PUISI ISLAMI : MAAFKANLAH AKU YA ROBI
Tuhanku
Apalah daya fungsiku
Terlalu banyak melupakan Mu
Padahal Engkau jelas-jelas Dhahir
Terlalu seringku mengerdilkan Mu
Padahal Engkau adalah Akbar
Terlalu sering aku membohongi Mu
Padahal Engkau ‘Alim
Tuhanku
Pantaskah diriku disebut hamba Mu
Pantaskah diriku disebut Pengabdi Mu
Tuhanku
Demburan ombak telah mengingatkan ku
Kepada Kebesaran Mu
Angin yang berembus mengingatkan ku
Pada Kau yang selalu hadir
Dan kumpulan awan
dan pasir pantai mengingatkan ku
Akan kuasa diri Mu
Tuhanku, Penciptaku
Tuhanku, Rajaku, Kau lah Rabb di ‘alamin ini
PUISI ISLAMY : RENUNGAN KEHIDUPAN DUNIA DAN ALAM KUBUR
Terbentang langit di cakrawala
Terhias bintang gemerlap di atas kepala
Lampu terang tanpa berawan
Lampu terang tanpa kesulitan
Menerangi malam kesunyian
Dengan sekejab mata kau jadikan
Dimana langit dan bumi terpenuhi
Segala apa yang engkau cari
Namun……
Oleh manusia serakah
Yang selalu menadahkan upah
Sang pencipta jagad raya
Manusia licik berterbangan
Mencari hakekat kehidupan
Tapi sayang……
Mereka lupa tutur kata ulama’
Dzolim pada sang Kuasa
Padahal……
Engkau pencipta segala
Yang Tanpa,,,,
Susah payah semata
Wajah tertunduk sedih bertatap malu
Membayangkan lumpur dosa yang lalu
Disuatu hari yang penuh liku liku
Kuterjang hari hari kemaksiatan
Menindas kearifan ditengan keasyikan
Kuterjerumus kelembah kenistaan
Aku malu….
Kutak kuasa mengankat pengabdian
Gelombang dosa menyantab perahu
Perahu membisu
Kurangkai dengan susah payah bangkit
Menyatu
Kuhilangkan terjalan
Wajah penuh dosa, lesu, bersimpu
Menerobos jurang jurang kerakusan
Pengabdian menyantab manusia setan
Pengabdian membawa arus kesucian
Ingin kemurnian hati
Bersama hawa yang menyejukan nurani
Jeritan si bangkai dalam tanah
Menahan sakit yang parah
Yang tiada terkira
Yang belum terlihat olah mata
Yang belum terdengar oleh manusia
Suara mayat terdengar memilukan
Oleh sekelompok semut dalam tanah
Bangkai tercambuk menakutkan
Yang belum sempat di sucikan
Penghuni tanah yang basah lembab
Menyesal…
Namun sesalpun tiada guna
Bunga kerimbunan berguguran
Berduka atas penghuni kesepian
Yang selalu dalam kegelapan
Tiada sinar yang menerangkan
Serat serat pohon merasakan
Betapa dahsyatnya siksaan tuhan
Panas menghunus
Manusia terletak tak berdaya
Merintih sakit panas membara
Menyesal tiada arti
Berbaik tiada guna
Hati mati tanpa di sadari
Terjerumus rayuan setan
Sang iblis menari
Menyebarkan kepalsuan
Menari menyuguhkan kepalsuan
Disangka kesenangan
Namun akhirnya kesakitan
Penjaga murka membara
Membuang bahan bakar membara
Wajah bengis tanpa rasa
Tiada ampun tiada kata
Manusia bergelimit cari hati
Hilang musnah hati berduri
Kesengsaraan manusia panas terasa
Darah, nanah santapan manusia
IMAM AHMAD BIN HANBAL RAHIMAHULLOH MENANGIS SAMPAI HAMPIR PINGSAN
Dikisahkan, ada seseorang yang mendatangi Al-Imam Ahmad rah. dan bertanya kepada beliau, “Wahai Imam, bagaimana menurut anda mengenai sya’ir ini?“
Beliau menjawab, “Sya’ir apakah ini?” kemudian orang tersebut membaca sya’ir berikut:
إذَا مَا قَالَ لِي رَبِّي أَ مَا استَحْيَيْتَ تَعْصِيْنِي
Jika Rabb-ku berkata kepadaku, “Apakah engkau tidak malu bermaksiat kepada-Ku?”
