الرحيم (al-rohmaaNA al-rohiiMA)
*** الرحمن و الرحيم (al-rohmaaNU al-rohiiMU)
*** الرحمن و الرحيم (al-rohmaaNI al-rohiiMU)
*** الرحمن و الرحيم (al-rohmaaNI al-rohiiMA)
*** الرحمن و الرحيم (al-rohmaaNU al-rohiiMA)
*** الرحمن و الرحيم (al-rohmaaNA al-rohiiMU) - Dua sisanya,adalah cara membaca yang tidak diperbolehkan dalam tatabahasa arab, apalagi dibaca dalam qiro`at.
Yaitu :
*** الرحمنِ الرحيمِ (al-rohmaaNU al-rohiiMI)
*** الرحمنِ الرحيمِ (al-rohmaaNA al-rohiiMI)
Alasan atau ‘Ilat nya adalah :
وانما امتنعا لان فيهما الاتباع بعد القطع. والاتباع بعد القطع رجوع الي الشيء بعد الانصراف عنه وهو ممنوع عند الاكثر
Wallahu A’lam
PENJELASAN ILMU BALAGHOH DAN HAL YANG ADA HUBUNGAN DENGANYA
- Pengertian Balaghah
Secara etimologi (bahasa), balaghah ialah sampai atau mencapai.
Balaghah secara terminologi dikatakan bahwa balaghah menjadi sifat bagi kalimat dan pembicara atau orang yang berkata..
Balaghah ialah menyampaikan makna yang agung secara jelas dengan menggunakan kata-kata yang benar dan fasih, yang memiliki kesan dalam hati dan cukup menarik, serta sesuai setiap kalimatnya kepada kondisi atau situasi sekaligus orang-orang yang diajak bicara.
- Kalimat yang baligh
“Kalimat baligh adalah kalimat yang sesuai dengan kondisi khitab dan lafadz-lafadznya telah fasik, baik kata-kata ataupun kalimat-kalimatnya.”
– Kondisi khitab disebut juga “maqam” ialah hal-hal yang merangsang pembicaraan untuk menyampaikan kata-katanya dengan bentuk khusus.
– Kondisi khitob atau muqtadhal hal ialah keadaan yang mengajak untuk menyampaikan kalimat sesuai dengan konteksnya. Artinya, sesuai dengan mukhatabnya dan bentuk khususnya.
- Balaghah pembicara
Balaghah pembicara adalah kemampuan yang ada dihati yang dengan kemampuan itu dapat disusun kalimat yang baligh yang sesuai dengan kontekstual. Bersama itu kalimat tersebut telah fasik dalam segala makna yang dituju.
Yang dimaksud dengan kemampuan yang ada dihati adalah bakat, suatu sifat yang tertanam dihati manusia. Oleh karenannya, seorang yang “baligh” (petah lidahnya) haruslah berpikir mengenai makna yang ada dihatinya terlebih dahulu sebelum mengucapkan perkataan.
Bagi peminat ilmu baligh wajib mengetahui ilmu bahasa, ilmu sharaf, ilmu tata bahasa (nahwu), ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’. Sebagai peminat ilmu balaghah sebaiknya mengetahui tentang uslub (gaya bahasa) yang merupakan makna yang dibentuk dalam lafadz untuk mencapai makna yang dimaksudkan. Gaya bahasa ada 3 macam, yaitu :
- Gaya bahasa ilmiah. Keistimewaan metode ini yang paling menonjol adalah memberikan kejelasan dan mesti menampakkan kesan yang kuat dan indah.
- Gaya bahasa sastra. Pada gaya bahasa ini, keindahan adalah merupakan sifat-sifatnya yang paling menonjol. Gaya bahasa ini menampilkan khayalan indah, gambaran halus dan menyentuh. Aspek puisi dan prosa merupakan sasaran metode ini.
