BERLEBIHAN BISA MEMBUNUH AKAL SEHAT MANUSIA

Ma’asyiral muslimin jama’ah Jumat rahimakumullah

Takwa sebagai konsep agama telah diberikan batasan yang sangat jelas, dalam bahasa para ulama itu ada dua hal yang menjadi inti dari ketakwaan seseorang kepada Allah, yang pertama adalah at-tahalli bil fadhail, yang kedua adalah at-takhalli anir radhail . At-tahalli itu artinya menghiasi diri, ngapiki awake, menghias diri dengan perilaku, dengan perbuatan, dengan ucapan, dengan pikiran-pikiran yang fadhail yang mulia, yang utama, dan kebalikannya at-takhalli nyepiake awake, menyucikan diri, melepaskan diri, menghilangkan dari segala hal yang bersifat radhail segala hal yang tidak pantas, yang hina, yang rendahan, yang murahan.

Sesungguhnya kalau konsep dua hal ini kita lakukan, maka akan terjadi sebuah keindahan dalam kehidupan ini, ketika seseorang berusaha terus-menerus mengintrospeksi diri dari segala keutamaan atas segala kebaikan, baik yang berkaitan dengan dirinya, berkaitan dengan sesama manusia, kepada lingkungan, kepada alam semesta, ketika yang dipilih dalam tindakan, dalam perbuatan, dalam ucapan, dalam kebijakannya dalam keputusannya itu adalah fadhail atau sesungguhnya kehidupan ini akan menjadi benar-benar seperti apa yang dijanjikan Allah, wa man yattaqillaha yaj’alnakum akhraja wa yarzukuhum min haisu la yattasib, kehidupan ini akan selesai, dalam arti tidak akan timbul persoalan-persoalan yang menjadi beban, yang menjadi kesengsaraan bagi kehidupan manusia ini yang menjadi malapetakan dalam kehidupan ini, tetapi sekali lagi manusia memiliki potensi punya kecenderungan juga untuk melakukan hal yang tidak baik meskipun potensi dasarnya adalah baik untuk mengukur mana yang  fadhail mana yang radhail, miqiyasnya atau ukurannya adalah agama, hal-hal yang mungkin tidak dapat terjangkau oleh akal pikiran kita, ma la yudrikul aql.

Semua ulama dalam paham ahlu sunnah wal jama’ah sepakat bahwa miqiyasul khair adalah syarr, untuk mengukur sesuatu yang mempunyai nilai keutamaan, nilai kebaikan, terhadap sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia itu dikembalikan kepada agama, tetapi terhadap hal-hal yang  ma yudrikul aql yang akal kita bisa memahami bisa menjangkau maka ukurannya dua, miqiyasuhu asy-syarr yang kedua adalah aql, akal pikiran kita, jiwa kita bisa memberikan pertimbangan, disamping tentu adalah syara’ untuk menentukan apakah sesuatu itu dianggap punya nilai kebaikan atau tidak, seseorang tentulah punya pilihan, punya nafsu, punya target, punya keinginan, tetapi ketika keinginan itu terdapat didalam bingkai pertimbangan yang ditentukan oleh agama, oleh akal yang sehat maka pasti, sesuatu yang menjadi keinginan, sesuatu yang menjadi pilihan itu tidak akan menimbulkan bencana dalam kehidupan ini.

Seringkali seseorang itu merasa begitu memaksakan diri atas pilihan yang sesungguhnya pilihan itu sangat relatif dalam kehidupan ini, cinta terhadap sesuatu terkadang menafikan terhadap seluruh penjelasan dan analisa yang semestinya bisa kita pahami punya nilai kebenaran, al-hubbu yumitu ala kullal yudhoh, ada pepatah itu al-hubb rasa senang, rasa cinta terhadap sesuatu itu terkadang bisa mematikan terhadap seluruh penjelasan yang diberikan, seorang pemuda ketika dia begitu mencintai seseorang yang dia cintai, maka cinta itu menjadi buta, buta itu yumitu ala kullal yudhoh cinta itu akan menghalangi seluruh rasionalitas yang dimiliki oleh seseorang, seluruh penjelasan bahkan agama sekalipun itu tidak mempan untuk didalilkan.