وَتُخفِي الذَنبَ عَن خَلقِي وَ بِالعِصيَانِ تَأتِينِي
Engkau menutupi dosamu dari makhluk-Ku tapi dengan kemaksiatan engkau mendatangi-Ku
فَكَيفَ أُجِيبُ يَا وَيْحِيِ وَ مَن ذَا سَوفَ يَحمِينِي؟
Maka bagaimana aku akan menjawabnya? Aduhai, celakalah aku dan siapa yang mampu melindungiku?
أُسَلِّي النَفْسَ بِالآمَالِ مِن حِينٍ إِلَى حِينِي
Aku terus menghibur jiwaku dengan angan-angan dari waktu ke waktu
وَ أَنْسَى مَا وَرَاءَ المَوْتِ مَاذَا بَعْدُ تَكْفِينِي
Dan aku lalai terhadap apa yang akan datang setelah kematian dan apa yang akan datang setelah aku dikafani
كَأَنِّي قَدْ ضّمِنتُ العَيشَ لَيسَ المَوْتُ يَأْتِينِي
Seolah-olah aku akan hidup selamanya dan kematian tidak akan menghampiriku
وَ جَائَتْ سَكرَةُ الموتِ الشَدِيدَةُ مَن سَيَحْمِينِي
Dan ketika sakaratul maut yang sangat berat datang menghampiriku, siapakah yang mampu melindungiku?
نَظَرْتُ إِلَى الوُجُوْهِ أَ لَيْـسَ مِنهُمْ مَنْ سَيَفْدِينِـــي
Aku melihat wajah-wajah manusia, tidakkah ada di antara mereka yang akan menebusku?
سَأُسْأَلُ مَا الذِي قَدَّمْتُ فِي دُنيَايَ يُنْجِينِي
Aku akan ditanya tentang apa yang telah aku persiapkan untuk dapat menyelamatkanku (di hari pembalasan)
فَكَيْفَ إِجَابَتِي مِنْ بَعدُ مَا فَرُّطْتُ فِي دِينِي
Maka bagaimanakah aku dapat menjawabnya setelah aku melupakan agamaku
وَ يَا وَيْحِي أَ لَــــمْ أَسْمَعُ كَلَامَ اللهِ يَدْعُوْنِي
Aduhai sungguh celakalah aku, tidakkah aku mendengar firman Allah yang menyeruku?
أَ لَــــمْ أَسْمَعْ لِما قَد جَاءَ فِي قَافٍ وَ ياسِين
Tidakkah aku mendengar apa yang datang kepadaku (dalam surat) Qaaf dan Yasin itu?
أَ لَـــمْ أَسْمَعْ بِيَوْمِ الحَشْرِ يَوْمَ الجَمْعِ وَ الدِّينِي
Tidakkah aku mendengar tentang hari kebangkitan, hari dikumpulkannya (manusia), dan hari pembalasan?
أَ لَـــمْ أَسْمَعْ مُنَادِي المَوْتِ يَدْعُوْنِي يُنَادِينِي
Tidakkah aku mendengar panggilan kematian yang selalu menyeruku, memanggilku?
فَيَا رَبَّــــاه عَبدٌ تَــائِبٌ مَنْ ذَا سَيَؤْوِينِي
Maka wahai Rabb-ku, akulah hambamu yang ingin bertaubat, siapakah yang dapat melindungiku?
سِوَى رَبٍّ غَفُوْرٍ وَاسِعٍ لِلحَقِّ يَهْدِيْنِي
Melainkan Rabb yang Maha Pengampun lagi Maha Luas Karunianya, Dialah yang memberikan hidayah kepadaku
syair yang membuat imam ahmad menangis
أَتَيْتُ إِلَيْكَ فَارْحَمْنِي وَثَقِّـــلْ فِي مَوَازِينِي
Aku datang kepada-Mu, maka rahmatilah diriku dan beratkanlah timbangan (kebaikanku)
وَخَفِّف فِي جَزَائِي أَنتَ أَرْجَـى مَنْ يُجَازِيْنِي
Ringankanlah hukumanku, sesungguhnya hanya Engkaulah yang kuharapkan pahalanya untukku.
