HIKMAH ‘IDDAH DAN HUKUM KELUAR RUMAH BAGI WANITA DI MASA ‘IDDAH

Adapun tujuan dan hikmah diwajibkanya iddah itu adalah sebagaimana dijelaskan dalam salah satu definisi yang disebutkan sebelumnya, yaitu:

Pertama, untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan tersebut dari bibit yang ditinggalkan mantan suaminya. Hal ini disepakati oleh ulama. Pendapat ulama waktu itu didasarkan kepada dua alur pikir:

1.Bibit yang ditinggal oleh mantan suami dapat berbaur dengan bibit orang yang akan mengawininya untuk menciptakan satu janin dalam perut perempuan tersebut. Dengan pembauran itu diragukan anak siapa sebenarnya yang dikandung oleh perempuan tersebut. Untuk menghindarkan pembauran bibit itu, maka perlu diketahui atau diyakini bahwa sebelum perempuan itu kawin lagi rahimnya bersih dari peninggalan mantan suaminya.

2.Tidak ada cara untuk mengetahui apakah perempuan yang baru berpisah dengan suaminya mengandung bibit dari mantan suaminya atau tidak kecuali dengan datangnya beberapa kali haid dalam masa itu. Untuk itu diperlukan masa tunggu.

Alur pikir pertama tersebut di atas tampaknya waktu ini tidak relevan lagi karena sudah diketahui bahwa bibit yang akan menjadi janin hanya dari satu bibit dan berbaurnya beberapa bibit dalam rahim tidak akan mempengaruhi bibit yang sudah memproses menjadi janin itu. Demikian pula alur pikir kedua tidak relevan lagi karena waktu ini sudah ada alat yang canggih untuk mengetahui bersih atau tidaknya rahim perempuan dari mantan suaminya. Meskipun demikian, iddah tetap diwajibkan dengan alasan dibawah ini.

Kedua, untuk ta’abbud, artinya semata untuk memenuhi kehendak dari Allah meskipun secara rasio kita mengira tidak perlu lagi. Contoh dalam hal ini, umpamanya perempuan yang kematian suami dan belum digauli oleh suaminya itu, masih tetap wajib menjalani masa iddah, meskipun dapat dipastikan bahwa mantan suaminya tidak meninggalkan bibit dalam rahim isterinya itu.

Adapun hikmah yang dapat diambil dari ketentuan iddah itu adalah agar suami yang telah menceraikan isterinya itu berpikir kembali dan menyadari tindakan itu tidak baik dan menyesal atas tindakannya itu. Dengan adanya iddah, dia dapat menjalin kembali hidup perkawinan tanpa harus mengadakan akad baru.

Menurut lughah iddah di ambil dari kata kata al-`adad ( العدد ) yang berarti bilangan. Hal ini karena ketika berbicara tentang iddah, maka akan berbicara tentang bilangan-bilangan kurun waktu seperti bulan, tahun, dan lain-lain. Sehingga dengan di ketahui bahwa tujuan iddah adalah untuk mengetahui bersihnya rahim dari janin atau ta’abbud dan berduka/bersedih bila suaminya meninggal.