Memahamkan sesuatu yang bisa jadi sesuatu itu menjadi pilihan yang salah, pilihan dalam segala hal termasuk pilihan dalam politik yumitu ala kullal yudhoh, anda memaki-maki seseorang yang sudah mempunyai pilihan A maka itu tidak akan ada artinya, percuma, kita hanya akan berada didalam radhail, didalam sikap yang akan merendahkan diri kita sendiri yang sesungguhnya tidak ada manfaat sesuatu apapun, ketika seseorang sudah mencintai sudah memiliki pilihan terhadap seseorang yang bisa jadi yumitu ala kullal yudhoh akan mematikan terhadap seluruh penjelasan yang ada, karna bisa jadi rasionalitasnya sudah tertutup dengan rasa seneng dan rasa cintanya itu, oleh karena itulah kita sebagai seorang muslim harus menempatkan diri dalam posisi yang proporsional.

Mencintai sesuatu jangan berlebihan, hadis nabi itu haunamma, haunamma itu ada dalam posisi yang tidak terlalu ekstrem, ekstrem itu sesuatu yang tidak dibenarkan dalam agama, berlebihan itu tidak boleh, ibadah sekalipun, lek ibadahe berlebihan itu pun tidak baik, ngaji yang berlebihan pun tidak baik apalagi tidak ngaji blas, tidak ngaji sama sekali secara ekstrem itu malah tidak baik, mencintai seseorang yang berlebihan juga tidak baik, membenci seseorang secara berlebihan juga tidak baik, aza an tuhibbu syaian wa huwa syarrul lakum, Al Quran dengan jelas, bisa jadi anda mencintai seseorang, sesungguhnya dia tidak baik bagi kamu, karna baik atau tidaknya itu adalah keputusan akhirnya itu sesungguhnya Allah yang akan menentukan.

Oleh karena itu, jangan memutlakkan suatu pilihan yang ada dalam kehidupan ini apapun itu, kenapa? Karena tadi saya katakan berlebihan adalah bagian sesuatu yang sesungguhnya akan mematikan rasionalitas kita, akan mematikan akal sehat kita, akan mematikan jiwa kita, ketika akal dan jiwa itu sudah kena penyakit, sudah mati, maka jiwa itu akan sulit mendeteksi terhadap kebaikan-kebaikan, baiknya kita memohon kepada Allah, hati kita ini adalah hati yang qalbin salim, hati kita dijaga untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik, semakin kita melakukan hal-hal yang tidak baik maka hati ini akan semakin tertutup, semakin tertutup, bal ra na qulubuhum hatinya itu nantinya akan menjadi berkarat, hatinya akan menjadi tertutup dan tidak lagi mempunyai kemampuan yang bisa menjadi alarm untuk memperingatkan kita mana yang baik dan mana yang tidak baik dalam kehidupan ini, maka di hati alarm itu harus kita jaga, jangan sampai ada fi qulubihim maradhum fa zada humullahu maradha.

Hati orang kafir itu begitu, sakit dan akan terus bertambah, terus bertambah fa zada humullahu maradha, tiap hari dia hanya mencaci orang, hanya menghasut-hasut kepada orang lain, tiap hari dia hanya akan menilai kepada orang lain fa zada humullahu maradha dan dia akan mati konyol dengan kehasutan yang dia miliki ini, maka menjaga hati itu menjadi dangat penting, qolbin salim, hati kita harus selamat, akal kita kita isi dengan ilmu yang baik, pikiran kita jiwa kita kita jaga baik-baiknya sehingga kita bisa menjadi sumber kita iftah kita untuk memberikan fatwa terhadap apa yang ada dalam kehidupan, maka kanjeng nabi dawuh istafti qolbak.