Al-Imam Ahmad terus melihat bait-bait sya’ir tersebut dan mengulang-ulangnya kemudian beliau menangis tersedu-sedu. Salah seorang muridnya mengatakan bahwa beliau hampir pingsan karena begitu banyaknya menangis.
Kitab Manaqib Al-Imam Ahmad hal. 205
JIKA CINTA ITU…. MAKA….
Jika cinta itu Pesantren, maka, akanku penuhi fikiranku dengan ilmu-ilmu cinta, agar aku bisa memahami luasnya cinta sebagaimana luasnya ilmu dalam kitab-kitab kuning pesantren
RAYUAN CINTA DARI YANG SEDANG BELAJAR ILMU TAJWID
Dik, saat pertama kali berjumpa denganmu, aku bagaikan berjumpa dengan Saktah…
hanya bisa terpana dengan menahan nafas sebentar…
Aku di matamu mungkin bagaikan Nun Mati di antara idgham Billaghunnah,
terlihat, tapi dianggap tak ada…
Aku ungkapkan maksud dan tujuan perasaanku seperti Idzhar,
jelas dan terang…
Jika Mim Mati bertemu Ba disebut ikhfa Syafawi,
Maka jika aku bertemu dirimu, itu disebut cinta…
Sejenak pandangan kita bertemu, lalu tiba-tiba semua itu seperti Idgham Mutamaatsilain…
melebur jadi satu.
Cintaku padamu seperti Mad Lazim …
Paling panjang di antara yang lainnya…
Setelah kau terima cintaku, hatiku rasanya seperti Qalqalah Kubro..
terpantul-pantul dengan keras…
Dan akhirnya setelah lama kita bersama, cinta kita seperti Iqlab,
ditandai dengan dua hati yang menyatu..
Sayangku padamu seperti Mad Thobi’i dalam Qur’an…
Buanyaaakkk beneerrrrr….
Semoga dalam hubungan, kita ini kayak idgham Bilaghunnah ya,
cuma berdua, Lam dan Ro’ ..
Layaknya Waqaf Mu’annaqah, engkau hanya boleh berhenti di salah satunya,
dia atau aku?
Meski perhatianku ga terlihat kaya Alif Lam Syamsiah, cintaku padamu seperti Alif Lam Qomariah,
terbaca jelas…
Dik, kau dan aku seperti Idghom Mutajanisain…
perjumpaan dua huruf yang sama makhrajnya tapi berlainan sifatnya…
Aku harap cinta kita seperti Waqaf Lazim,
terhenti sempurna di akhir hayat…
Sama halnya dgn Mad ‘Aridh dimana tiap mad bertemu Lin Sukun Aridh akan berhenti,
seperti itulah pandanganku ketika melihatmu…
Layaknya huruf Tafkhim,
namamu pun bercetak tebal di fikiranku
Seperti Hukum imalah yg dikhususkan untuk Ro’ saja,
begitu juga aku yang hanya untukmu.
Semoga aku jadi yang terakhir untuk kamu,
seperti Mad Aridlisukun…
UNGKAPAN PERASAAN CINTA DARI YANG SEDANG BELAJAR NAHWU
Saat itu, aku seperti ISIM MUFROD, tunggal sendirian saja…
seperti kalimat HURUF, sendiri tak bermakna…
seperti fi’il LAAZIM, mencintai tak ada yang dicinta…
tak mau terpuruk dan terdiam, aku harus jadi MUBTADA’, memulai sesuatu..
menjadi seorang FA’IL, yang berawal dari fi’il..
namun aku seperti FI’IL MUDHOORI’ ALLADZII LAM YATTASHIL BIAAKHIRIHII SYAIUN…
mencari sesuatu, tapi tak bertemu sesuatupun di akhir…
Bertemu denganmu adalah KHOBAR MUQODDAM, sebuah kabar yang tak disangka…
Aku pun jadi MUBTADA’ MUAKKHOR, perintis yang kesiangan….