- Gaya bahasa pidato. Pada metode ini, terdapat posisi yang agung mengenai kesan dan sasarannya kelubuk hati. Diantara hal yang bisa menambah kesan ialah kedudukan si khatib sendiri di hati para pendengarnya, kekuatan sifat yang dimilikinya, argumentasinya, ketinggian suaranya, kebaikan cara menyampaikannya dan kekukuhan isyarat-isyaratnya.
1. Pengertian Ilmu Ma’ani
Ilmu Ma’ani adalah pokok-pokok dan dasar-dasar untuk mengetahui tata cara menyesuaikan kalimat kepada kontekstualnya (muqtadhal halnya) sehingga cocok dengan tujuan yang dikehendaki.
Perkataan Al-Ma’ani adalah bentuk jamak dari kata makna. Secara terminology adalah hal yang dituju. Menurut pengertian terminology ulama ilmu Bayan ialah menyatakan apa yang tergambar di hati dengan suatu ucapan atau lafazd, atau tujuan yang dimaksudkan oleh lafadz tergambar di dalam hati.
- Faedah ilmu Ma’ani
- Mengetahui kemukjizatan al-Qur’an melalui aspek kebaikan susunan dan sifatnya, keindahan kalimat, kehalusan bentuk ijaz yang telah diistemawakan oleh Allah dan segala hal yang telah dikandung oleh al-Qur’an itu sendiri.
- Mengetahui rahasia balaghah dan fushahah dalam bahasa Arab yang berupa prosa dan puisi agar dapat mengikutinya dan menyusun sesuai dengan aturannya serta membedakan antara kalimat yang bagus dengan yang bernilai rendah.
1. Pengertian Ilmu Bayan
Al-Bayan (البيان) menurut pengertian bahasa adalah Al-Kasyafu (الكشف) yang berarti membuka atau menyatakan. Bisa juga disebut Al-Lidhaah . Artinya menerangkan atau menjelaskan.
Menurut istilah ulama Balaghah (Al-Balagha’) adalah :
“Dasar-dasar dan kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan satu makna dengan beberapa cara yang sebagiannya berbeda dengan sebagian yang lain dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut.”
Jadi, ilmu Bayan adalah ilmu pengetahuan yang dijadikan pedoman untuk menyatakan satu makna dengan beberapa bentuk yang berbeda dan susunan yang berlainan derajat kejelasannya.
Perlu diketahui bahwasannya yang dianggap dalam ilmu Bayan adalah kehalusan makna-makna yang terdiri dari isti’arah dan kinayah beserta jelasnya lafadz-lafadz yang menunjukkannya.
Dari itu dapat disimpulkan bahwa Al-Bayan adalah lafadz atau ucapan yang fasih yang menjelaskan maksud yang ada dalam hati nurani.
- Pembahasan Ilmu Bayan
Pembahasan ilmu Bayan ini adalah lafadz-lafadz Arab dari segi majaz dan kinayah. Sedangkan hakikat dan tasyabih, bukan termasuk dalam pembahasan ilmu Bayan.
- Faedah Ilmu Bayan
Faedah ilmu ini adalah dapat melihat atau mengetahui rahasia-rahasia kalimat Arab, baik prosa maupun puisinya, dan juga mengetahui perbedaan macam-macam kefasikan dan perbedaan tingkatan sastra, yang dengannya ia dapat mengetahui tingkat kemukjizatan al-Qur’an dimana manusia dan jin kebingungan untuk menirunya dan tidak mampu menyusun semisalnya.
- Pengertian Ilmu Badi’
Al-Badi’ (البديع) menurut pengertian etimologi ialah sesuatu yang diciptakan tanpa dengan contoh yang mendahului. Menurut pengertian terminology ialah :
“Suatu ilmu yang dengannya diketahui segi-segi dan keistimewaan-keistimewaan yang dapat membuat kalimat semakin indah, bagus dan menguasinya dengan kebaikan dan keindahan setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi serta jelas makna yang dikehendaki.”
Segi-segi yang dimaksud adalah cara-cara yang ditetapkan untuk mengiasai kalimat dan memperindahnya, dengan ilmu Ma’ani dan ilmu Bayan menurut materinya dan dengan ilmu Badi’ menurut sifatnya.
