CINTA MUSLIMAH SEJATI Bag. 8

LOV             Agak tergesa aku memakai sepatu, karena waktu sudah hampir jam 07.00 wib. Sebelumnya aku panasi motor matic yang ku jadikan sebagai alat berkendara dalam semua aktifitas, dengan sebentar ku patut patut tubuh di depan cermin yang setia menemaniku dari kecil. Dalam balutan seragam pramuka, wajah ini tampak cantik dan kerudung warna coklat yang di hias dengan bros berbentuk bunga tampak serasi menambah elegan.

Aku berpamitan kepada ibu yang sedang membersihkan halaman samping warungnya, tak ku lihat satu pembelipun di sana.

“Berangkat dulu ya Bu… “

“Hati hati ya nduk..” Jawab ibu dengan senyum yang sangat menentramkan.

Dengan semangat ku salami tangan ibu, ku cium bolak balik tangan perkasanya, dan bersamaan dengan itu sudut mataku melihat tangan ibu yang sebelah kiri memegang sapu lidi yang telah usang.

“Assalamu’alaikum bu…”

Terucap salamku pada ibu sambil dengan sopan dan halus melepaskan tangan yang sedang saling jabat dengan tangan ibu.

“Wa’alaikum salam, hati hati nduk…”

Bebek matic warna hitam telah ku naiki dan segera ku starter.. terdengar suara berisik saat mesin menyala, Bismillah…. “Subhanalladzi sakhkhoro lana wama kunna lahu mukrinin”. Dengan agak tergesa aku membaca do’a agar tak berhalang suatu apa.

Dengan spontan gas di tangan ku tarik.. Ngeng… Langsung meluncur ke jalan di depan rumah, jalan depan rumahku memang bukan jalan raya atau jalan propinsi, tapi beraspal dan tidak terlalu ramai, jalan itu lebih sering di gunakan sebagai alternatife para sopir bus malam.

Saat menyeberangi got yang ada di pinggir jalan, setang ku belokan ke arah kiri dan gas ku tancap, nafas tertahan dan “ngeng…” hanya dengan sekian detik saja aku sudah berada di jalan aspal depan warung ibu. Saat aku belok tadi, aku ingat akan pembalap motoGP yang tayang di salah satu stasiun tv swasta. Ya.. Aku tadi persis seperti mereka dalam belok di tikungan, tapi hanya beloknya saja. Belok kiri belok kanan.

Ibu melambaikan tanganya sambil berdiri di emper warung membalas lambaian tanganku sebagai perpisahan.

Anak anak berseragam pramuka saling berebut cepat menuju sekolah masing masing. Canda tawa mereka menunjukan jati diri yang masih polos tanpa dosa, lugu tanpa tahu kejamnya dunia.

Mereka juga tidak tahu betapa hidup ini di jalani dengan susah payah oleh orang tua mereka. Tingginya dollar membuat semakin sulitnya rakyat kecil yang berpenghasilan sangat tidak tentu.

Mereka juga tidak tahu, terkadang ada orang orang pinter yang kurang peduli terhadap mereka dalam mencetak buku buku yang yang menjadi bahan konsumsi mereka. Perpustakaan perpustakaan sebagai lumbung ilmu mereka terkadang di kotori oleh ke gegabahan orang pinter yang kurang teliti dan jeli.

Mereka tetap asik dalam canda, sama sekali tak terganggu saat klakson ku pencet sehingga mengeluarkan suara tet… tet… yang memekakan telinga.

Itulah anak anak yang dunianya masih berkisar antara tangis dan tawa.

Roda motor matic terus berputar melewati mereka dengan kecepatan di bawah standar, lebih baik berhati hati daripada terjadi apa yang terduga, namanya juga anak anak, yang terkadang menyeberang tanpa perhitungan nyata.

Loh.. Apalagi anak anak yang relatif belia, orang tua saja sudah berapa yang menjadi korban di jalan raya.

Memang semuanya adalah kehendak yang maha kuasa, tetapi bukankah hati hati akan membuat kita mulia di jalan raya.

Setelah melewati tikungan di depan kantor balai desa, aku sudah bisa melihat pintu gerbang sekolah yang menjadi tujuanku. Walau lebih nampak bayanganya saja… karena memang masih jauh jaraknya. Hanya saja lurusnya jalan membuat semuanya lebih bisa di kenali oleh mata apa yang ada di depan sana.