Aku mulai dengan sebuah KALAM, dari untaian susunan beberapa lafadz…
yang MUFID, terkhusus untuk dirimu dengan penuh mak’na…
Dari sini semua bermula…
Aku dan kamu, bagaikan IDHOFAH…
aku MUDHOF,sedang kamu adalah MUDHOF ILAIH nya….
Sungguh Tak bisa dipisahkan….
Cintaku padamu, beri’rob ROFA’. Betul2 TINGGI …
Bertanda DHUMMAH. Bersatu….Cinta kita bersatu, mencapai derajat yang tinggi…..
Saat mengejar cintamu, aku cuma isim beri’rob NASHOB. Susah payah….
yang bertanda FATHAH. Terbuka….
SEHIGGA HANYA DENGAN BERSUSAH PAYAH MAKA CINTA ITU KAN TERBUKA.
Setelah mendapatkan cintamu, tak mau aku seperti isim yang KOFDH. Hina dan rendah
Bertanda Kasroh. Terpecah belah….
SEHINGGA JIKA KITA BERPECAH BELAH TAK BERSATU, RENDAHLAH DERAJAT CINTA KITA.
Karenanya, kan kujaga CINTA kita, layaknya fiil beri’rob JAZM. Penuh kepastian
Bertanda dengan SUKUN. Ketenangan…
Kan kita gapai cinta yang penuh damai,,,,
saat semua terikat dengan kepastian tanpa ragu-ragu,,,,
Seperti MUBTADA’ KHOBAR,,,,,
dimana ada mubtada’ pasti ada khobar.
Setiap ada kamu pasti ada aku yang selalu mendampingi mu disetiap langkahmu.
Seperti tarkib IDHOFAH,,,,
Dimana mudlof dan mudlof ilaih menyebabkan hubungan dan tak boleh ditanwin, karena tanwin menunjukkan
perpisahan.
Hubungan pertalian antara aku dan kamu yang menyebabkan tumbuhnya cintaku.
Seperti ISIM ALAM,,,
Perasaanku padamu itu menyebabkan adanya NAMA,,,, yaitu “cinta”.
Seperti isim ISYAROH,,,,
Daun waru ini sebagai lambang cintaku padamu.
Seperti NIDA’,,,,
Dimana ini adalah sebuah panggilan.
Aku memanggilmu dengan sebutan “cayang”.
Bila dirimu DEKAT aku memanggilmu “hai, yang”.
Bila dirimu JAUH aku memanggilmu “wahai cayang”.
Seperti MAF’UL LIAJLIH,,,,
Perasaan yang didatangkan untukku ini menjelaskan penyebb terjadinya cintaku padamu.
Seperti MUSTASNAA,,,
Tak ada seseorang yang kucinta kecuali dirimu.
Seperti MASDAR,,,
Kamu berada diurutan yang KETIGA diantara yang kucinta.
Pertama adalah cintaku kepada Allah dan rasul.
Kedua kepada orang tuaku guru dan ulama.
Ketiga adalah cintaku padamu.
Seperti MAF’UL BEH,,,
Kamu adalah yang menjadi SUBYEK seseorang yang aku idamkan.
Seperti hal,
Tingkah lakumu yang membuat diriku jatuh cinta padamu…..
Cinta itu seperti KALIMAT ISIM
Cinta itu tidak dibatasi oleh waktu
Cinta itu seperti MUBTADA KHOBAR
Andai Adinda Mubtada, maka Kakanda akan menjadi khobarnya
Seorang Kakanda akan selalu ada untuk Adinda
Cinta juga bagaikan FI’IL & FA’IL
Dirinya tak ada artinya tanpa kehadiran kekasihnya
Dan Juga bagaikan JAR MAJRUR
Kemanapun kekasihnya pergi, Ia kan slalu menemaninya.
Atau bahkan seperti SYARAT JAWAB
Bila kekasihnya tidak ada, apalah arti hidupnya?
Wahai Ternyata tidak selamanya perasaan ini MABNI. Tapi sungguh sulit mengADZFU bayangmu. Padahal aku sudah mencoba
memasukkan AMIL-AMIL lain. Namun tetap saja sulit mencari pemBADALmu. Kamu memang benar-benar FAIL yang
sempurna. Yang membuat perasaan ku semakin mengTAUKID. Walau antara kita mungkin tak pernah terATHOFkan. Aku
ingin mengIDHOFAHkan perasaanku ini padamu. Lalu bagai mana HAL-mu atas perasaanku ???