Memperindah kalimat ada 2 :
- Memperindah kalimat secara maknawiyah (muhassinat ma’nawiyah) ialah tata cara memperindah yang kembali kepada segi makna sejak semula dan sesuai dengan keadaannya, walaupun lafadz menjadi indah karena mengikutinya.
- Memperindah kalimat secara lafdziyah (muhassinat lafdziah) ialah tata cara memperindah kalimat yang hanya kepada segi lafadz saja, sejak semula, meskipun segi makna menjadi indah karena mengikutinya.
TUJUAN BELAJAR I’LAL DI DALAM BAHASA ARAB
Tujuan I’lal adalah merubah Huruf Illat seperti Wau, Alif dan Ya’, supaya ringan dan mudah dalam mengucapkannya. Untuk mempelajarinya, tentunya terlebih dahulu kita harus mengenal Wazan-wazan Fi’il, seperti:
Wazan Fi’il
- Fi’il Tsulatsi Mujarrod
- Fi’il Ruba’i Mujarrod
- Fi’il Tsulatsi Mazid
- Fi’il Ruba’il Mazid
- Fi’il Mulhaq Ruba’i Mujarrad dan Mulhaq Ruba’i Mazid.
Juga mengenal Bina’ pada tiap-tiap kalimah, seperti:
- Bina’ Shohih
- Bina’ Mudho’af
- Bina’ Mahmuz
- Bina’ Mitsal
- Bina’ Ajwaf
- Bina’ Naqis
- Bina’ Lafif.
Cara merubah huruf-huruf illat tersebut, terkadang dengan cara menukar, memindahkan tanda baca/harakat/syakal, disukunkan, bahkan sampai membuang huruf. Semua cara itu tentu ada kaidahnya masing-masing, yang dikenal dengan Kaidah I’lal. Contohnya seperti: صَانَ asal bentuknya صَوَنَ huruf Wau diganti Alif alasannya karena huruf illat Wau tersebut mendapat harkat sedangkan sebelumnya ada Huruf yang berharkat Fathah. Contoh lain seperti: يَصُوْنُ asal bentuknya adalah يَصْوُنُ mengikuti wazan يَفْعُلُ harkat Wau dipindah ke huruf sebelumnya alasannya karenah sebelum Wau ada Huruf Shohih yang tidak mendapatkan Harkat alias Sukun. Dan sebagainya.
Kesimpulannya, untuk lebih memudahkan melaksanakan praktek I’lal ini, kita harus mengetahui dulu bentuk kalimah menurut tashrif nya, mengetahui Bina’ nya, dan yang terpenting mengetahui kaidah-kaidahnya yang berjumlah 19 KAIDAH I’LAL.
- Kaidah Ilal ke 1
- Kaidah Ilal ke 2
- Kaidah Ilal ke 3
- Kaidah Ilal ke 4
- Kaidah Ilal ke 5
- Kaidah Ilal ke 6
- Kaidah Ilal ke 7
- Kaidah Ilal ke 8
- Kaidah Ilal ke 9
- Kaidah Ilal ke 10
- Kaidah Ilal ke 11
- Kaidah Ilal ke 12
- Kaidah Ilal ke 13
- Kaidah Ilal ke 14
- Kaidah Ilal ke 15
- Kaidah Ilal ke 16
- Kaidah Ilal ke 17
- Kaidah Ilal ke 18
- Kaidah Ilal ke 19
PEMBAHASAN KATA KERJA (KALIMAH FI’IL) : FI’IL MADHI FI’IL, MUDLORI DAN FI’IL AMAR
Kata kerja atau Kalimah F’il terbagi tiga:
- Fi’il Madhi – Kata kerja Bentuk Lampau:
Kata kerja menunjukkan kejadian bentuk lampau, yang telah terjadi sebelum masa berbicara. Seperti :
قَرَأَ
“Telah membaca”.