Untuk mengukur sesuatu itu baik atau tidak, istafti qolbak agama sudah menentukan tetapi apa yang diatur oleh agama kebaikan itu pasti sesuai dengan hatimu istafti qolbak, manusia punya akal, punya hati, ada agama, akal, hati, agama, jiwa itulah sesungguhnya yang jadi pertimbangan dalam diri kita, mana yang terbaik mana yang tidak baik, mana yang harus kita tinggalkan dalam kehidupan ini, dan segala bentuk pelanggaran dan kemaksiatan pasti akan semakin menutup diri kita, hati kita, untuk terus menerus yang lalu kemudian untuk bisa memahami menjadi alarm untuk suatu kebaikan, kemaksiatan itu hanya akan menjauhkan kita dari Allah.

Kemaksiatan itu hanya akan menjauhkan manusia dari Allah, makannya kenapa Nabi Adam itu ketika awal Allah memerintahkan untuk tetap di Surga, Allah menyebutnya dengan wala taqraba hadihis syajarah, hadzihi itu ism isyarah untuk sesuatu yang dekat, wahai Adam dan Hawa, jangan kamu mendekati syajarah ini yang lalu kemudian oleh iblis syajarah itu disebut dengan syajarah khuldi, kalau dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa syajarah itu lahinthah awil kharmi, wahai Adam dan Hawa jangan kamu mendekati ini pohon, digunakan hadzihi kenapa? Karna Allah dan Adam sangat dekat ketika itu, karena belum melakukan kesalahan, wala taqraba hadihis syajarah dengan segala fasilitasnya Allah memberikan itu, faminha raghadan haisu syi’tuma, di Surga Allah memberikan kebebasan untuk memilih apapun yang disukai oleh Adam dan Hawa, apa saja yang dia inginkan, tidak perlu proses di Surga, menginginkan sesuatu maka dia akan datang sesuai dengan keinginan, ketika di dunia kita perlu proses, di akhirat tidak, lalu kemudian oleh kesalahan itu Adam semakin jauh, semakin menjauh dengan Allah dan bahkan lalu kemudian dikeluarkan dari Surga, dan di sana ism isyarahnya sudah diganti yang tadinya menggunakan hadzihi syajarah sudah berubah menjadi alam anhakuma an tilkumas syajarah Adam dan Hawa, saya kan sudah memperingatkan kamu, sudah mengingatkan kamu, sudah mencegah kamu, supaya kamu tidak an tilkumas syajarah dari pohon itu wahai Adam dan Hawa, sudah memekai dengan isyarah yang jauh.

Artinya apa? Ada makna di dalamnya, kesalahan itu semakin menjauh kan  Adam meskipun kesalahan itu tidak disengaja, walam najid lahu asman kesalahan Adam itu sesungguhnya sangat kecil kenapa menjadi begitu besar? Yustaghzimus shaghir alal kabir, karena yang melakukan adalah orang yang besar, orang besar melakukan sesuatu kesalahan yang kecil akan menjadi sesuatu yang besar, maka ketika anda menjadi seorang tokoh, anda bersiap-siaplah sesuatu yang kecil, sesuatu yang tidak salah pun bisa menjadi salah karena Yustaghzimus shaghir alal kabir kesalahan kecil, sesuatu yang kecil apabila dilakukan oleh orang yang besar, dia menjadi suatu isu, menjadi suatu berita yang sangat besar.

Berbeda apabila orang yang kecil melakukan sesuatu apapun tidak ada orang yang memerintahkan, tidak ada, sakit mencret pun tidak ada berita, tapi kalau seorang presiden murus maka dia akan menjadi berita yang besar Yustaghzimus shaghir alal kabir hindarkan lagi sesuatu hal yang radhail, hal yang hina, hal yag rendah, hal yang tidak baik, yang bisa jadi hal itu hanya akan menutupi hati kita, yang akan menjadikan karaten hati kita baik secara lisan baik secara tulisan, baik secara langsung maupun tidak langsung, karena hal itu akan menjadikan diri kita tidak peka dengan kebenaran yang mestinya kita perjuangkan.