SWALAYAN SUFI YANG MEMBUAT SERTA MENJUAL PARFUM PENGUAT IMAN
Sejumlah aksesoris jiwa mulai dipasarkan di swalayan Sufi. Selain sejumlah perangkat ibadah, yang banyak diburu pembeli adalah Parfum. Swalayan Sufi layaknya sebuah “The Parfum Garden” bagi jiwa yang sudah mulai berbau apek, hati yang sudah mulai berbau amis oleh lelehan hawa nafsu, dan bau-bau kekeroposan hati yang menua oleh virus-virus syetan.
Tampaknya mereka semua butuh parfum yang benar-benar mengembalikan aroma jiwa yang membahagiakan, aroma syurgawi yang semilir bersama nafas-nafas bidadari.
Parfum ini tentu campuran dari berbagai jenis parfum jiwa yang tiada tara, bahkan disarikan dari bunga-bungan langit, dan pohon-pohon ma’rifat, serta akar-akaran tauhid yang ditanam di tanah yaqin.
Di swalayan Sufi disediakan bahan-bahan bakunya, lalu sekaligus cara mencampurnya.
Bahan-bahannya antara lain:
Empat lembar daun yang dikeringkan oleh sifat-sifat ‘Ubudiyah:
Daun kefakiran, daun kehinaan, daun ke takberdayaan dan daun kelemahan. Lalu ditumbuk jadi satu hingga bertepung lembut.
Tujuh bunga dari pohon Uns (kemesraan dengan Allah): Pohon Taqarrub, pohon Husnudzon Billah, pohon Syukur, pohon Ridho, pohon Yaqin dan Pohon Mahabbah. Semua dilembutkan jadi satu.
Lalu direbus di atas api yang membakar nafsu; minimal setiap lima waktu, dengan airnya yang bersumber dari Taubatan Nasuha.
Kemudian disuling dengan puisi-puisi munajat kecintaan dan ketakberdayaan. Tuangkan dalam botol-botol kerinduan pada Sang Kekasih. Insya Allah Parfumnya menguatkan iman kita.
PUISI PEMBANGUN JIWA ” SAUDARAKU”
Saudaraku….
Dunia terus berputar, waktupun terus berlalu,
hari-hari yang kita lalui dari pagi hingga datang pagi lagi kadang begitu menyesakkan,
bahkan kadang kala ingin kita berhenti mengarunginya.
Atau sebaliknya, muncul keinginan yang dalam akan adanya suatu perubahan yang baru, yang dapat membawa sedikit pencerahan ke arah yang lebih baik, tidak membosankan, apalagi menjemukan.
Seperti seorang musafir di padang pasir, kita butuh seteguk air;
Seperti orang buta, kita butuh cahaya;
Seperti orang bisu, kita ingin bicara;
Seperti orang tuli, kita ingin mendengar nada….
Saudaraku….
Sadarkah kita betapa dosa-dosa telah berakar dalam lapisan kulit dan gundukan tulang-tulang kita?
Sadarkah kita betapa hati kita mati oleh kekejaman dan dominasi nafsu dunia?
Sering gelak tawa kita menutupinya.
Namun jika kesedihan menghujam,
kejenuhan menawan,
kemana kita mencari tabirnya, agar tersembunyi semua kekerdilan jiwa kita?
Saudaraku….
Jangan lagi berkaca di cermin agar hidup tak menjemukan.
Cermin tak pernah berdusta, tapi tak mampu memberi kita variasi analisa.
Hanya sikap egosentris yang digambarkannya,
hanya dari sudut pandang benda di depannya.
Saudaraku….
Minimalisir penyesalan, tataplah keluar barang sejenak,
bergurulah pada alam yang telah banyak ajari kita banyak hal.
Jendela luas bentangkan paparan kehidupan yang dapat kita petik buahnya dan kita rasa manis pahitnya,
yang tunjukkan kita sebuah perjalanan yang kan antar kita pada perjumpaan dengan Kekasih yang maha penyayang…
Saudaraku….
Berkacalah di jendela,
banyak kejadian di luar sana, bisa ratusan bahkan ribuan.
