JANGANLAH MERASA TAKUT KEPADA SELAIN ALLAH SWT.

P e n d a h u l u a n

Tidak ada yang memungkiri bahwa di negeri nusantara yang penduduknya terdiri dari berbagai ragam suku memiliki begitu banyak dan beragam rupa adat istiadat, budaya dan tradisi, yang merupakan warisan peninggalan para leluhur yang terus dipelihara malah dikembangkan sedemikian rupa untuk kemudian diwariskan kembali kepada generasi yang akan datang.

Satu diantara sekian banyak tradisi budaya tersebut yang terus dipertahankan oleh masing-masing suku disetiap daerah adalah kepercayaan kepada adanya makhluk atau roh halus. Dimana makhluk atau roh halus tersebut dianggap sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang dapat memberikan pengaruh kepada manusia sehingga perlu ditakuti. Baik pengaruh buruk berupa kemudharatan maupun pengaruh yang baik berupa kemaslahatan. Seseorang dapat meminta kepada makhluk atau roh halus baik berupa perlindungan dari malapetaka serta meminta rezeki. Sehingga makhluk atau roh halus tersebut harus diberikan penghormatan dan malah dijadikan sesembahan. Penghormatan dan penyembahan dilakukan melalui ritual-ritual adat dengan menyediakan sesajian ( sesajen ) berupa aneka makanan dan buah-buah serta juga disediakan tumbal berupa hewan sembelihan.

Pemberian sesajen dalam acara ritual adat dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur serta sebagai persembahan agar makhluk atau roh halus yang dihormati dan yang ditakuti tersebut tidak menjadi murka, karena kalau makhluk atau roh halus tersebut murka maka akan terjadilah berbagai malapetaka, musibah dan bencana yang menimpa manusia.

Ritual tradisi budaya memberikan persembahan berupa sesajen yang dikemukan diatas merupakan sisa-sisa peninggalan budaya dari leluhur dan nenek moyang yang hidup di zaman jahiliyah yang belum mengenal tauhid.

Meskipun Islam telah menghapus semua kepercayaan dan keyakinan umat-umat terdahulu yang jahil tetapi ternyata sampai sekarang masih banyak diantara masyarakat yang mengaku sebagai muslim masih melakukan ritual tradisi budaya yang mempercayai adanya makhluk atau roh roh halus yang ditakuti selain Allah ta’ala .

Makna Takut

Ibnu Qudamah rohimahullah mengatakan, “Rasa takut merupakan sebuah ungkapan dari rasa sedihnya hati disebabkan hal-hal yang dibenci yang akan terjadi pada masa yang akan datang, rasa ini berbanding lurus dengan sebab-sebabnya kuat dan akan melemah jika sebabnya melemah pula”.

Terdapat tiga jenis rasa takut:

1.Takut Yang Bersifat Tabi’at

Takutnya kita kepada tikaman senjata, terkaman binatang, jilatan api, terjatuh dari tempat yang tinggi, atau tenggelam ke dalam air merupakan takut yang bersifat tabi’at (khauf thabi’iy). ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa memang telah memperlengkapi kita dengan perasaan ini, sebagaimana juga perasaan benci dan cinta -yang dengan itu manusia benci kepada siapa saja yang berbuat jahat kepadanya dan cinta kepada siapa saja yang berbuat baik kepadanya-. Karena nya takut yang bersifat tabi’at ini tidaklah berdosa, selama tidak menjadi sebab dilalaikannya perintah atau dilanggarnya larangan ALLAH. Namun jika lantaran takut terluka atau cidera kemudian kita enggan berangkat ke medan jihad, maka takut semacam ini menjadi berdosa.

2.Takut Yang Bersifat Ibadah

Rasa takut yang dimiliki oleh manusia berupa takut kepada Allah adalah sebagai wujud dari ketaatan manusia kepada Yang Maha Pencipta yang kemudian untuk itu manusia melakukan ketaatan dengan melakukan berbagai ibadah-ibadah wajib yang diperintahkan maupun berbagai ibadah sunnah lainnya sebagaimana yang disyari’atkan. Karena adanya rasa takut dalam diri manusia ini, maka timbullah dorongan untuk mentaati segala perintahnya dan meninggalkan segala apa yang dilarang-Nya. Rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang ada dalam diri manusia ini bersamaan pula dengan adanya pengharapan kepada Allah subhanahu wa ta’ala kiranya dapat memberikan ganjaran pahala , memasukkan ke dalam surga dan menjauhkannya dari siksa neraka.

  1. Takut Yang Tersembunyi

Takut yang tersembunyi (khauf sirry) adalah takut yang sesungguhnya tidak beralasan dan tidak pada tempatnya kita merasa takut. Dan tidaklah timbul rasa takut semacam ini kecuali karena telah tertanam keyakinan bahwa sesuatu yang ditakutinya itu dapat mendatangkan mudharat atau petaka baginya. Maka takut yang demikian ini (sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -rahimahullahu ta’alaa- di dalam Syarah Tsalatsatul Ushul) merupakan jenis kesyirikan.