حاشية الجمل – (ج 19 / ص 124) المكتبة الشاملة

( كِتَابُ الْعِدَدِ ) جَمْعُ عِدَّةٍ مَأْخُوذَةٌ مِنْ الْعَدَدِ لِاشْتِمَالِهَا عَلَيْهِ غَالِبًا وَهِيَ مُدَّةٌ تَتَرَبَّصُ فِيهَا الْمَرْأَةُ لِمَعْرِفَةِ بَرَاءَةِ رَحِمِهَا أَوْ لِلتَّعَبُّدِ أَوْ لِتَفَجُّعِهَا عَلَى زَوْجٍ كَمَا سَيَأْتِي وَالْأَصْلُ فِيهَا قَبْلَ الْإِجْمَاعِ الْآيَاتُ الْآتِيَةُ وَشُرِعَتْ صِيَانَةً لِلْأَنْسَابِ وَتَحْصِينًا لَهَا مِنْ الِاخْتِلَاطِ ( تَجِبُ عِدَّةٌ بِوَطْءِ شُبْهَةٍ أَوْ بِفُرْقَةِ زَوْجٍ حَيٍّ ) بِطَلَاقٍ أَوْ فَسْخٍ أَوْ انْفِسَاخٍ بِلِعَانٍ أَوْ رَضَاعٍ أَوْ غَيْرِهِ ( دَخَلَ مَنِيُّهُ الْمُحْتَرَمُ أَوْ وَطِئَ ) فِي فَرْجٍ ( وَلَوْ فِي دُبُرٍ ) بِخِلَافِ مَا إذَا لَمْ يَكُنْ دُخُولُ مَنِيٍّ وَلَا وَطْءٌ وَلَوْ بَعْدَ خَلْوَةٍ قَالَ تَعَالَى { ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ } ، وَإِنَّمَا وَجَبَتْ بِدُخُولِ مَنِيِّهِ ؛ لِأَنَّهُ كَالْوَطْءِ بَلْ أَوْلَى ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى الْعُلُوقِ مِنْ مُجَرَّدِ الْوَطْءِ وَخَرَجَ بِزِيَادَتِي الْمُحْتَرَمَ غَيْرُهُ بِأَنْ يُنْزِلَ الزَّوْجُ مَنِيَّهُ بِزِنًا فَتُدْخِلَهُ الزَّوْجَةُ فَرْجَهَا ( أَوْ تَيَقُّنِ بَرَاءَةِ رَحِمٍ ) كَمَا فِي صَغِيرٍ أَوْ صَغِيرَةٍ فَإِنَّ الْعِدَّةَ تَجِبُ لِعُمُومِ الْأَدِلَّةِ ؛ وَلِأَنَّ الْإِنْزَالَ الَّذِي بِهِ الْعُلُوقُ خَفِيٌّ يَعْسُرُ تَتَبُّعُهُ فَأَعْرَضَ الشَّرْعُ عَنْهُ وَاكْتَفَى بِسَبَبِهِ وَهُوَ الْوَطْءُ أَوْ إدْخَالُ الْمَنِيِّ كَمَا اكْتَفَى فِي التَّرَخُّصِ بِالسَّفَرِ ، وَأَعْرَضَ عَنْ الْمَشَقَّةِ.

تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج 34 / ص 458) المكتبة الشاملة

( كِتَابُ الْعِدَدِ ) جَمْعُ عِدَّةٍ مِنْ الْعَدَدِ لِاشْتِمَالِهَا عَلَى عَدَدِ أَقْرَاءٍ أَوْ أَشْهُرٍ غَالِبًا وَهِيَ شَرْعًا مُدَّةُ تَرَبُّصِ الْمَرْأَةِ لِتَعْرِفَ بَرَاءَةَ رَحِمِهَا مِنْ الْحَمْلِ أَوْ لِلتَّعَبُّدِ وَهُوَ اصْطِلَاحًا مَا لَا يُعْقَلُ مَعْنَاهُ عِبَادَةً كَانَ أَوْ غَيْرَهَا وَقَوْلُ الزَّرْكَشِيّ لَا يُقَالُ فِيهَا تَعَبُّدٌ ؛ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ مِنْ الْعِبَادَاتِ الْمَحْضَةِ عَجِيبٌ أَوْ لِتَفَجُّعِهَا عَلَى زَوْجٍ مَاتَ وَأُخِّرَتْ إلَى هُنَا لِتَرَتُّبِهَا غَالِبًا عَلَى الطَّلَاقِ وَاللِّعَانِ وَأُلْحِقَ الْإِيلَاءُ وَالظِّهَارُ بِالطَّلَاقِ ؛ لِأَنَّهُمَا كَانَا طَلَاقًا وَلِلطَّلَاقِ تَعَلُّقٌ بِهِمَا وَالْأَصْلُ فِيهَا الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ وَهِيَ مِنْ حَيْثُ الْجُمْلَةُ مَعْلُومَةٌ مِنْ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ ، وَقَوْلِهِمْ لَا يُكَفَّرُ جَاحِدُهَا ؛ لِأَنَّهَا غَيْرُ ضَرُورِيَّةٍ يَنْبَغِي حَمْلُهُ عَلَى بَعْضِ تَفَاصِيلِهَا وَشُرِعَتْ أَصَالَةً صَوْنًا لِلنَّسَبِ عَنْ الِاخْتِلَاطِ وَكُرِّرَتْ الْأَقْرَاءُ الْمُلْحَقُ بِهَا الْأَشْهُرُ مَعَ حُصُولِ الْبَرَاءَةِ بِوَاحِدٍ اسْتِظْهَارًا وَاكْتُفِيَ بِهَا مَعَ أَنَّهَا لَا تُفِيدُ تَيَقُّنَ الْبَرَاءَةِ ؛ لِأَنَّ الْحَامِلَ تَحِيضُ ؛ لِأَنَّهُ نَادِرٌ

