STATUS MAHAR MANTRA ATAU IJAZAH

KERIS 2                Dalam dunia mistik kita sering mendengar istilah kata mantra(amalan amalan). Terkadang mantra mantra menggunakan bahasa yang tidak bisa kita pahami artinya, seperti mantra kejawen. Dalam proses pemberian mantra(pengijazahan) sering pula kita mendengar istilah mahar ijazah dengan nilai uang yang variatif, mulai ribuan hingga jutaan rupiah tergantung pada ijazah yang di minta dan mahar tersebut adalah sebagai ganti dari mantra tersebut. Namun, tidak jarang si penerima ijazah merasa kecewa ketika ternyata mantra ijazah yang di terima  dan di amalkan semisal kejadugan tidak membuahkan hasil yang maksimal.

 Lalu bagaimanakah pandangan fiqh menghukumi mengamalkan mantra mantra seprti di atas?

Dan di namakan akad apakah mahar ijazah ?

Masyarakat indonesia memang identik dengan mistik dan berbagai ilmu ilmu yang mungkin jarang sekali di temukan di timur tengah, sebut saja kejadugan. Meskipun secara nalar, mistik merupakan sesuatu yang di luar keyakinan. Namun fakta membuktikan bahwa mistik memang nyata.

Baerbagai macam mistik seolah olah terdapat di indonesia, mulai dari kanuragan, suwuk, jimat hingga yang berhubungan dengan penglaris.

PECUTNamun, siapa sangka di zaman shohabat, mistik yang berupa suwuk juga pernah terjadi, tepatnya ketika Kholid bin Walid Ra. Mencoba mengobati seorang kepala suku yang terkena patukan ular dengan menggunakan surat Al Fatihah, dan terbukti manjur.

Meski demikian tidak semua penggunaan mantra di legalkan oleh syara’. Penggunaan mantra dapat di perbolehkan ketika memenuhi beberapa syarat di bawah ini :

1. Tidak menggunakan ilmu sihir(ilmu hitam)

2. Menggunakan bahasa arab, atau bahasa ‘ajam(selain arab) yang dapat di pahami artinya

3. Pemberi dan penerima ijazah adalah orang orang yang memiliki ilmu agama secara mendalam dan mengamalkan ilmu agama

Persyaratan ini di tetapkan untuk menghindari mantra mantra yang dapat menyebabkan kekufuran.

–         Telah di maklumi bahwa ilmu sihir adalah permohonan kepada selain Alloh Swt.

–         Sedangkan bahasa yang tidak bisa di fahami memungkinkan terdapat kalimat kalimat kufur tetapi si pengamal tidak mengetahuinya.

–         Begitu juga orang orang yang dangkal ilmu agamanya akan mudah terjerumus kepada kekufuran dengan meyakini bahwa pemberi keberuntungan adalah mantra yang ia amalkan atau jimat yang ia gunakan, hingga menyebabkan dirinya menafikan Alloh Swt. Sebagai dzat yang maha kuasa.

Sebagaimana sabda Rosululloh Saw.:

قَالَ عَوْفٌ بْنُ مَالِكٍ كُنَّا نَرْقِيْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَ رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَي فِيْ ذَلِكَ؟ فَقَالَ اعْرَضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَالَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ

“Auf bin Malik Ra.berkata : “Di zaman jahiliyyah kita menggunakan mantra mantra”, kemudian kami para shohabat bertanya :”Wahai Rosululloh saw. Bagaimana pendapat engkau tentang hal itu?”. Nabi menjawab :”Perlihatkan kepadaku mantra mantra kalian, tidaklah di larang menggunakan mantra selama tidak mengandung kekufuran”.(HR.Muslim)

RAJAHImam al qurthubi mencoba membagi mantra mantra dengan detail menjadi tiga bagian :

a. Mantra yang merupakan warisan nenek moyang yang tidak dapat di mengerti isi dan kandunganya, seperti yang biasa masyarakat jawa menyebut dengan kejawen. Bagian yang ini wajib untuk di hindari supaya tidak mengandung kemusyrikan atau dapat menyebabkan kemusyrikan.

b. Mantra yang menggunakan kalamulloh atau nama nama Alloh, mantra yang bagian ini boleh untuk di lakukan, bahkan jika merupakan ajaran Nabi maka di sunnahkan.

c. Mantra yang menggunakan nama nama selain Alloh, seperti malaikat atau orang sholeh. Bagian yang ini bukan merupakan bagian yang wajib di hindari, atau bagian yang mengandung unsur penyerahan diri kepada Alloh, namun menghindarinya lebih baik. Kecuali jika mengandung unsur mengagungkan mantra mantra tersebut maka menghindarinya adalah wajib.

Sedangkan praktek pengijazahan yang begitu variatif, yang terkadang bahkan semua(hampir) pemberi ijazah meminta imbalan mahar ijazah. Maka dalam hal ini fiqh menyikapi dengan beragam akad yang tentunya dengan memandang beberapa ketentuan sebagai berikut :

 1. Jika berupa pemberian benda benda yang memiliki khasiat tertentu maka dapat di akadi jual beli

2. Jika berupa pemberian do’a do’a atau pengisian badan atau pembacaan mantra maka dapat di akadi ijaroh(sewa) dan ju’alah dengan persyaratan sebagai berikut :

a. ada unsur takalluf(nilai kerja) dari pihak Mujiz(yang memberi ijazah)

b. harus Tahaqquq al Manfaah(manfaat yang patut di beri imbalan)  yang berarti bahwa ijazah yang di berikan telah berulangkali terbukti keberhasilanya

catatan :

BATUkhusus dalam akad ijaroh, di tambah ketentuan syarat keberhasilan semisal si pemberi ijazah adalah belum teruji.

Referensi :

Fathul bari juz 10 hal. 241 dan hal. 195

‘Aunul Ma’bud juz 10 hal 250

Hasyiyah Al Jamal juz 3 hal.544

Syarah Mukhtashor kholil juz 7 hal. 63- 64

Anwa’ul baruq juz 4 hal. 8 dan hal.191