Kenapa kita masih sombong, tidak mengambil hikmahnya?
Apa yang bisa kita banggakan dari diri yang lemah ini???
Saudaraku….
Hanya kematian yang hentikan panggung sandiwara dunia kita.
Ia bisa hampiri kakek/nenek tua, gadis cantik/pemuda tampan, ayah/ibu,
bahkan tak segan disambarnya bayi tak berdosa.
Mungkin sedetik lagi kematian kan hampiri kita, siapkah kita?
Siapkah kita pertanggung jawabkan hari-hari penuh maksiat kita?
Sanggupkah kita jawab pertanyaan-pertanyaan Allah tentang kehidupan kita di dunia?
Saudaraku….
Setelah kita ambil hikmah di jendela, kembalilah berkaca pada cermin.
Tatap diri lekat-lekat,
lihat mata yang ada di cermin itu.
Tanyakan padanya,
“Wahai mata, apa saja yang kaulihat selama ini?
Halalkah yang kau pandang selama ini?
Siapkah kau tatap purnama Allah yang agung, wajah Rasul yang teduh, surga yang harum?”.
Atau akan terburaikah, tertusuk, tersirami air panaskah mata ini karna tidak amanah,
karna banyak melihat yang tidak halal.
Mata yang bening dan indah itu kini bisu,
tapi nanti ia akan berbicara, membuka seluruh aib kita.
Maka sebelum mata itu bicara, katakan padanya,
“Wahai mata, tataplah saja yang dihalalkan Allah”.
Saudaraku….
Kemudian perhatikan mulut kita…
Tanyakan padanya apa saja yang telah terucap.
Kenapa bergunjing, menyakiti, menebar fitnah, dan berdusta menjadi hobi?
Sanggupkah bila nanti kau terjulur dan berbusa karna makanan dan minuman haram pernah masuk di situ?
Sanggupkah wahai mulut???
Karenanya….
ucapkanlah yang baik atau diam,
sampaikanlah yang haq walau berat,
tersenyumlah pada saudaramu,
serulah manusia kepada Tuhanmu,
kelak engkau akan disapa oleh mulut yang tidak pernah berdusta,
yang karna mulut itu harga diri kita ada…
mulut sang pribadi mulia…Rasulullah SAW….
Saudaraku….
Rabalah dada kita, tempat bersemayamnya qalbu,
katakan bahwa walau ia tak tampak di cermin tapi sangat besar peranannya dalam kehidupanku, dalam menentukan baik buruknya aku.
Sadarkah kita akan debu yang menjadikan qolbu kita legam?
Akankah kita biarkan qolbu itu tetap kotor, kering, dan gersang?
Kemudian…
perhatikanlah wajah cantik/tampan yang terpantul di sana.
Akankah ia kekal abadi?
mampukah nanti ia terangkat, atau hanya akan tertunduk malu menyaksikan amalanmu di dunia….
atau….wajah itu akan bersinar, berseri-seri menatap wajah yang paling agung….
Saudaraku….
Setelah kita berkaca pada keduanya,
kenali kembali diri kita,
bersyukurlah pada Allah,
karna tlah dituntun-Nya kita ke dalam perjalanan yang dilalui oleh para kafilah dakwah.
Saudaraku….
Entah mengapa kita senantiasa lupa,
entah mengapa kesombongan dan keangkuhan senantiasa meraja,
padahal, kerja kita belum menghasilkan apa-apa,
bahkan kita senantiasa bercermin tanpa mau menengok ke jendela,
di mana alam terbentang luas, mengajarkan banyak cerita pada kita.
Saudaraku….
Tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu yang baik.
Yang terlambat adalah bila kita tidak memulainya sama sekali.
Kinilah saatnya kita kokohkan kembali langkah awal perjuangan kita.
Buanglah segala kelabu menderu.
Lepaskanlah segala yang menghempas,
berpalinglah dari semunya dunia,
mantapkan hati memulai langkah baru di dalam naungan Ilahi.
Saudaraku….
Tidak banyak waktu yang kita miliki,
jangan mengeluh dan termangu dungu.
Bangkit dan songsong dunia penuh ceria,
pintunya kini berhiaskan tantangan dan kerja keras, kesungguhan dan cita – cita.