Tanda-tandanya adalah dapat menerima Ta’ Fa’il dan Ta’ Ta’nits Sakinah. Seperti :
قَرَأْتُ
QORO’TU = “Aku telah membaca” dan
قَرَاَتْ
QORO’AT = “Dia (seorang perempuan) telah membaca”.
- Fi’il Mudhori’ – Kata kerja bentuk sedang atau akan:
Kata kerja menunjukkan kejadian sesuatu pada saat berbicara atau setelahnya, pantas digunakan untuk kejadian saat berlangsung atau akan berlangsung.
Dapat dipastikan kejadian itu terjadi saat berlangsung dengan dimasukkannya Lam Taukid dan Ma Nafi. Seperti:
قَالَ إِنِّي لَيَحْزُنُنِي أَنْ تَذْهَبُوا بِهِ
Berkata Ya’qub: “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku…
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
…Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati…
Dapat dipastikan kejadian itu terjadi akan berlangsung dengan dimasukkannya :
س, سوف, لن, أن, ان.
SYIN, SAUFA, LAN, AN dan IN
Seperti:
سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى
dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).
قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَن تَرَانِي
berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku
وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلاًّ مِّن سَعَتِهِ
Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya.
Tanda-tanda Fi’il Mudhori’ adalah: bisa dimasuki لَمْ seperti contoh:
لَمْ يَقْرَأْ
artinya: tidak membaca.
Ciri-ciri Kalimah Fi’il Mudhari’ adalah dimulai dengan huruf Mudhoro’ah yang empat yaitu أ – ن – ي – ت disingkat menjadi أنيت.
Huruf Mudhara’ah Hamzah dipakai untuk Mutakallim/pembicara/orang pertama tunggal/Aku. contoh
أضرب
ADHRIBU = aku akan memukul
Huruf Mudhara’ah Nun dipakai untuk Mutakallim Ma’al Ghair/pembicara/orang pertama jamak/Kami. contoh
نــضرب
NADHRIBU = kami akan memukul
Huruf Mudhara’ah Ya’ dipakai untuk Ghaib Mudzakkar/orang ketiga male, tunggal, dual atau jamak/dia atau mereka. contoh
يــضرب
YADHRIBU = dia (pr) akan memukul
يــضربان
YADHRIBAANI = dia berdua (lk-pr) akan memukul
يــضربون
YADHRIBUUNA = mereka (lk) akan memukul
يــضربن
YADHRIBNA = mereka (pr) akan memukul
Huruf Mudhara’ah Ta’ dipakai untuk Mukhatab secara Mutlaq/orang kedua male atau female, juga dipakai untuk orang ketiga female tunggal dan dual. contoh
تــضرب
TADHRIBU = kamu (lk)/dia (pr) akan memukul
تــضربا
TADHRIBAA = kamu berdua (lk-pr)/dia berdua (pr) akan memukul
تــضربون
TADHRIBUUNA = kamu sekalian (lk) akan memukul
تــضربين
TADHRIBIINA = kamu (pr) akan memukul
تــضربن
TADHRIBNA = kamu sekalian (pr) akan memukul
- Fi’il Amar – Kata kerja bentuk perintah :
Kata kerja untuk memerintah atau mengharap sesuatu yang dihasilkan setelah masa berbicara. contoh:
اقْرأْ
IQRO’ = bacalah.
Tanda-tandanya adalah dapat menerima Nun Taukid beserta menunjukkan perintah. contoh
اقْرَأَنَّ
IQRO’ ANNA = sungguh bacalah.
ARTI DAN TARKIB ILAHI ANTA MAQSUDI WA RIDHOKA MATHLUBI
ARTI DAN TARKIB ILAHI ANTA MAQSUDI WA RIDHOKA MATHLUBI
Gimana tarkib dan arti dari kalimat ini.
الهي انت مقصودي ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك
Terima kasih sebelumnya…..
JAWABAN :
Artinya : Ya Allah hanya Engkaulah yang hamba maksud, Ridha-Mu yang hamba dambakan, berikanlah hamba kemampuan untuk dapat mencinta-Mu dan bermakrifat kepada-Mu.