Tujuan iddah adalah kosongnya rahim wanita. Jika keadaan hamil maka iddahnya khusus pakai iddah hamil yaitu sampai melahirkan,karena tujuan dari iddah adalah kosongnya rahim dan kosongnya rahim itu sudah terjawab dengan melahirkan. Wallohu a’lam.

أسنى المطالب في شرح روض الطالب (3/ 392)

فَصْلٌ وَإِنْ كانت الْمُطَلَّقَةُ أو نَحْوُهَا حَامِلًا بِوَلَدٍ لَاحِقٍ بِذِي الْعِدَّةِ اعْتَدَّتْ بِوَضْعِهِ حُرَّةً كانت أو أَمَةً ذَاتَ أَقْرَاءٍ أو أَشْهُرٍ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَهُوَ مُخَصِّصٌ لِقَوْلِهِ وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلِأَنَّ الْقَصْدَ من الْعِدَّةِ بَرَاءَةُ الرَّحِمِ وَهِيَ حَاصِلَةٌ بِالْوَضْعِ

Hukum keluar rumah ketika masa ‘iddah

Tidak diperbolehkan keluar rumah ketika masa iddah jika masih memungkinkan ditunggu oleh orang lain, keterangan dari Hasyiyah Bujairomi ‘Alaa al-Khootib IV/52 :

تَنْبِيهٌ : اقْتَصَرَ الْمُصَنِّفُ عَلَى الْحَاجَةِ إعْلَامًا بِجَوَازِهِ لِلضَّرُورَةِ مِنْ بَابِ أَوْلَى كَأَنْ خَافَتْ عَلَى نَفْسِهَا تَلَفًا أَوْ فَاحِشَةً أَوْ خَافَتْ عَلَى مَالِهَا أَوْ وَلَدِهَا مِنْ هَدْمٍ أَوْ غَرَقٍ .فَيَجُوزُ لَهَا الِانْتِقَالُ لِلضَّرُورَةِ الدَّاعِيَةِ إلَى ذَلِكَ ، وَعُلِمَ مِنْ كَلَامِهِ كَغَيْرِهِ تَحْرِيمُ خُرُوجِهَا لِغَيْرِ حَاجَةٍ وَهُوَ كَذَلِكَ ، كَخُرُوجِهَا لِزِيَارَةٍ وَعِيَادَةٍ وَاسْتِنْمَاءِ مَالِ تِجَارَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ .

قَوْلُهُ : ( وَنَحْوِ ذَلِكَ ) أَيْ كَخُرُوجِهَا لِجِنَازَةِ زَوْجِهَا أَوْ أَبِيهَا مَثَلًا فَلَا يَجُوزُ .