Islam menunggu perubahan kita, agar dapat kita kembalikan kejayaannya.
Saudaraku….
Cukuplah Allah pelindung dan penolong kita,
kita mohonkan ampun pada-Nya atas khilaf dan alfa,
pintakan segala kebaikan dari-Nya,
mudah-mudahan digerakkan-Nya lisan kita tuk senantiasa menyebut asma-Nya.
Mudah-mudahan Ia bangkitkan kita di tengah malam,
agar ikhlas membentangkan sajadah,
dan kita tertunduk pasrah,
alirkan air mata membasahi bumi,
agar dekat hati kita pada-Nya,
agar kuat kita arungi hidup ini, betapapun godaan dan halangan yang harus kita lalui…
Saudaraku….
Tiada kata indah yang pantas kita ucap, kecuali syukur atas nikmat-Nya.
Tanpa itu kita tidak berarti apa-apa….
“Astagfirullah….”
PUISI RENUNGAN JIWA “KETIKA AKU DI MAKAMKAN HARI INI”
Perlahan, tubuhku ditutupi tanah,
perlahan, semua pergi meninggalkanku,
masih terdengar jelas langkah-langkah terakhir mereka,
aku sendirian, di tempat gelap yang tak pernah terbayang,
sendiri, menunggu keputusan…
Istri, belahan hati, belahan jiwa pun pergi,
Anak, yang di tubuhnya darahku mengalir, tak juga tinggal,
Apatah lagi sekedar tangan kanan, kawan dekat, rekan bisnis, atau orang-orang lain,
Aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka.
Istriku menangis, sangat pedih, aku pun demikian,
Anakku menangis, tak kalah sedih, dan aku juga,
Tangan kananku menghibur mereka,
kawan dekatku berkirim bunga dan ucapan,
tetapi aku tetap sendiri,
disini, menunggu perhitungan …
Menyesal sudah tak mungkin,
Tobat tak lagi dianggap,
dan ma’af pun tak bakal didengar,
aku benar-benar harus sendiri…
Tuhanku, (entah dari mana kekuatan itu datang, setelah sekian lama aku tak lagi dekat dengan-Nya),
jika Kau beri aku satu lagi kesempatan,
jika Kau pinjamkan lagi beberapa hari milik-Mu,
beberapa hari saja…
Aku akan berkeliling, memohon ma’af pada mereka,
yang selama ini telah merasakan zalimku,
yang selama ini sengsara karena aku,
yang tertindas dalam kuasaku,
yang selama ini telah aku sakiti hatinya
yang selama ini telah aku bohongi
Aku harus kembalikan, semua harta kotor ini,
yang kukumpulkan dengan wajah gembira,
yang kukuras dari sumber yang tak jelas,
yang kumakan, bahkan yang kutelan.
Aku harus tuntaskan janji-janji palsu yg sering ku umbar dulu.
Dan Tuhan,
beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,
untuk berbakti kepada ayah dan ibu tercinta,
teringat kata-kata kasar dan keras yang menyakitkan hati mereka,
maafkan aku ayah dan ibu,
mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayangmu …
beri juga aku waktu,
untuk berkumpul dengan istri dan anakku,
untuk sungguh-sungguh beramal soleh,
Aku sungguh ingin bersujud dihadapan-Mu,
bersama mereka …
PUISI PEMBANGUN JIWA AGAR MENCINTAI KARENA ALLOH
Apakah dia?
Apakah dia…
Apakah dia adalah keindahan maya yang membuat sang nyata terpesona?
Ataukah hanya kerlip semu yang melenyapkan haru..
Seusai kuabadikan hati untuk membuatnya tetap bermimpi..
Aku bertanya..
Layakkah?
Atau akan menjadi retak hati yang mengekang masaku..
Hening…
Keindahan yang mengelilingi jiwa dan rasa sakit yang bercermin kala..
Kenapa aku rela bertaruh…
Pada kisah yang tak bisa aku akhiri..
Hanya pada sang mata tempatku bertanya
hanya pada sang hati tempatku berjanji
aku akan menjaganya, disaat indahnya atau saat setan membuatnya meneteskan air mata..
Aku sayang kamu karena Alloh..