ILAAHIY ANTA MAQSHUUDIY WA RIDLOOKA MATHLUUBIY A’THINIY MACHABBATAKA WA MA’RIFATAKA
ﺍﻟﻬﻲ ﺍﻧﺖ ﻣﻘﺼﻮﺩﻱ ﻭﺭﺿﺎﻙ ﻣﻄﻠﻮﺑﻲ
ﺍﻋﻄﻨﻲ ﻣﺤﺒﺘﻚ ﻭﻣﻌﺮﻓﺘﻚ
ILAAHIY= Duh Pengeran ingsun : Wahai Tuhanku
ANTA = Utawi Tuan : Engkau …..
iku = adalah
MAQSHUUDIY= Dzat kang den sejo ingsun : Dzat yang ku tuju…..
WA RIDLOOKA= lan utawi ridlone Tuan : Dan keridloan-Mu lah….
iku = adalah
MATHLUUBIY= Barang kang den suprih ingsun : Sesuatu yang saya pinta….
A’THINIY= mugi paring Tuan ing ingsun : Sudilah kiranya Engkau memberikan kepadaku…..
MACHABBATAKA= ing roso demen ing Tuan : Rasa cinta kepada-Mu
Versi 2= ing roso demen Tuan (ing ingsun) : Rasa cinta-Mu (kepadaku)…..
WA MA’RIFATAKA= lan ing ma’rifat ing Tuan : Dan sifat ma’rifat kepada-Mu
KETERANGAN :
UTAWI = MUBTADA’
IKU = KHOBAR
ING = MAF’UL BIHI
RIDLOOKA itu rofa’ jadi Mubtada’ alamat rofa’nya adalah dlommah yang dikira-kirakan pada Alif, karena huruf Alif tidak bisa untuk diharokati.. Ridlo itu termasuk isim maqshur sama halnya lafadz AL-FATAA yang i’robnya Muqoddar pada Alifnya.
I’ROBNYA KALIMAH HASBUNALLOH WA NI’MAL WAKIL
Mau tanya ngi’rab kalimat “Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wani’mal wani’mannashir”
JAWABAN
Berikut ini i’robnya kalimat
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
نِعْمَ الْمَوْلى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
– Kitab Judu lil Qur’an
(حسب) مبتدأ مرفوع و(نا) ضمير مضاف إليه في محلّ جرّ (اللّه) لفظ الجلالة خبر مرفوع بحذف مضاف أي عون اللّه الواو عاطفة- أو استئنافيّة- (نعم) فعل ماض جامد لإنشاء المدح (الوكيل) فاعل مرفوع، والمخصوص بالمدح محذوف تقديره اللّه.
[Hasbu] mubtada’ di baca rafa’
[Na] dhomir, mudhof ilaih mahal jer
[Allahu] lafadz jalalah, khobar dibaca rafa’ dengan membuang mudhof, maksudnya ‘aunillah (pertolongan Allah)
[Wawu] athof atau isti’naf,
[Ni’ma] fi’il madhi jamid untuk memunculkan pujian,
[Al wakil] fail dibaca rafa’ dan yang dikhususkan dengan pujian itu dibuang, taqdirnya adalah dhomir HUWA yang marji’ nya pada lafadz Allah.
(نِعْمَ) فعل ماض لإنشاء المدح.
(الْمَوْلى) فاعل والمخصوص بالمدح محذوف تقديره هو، وجملة المدح في محل رفع خبر للمبتدأ المحذوف، وجملة وهو نعم المولى المقدرة مستأنفة (وَنِعْمَ النَّصِيرُ) إعرابها سابقتها.
[Ni’ma] fi’il madhi untuk memunculkan pujian,
[Al maula] fail dan yang dikhususkan dengan pujian itu di buang, taqdirnya dia,
jumlah pujian dalam mahal rafa’ sebagi khobarnya mubtada’ yg dibuang,
dan jumlah yaitu ni’mal maula yg ditaqdirkan lagi permulaan.
[Wani’man nashir] i’robnya sama dengan sebelumnya.