Tujuan Pengarang kitab membatasi bolehnya keluar bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah bila ada HAJAT (kepentingan, seperti bekerja mencukupi kebutuhannya) itu sekaligus memberi pengertian juga diperbolehkan baginya keluar dalam keadaan DARURAT seperti dia khawatir akan keselamatannya, kehormatannya, harta bendanya, khawatir akan keselamatan anaknya, maka diperbolehkan baginya keluar rumah sebab adanya darurat tersebut, ini berarti bila tidak unsur di atas tidak boleh (haram) baginya keluar rumah tanpa ada keperluan seperti seperti diatas semisal keluar untuk ziyaroh, menengok orang sakit, menjalankan usahanya agar hartanya bertambah dan lain sebagainya.

Keterangan (dan lain sebagainya) seperti keluarnya untuk menjenguk jenazah suaminya, ayahnya, maka keluarnya tidak boleh. [Hasyiyah Bujairomi ‘Alaa al-Khootib XI/285]

Namun bila keluarnya ada HAJAT (keperluan) seperti mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan dirinya (bagi wanita yang menjalani masa iddah sementara tidak ada yang menafkahinya ) hukum keluarnya DIPERBOLEHKAN

( إلَّا لِحَاجَةٍ ) أَيْ فَيَجُوزُ لَهَا الْخُرُوجُ فِي عِدَّةِ وَفَاةٍ وَعِدَّةِ وَطْءِ شُبْهَةٍ وَنِكَاحٍ فَاسِدٍ وَكَذَا بَائِنٌ وَمَفْسُوخٌ نِكَاحُهَا وَضَابِطُ ذَلِكَ كُلُّ مُعْتَدَّةِ لَا تَجِبُ نَفَقَتُهَا وَلَمْ يَكُنْ لَهَا مَنْ يَقْضِيهَا حَاجَتَهَا لَهَا الْخُرُوجُ فِي النَّهَارِ لِشِرَاءِ طَعَامٍ وَقُطْنٍ وَكَتَّانٍ وَبَيْعِ غَزْلٍ وَنَحْوِهِ لِلْحَاجَةِ إلَى ذَلِكَ ، أَمَّا مَنْ وَجَبَتْ نَفَقَتُهَا مِنْ رَجْعِيَّةٍ أَوْ بَائِنٍ حَامِلٍ أَوْ مُسْتَبْرَأَةٍ فَلَا تَخْرُجُ إلَّا بِإِذْنٍ أَوْ ضَرُورَةٍ كَالزَّوْجَةِ ، لِأَنَّهُنَّ مُكَفَّيَاتٌ بِنَفَقَةِ أَزْوَاجِهِنَّ وَكَذَا لَهَا الْخُرُوجُ لِذَلِكَ لَيْلًا إنْ لَمْ يُمْكِنْهَا نَهَارًا وَكَذَا إلَى دَارِ جَارَتِهَا لِغَزْلٍ وَحَدِيثٍ وَنَحْوِهِمَا لِلتَّأَنُّسِ لَكِنْ بِشَرْطِ أَنْ تَرْجِعَ وَتَبِيتَ فِي بَيْتِهَا .

Diperbolehkah wanita dalam masa iddah keluar rumah untuk bekerja memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarganya dengan beberapa ketentuan :

1.keluarnya hanya semata-mata mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya yang seandainya tidak keluar akan bisa menimbulkan masyaqoh

2.keluarnya dilakukan pada siang hari dan tetap komitmen dengan aturan ihdad selain menetap di rumah seperti tidak memakai wewangian, celak dll.

Diperbolehkan juga baginya keluar untuk mencari nafkah pada malam hari selama tidak memungkinkan melakukannya pada siang hari.

REFERENSI : Al-Bujairomi ‘Ala Al-Khotib XI/284, Al-Bajuri II/183, Syarah Al-Yaqut An-Nafis hlm.652-653, Nihayah Al-Muhtaj VII/ 157, Al-Hawy Al-Kabir VII/324-326, Asy-Syarwany VIII/255.