Dengan tiba tiba ada gerakan tak wajar motor matic yang ku naiki, gerakan seakan akan mau melompat tapi tak ada tenaga. Ku arahkan pandangan ke speedo meter, ku lihat garis merah terendahlah yang di tunjuk oleh jarum pengukur bahan bakar, Kehabisan bensin.

Belum sampai 10 meter mesin motor matic ku mati dengan sendirinya, tinggal suara roda yang berputar dan semakin lama semakin pelan ingin berhenti. Sebelum berhenti sama sekali, ku coba menstarter dengan memencet tombol star dengan agak keras karena terbawa perasaan asa, mesin hanya meringkik.

Setelah berhenti sama sekali, ku coba lagi menghidupkan mesin, tentunya lebih dengan harapan yang tak bertepi, Cuma meringkik lagi.

Motor matic ku pandangi dengan gundah,

Ya Alloh…. kenapa tadi pagi aku tidak terlebih dulu peduli dengan bahan bakarnya? Kenapa aku tidak meneliti?

Padahal di warung ibu ada botol bensin yang berjajar di jual, kan kalau aku teliti, tentu dengan mudah bisa beli di sana.

Aku menyesali diri karena ceroboh.

Biasa, kalau sudah kejadian baru menyesali diri, baru tahu pentingnya introspeksi, manusia memang sering seperti itu.

Kurang waspada dan mawas diri, kalau sudah sakit baru tahu pentingnya menjaga kesehatan, kalau sudah kecurian baru tahu manfaatnya siskamling sehingga langsung di galakan lagi. Itu sudah jadi tradisi, tapi tradisi yang seharusnya di buang dan di jauhi.

Ada orang bijak berkata :

“ Orang yang pandai akan belajar dari kesalahan orang lain, sedangkan orang yang bodoh akan belajar dari kesalahan diri sendiri.

Ku buka tas yang ada di setang.. dompet ku cari cari, dan tak ada di sana..

Aku semakin menyesali semua. Ini karena kebodohanku. Aku hampir menangis mengingat betapa bodohnya diri ini. Sekonyong konyong ada janji di hatiku “ Aku tak akan pernah ceroboh ke dua kalinya”.

Motor matic hitam ku dorong dengan kebat kebit, senyumku kepada orang yang lewat tidak lebih sebagai senyuman palsu, karena menutupi rasa malu mendorong motor. Hati mencoba sabar karena kesalahan dan keadaan, Alloh swt pasti akan menolong orang orang yang sabar. Tiba tiba ada keyakinan kuat muncul di dalam kalbu, tak segan hati ini memohon ampun dan meminta tolong kepada yang maha kuasa menolong. Yakin aku pasti di tolongNya.

Jam di pergelangan tangan kiri kulirik dengan menyibak sedikit lengan baju dan harapan masih banyak waktu tersisa agar bisa sampai ke sekolah tanpa terlambat walau dengan keringat bercucuran.

Terlihat di sana jam 07. 16 menit, berarti aku sudah terlambat satu menit untuk masuk ke kelas. Merinding dan kecut Terbayang akan di marahi kepala sekolah. Mungkin 30 menit atau lebih baru akan sampai ke sekolah kalau terus berjalan mendorong seperti ini.

Orang orang yang lalu lalang tidak ada yang peduli dengan ke alpaanku, masing masing melintasi saja tak ada yang bermurah hati, aku memaklumi, karena mereka semua juga sibuk dengan aktifitas masing masing.

Entah kenapa aku sangat yakin akan datang yang menolong, pertolongan dari Alloh melalui hambanya. Apakah mungkin malaikat akan turun membawa bensin? Malaikat dari hongkong….? he he he hati ini tertawa sendiri, lumayan ada hiburan sedikit, mungkin bisa menetralisir perasaan kacau yang berkecamuk dan wajah yang kaku biar tidak cepat tua.

Tiba tiba.. Ciit… greng greng….

Suara ban mencicit di depanku, tak lebih dari dua meter membuat jantung berdebar walau tidak sampai berhenti berdetak.

Motor ninja RR berhenti dengan tiba tiba dengan suara mesin yang enak….

BERSAMBUNG….