Takut Kepada Selain Allah

Tidaklah dapat dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya di tengah-tengah masyarakat muslim sejak lama berkembang dengan suburnya kepercayaan bahwa selain Allah subhanahu wa ta’ala ada pula yang mereka sebut sebagai makhluk atau roh-roh halus yang ditakuti karena dapat mendatangkan kemudharatan berupa malapetaka, musibah dan bencana serta berbagai ragam penyakit . Dimana semua itu akan muncul apabila makhluk atau roh-roh halus tersebut marah atau menjadi murka.

Sehingga agar makhluk atau roh-roh halus yang ditakuti tersebut tidak marah atau menjadi murka maka pada waktu-waktu tertentu perlu diadakan ritual pemberian sesajen dan tumbal sebagai bentuk persembahan dari manusia.

Upacara ritual pemberian sesajen dan tumbal sebagaimana yang dimaksudkan diatas sudah menjadi kelaziman dilakukan ditengah-tengah masyarakat di negeri ini melalui berbagai pesta tradisi budaya. Pesta tradisi adat budaya yang memberikan sesajen sebagai wujud adanya rasa takut kepada sesuatu selain Allah antara lain :

1.Tradisi Pesta Sedekah laut

Pesta laut banyak diselenggarakan oleh kalangan masyarakat nelayan yang berdomisili di daerah pesisir/pantai dan biasanya dilakukan setiap setahun sekali dengan ritual melarungkan atau menghanyutkan sesajen ( sesajian ) yang terdiri dari berbagai makanan dan hewan yang telah disembelih (kerbau, kambing atau ayam ). Sesajen yang disiapkan dalam sebuah perahu kecil yang sengaja disiapkan untuk itu diarak beramai-ramai oleh penduduk ketengah laut dengan menggunakan perahu/kapal layaknya karnaval perahu /kapal hias, sesampai ditengah laut sesajen dilarung/dihanyutkan. Namun sebelumnya seorang tokoh kampung terlebih dahulu membacakan doa-doa secara islami yang bercampur dengan mantera-mantera.

Pesta/sedekah laut tersebut dimaksudkan untuk memberikan sesembahan kepada makhluk halus/jin yang mereka sebut sebagai dewa penguasa laut sebagai ucapan rasa syukur dan terimakasih atas rezeki yang diberikan kepada para nelayan berupa hasil tangkapan. Selain itu juga dimaksudkan untuk meredam kemarahan penguasa laut yang dapat membahayakan keselamatan para nelayan selama melaut menangkap ikan. Memberikan sesajen juga sebagai persembahan kepada penguasa laut agar hasil tangkapan para nelayan selama setahun kedepan akan meningkat.

Pesta atau sedekah laut berasal dari kepercayaan   pemujaan dewi laut serta dewi perikanan, dimana pemujaan tersebut agar nelayan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak., oleh penduduk pesisir yang terus dilestarikan dari generasi kegenerasi berikutnya meskipun mereka menganut Islam.

  1. Tradisi Pesta Sedekah Bumi

Masyarakat yang hidup dengan mata pencaharian sebagai petani selepas

dari panen dan menjelang musim tanam yang baru, menyelenggarakanpesta sedekah bumi dengan menyelenggarakan keramaian berupa pertunjukan wayang semalam suntuk. Didalam pesta sedekah bumi tersebut pen duduk menyiapkan berbagai rupa sesajen.Sesajen tersebut dipersembahkan oleh penduduk kepada yang mereka sebut sebagai roh halus atau jin penguasa bumi sebagai bentuk rasa terimakasih karena telah memberikan hasil bumi kepada mereka serta berharap hasil bumi yang mereka usahakan akan berlipat ganda, selain itu juga agar penduduk terhindar dari berbagai bentuk bencana . Selain sesajen tidak ketinggalan disiapkan pula nasi tumpeng.Dalam pemberian sesajen tersebut acara juga dilakukan ritual berupa pembacaan doa yang bercampur dengan mantera-mantera. Pesta sedekah bumi ini juga dimaksudkan untuk meredam kemarahan para roh halus dan jin penguasa bumi dengan memberikan .

Dalam puncaknya acara ritual sedekah bumi di akhiri dengan melantunkan doa bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh sesepuh adat. Doa dalam sedekah bumi tersebut umumnya dipimpin oleh sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan doa yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat kalimat Jawa dan dipadukan dengan doa yang bernuansa Islami.

Ritual sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan.

Upacara ritual sedekah bumi bersumber dari kepercayaan nenek moyang pada masa hindu dan budha yang mempercayai akan dewi padi yang dipuja pada musim-musim menanam padi, panen dan menyimpan padi dalam lumbung.

3.Tradisi Tumbal ( Mengorbankan ternak hewan sembelihan )

Ritual mempersembahkan tumbal atau sesajen kepada makhuk halus atau jin yang dianggap sebagai penunggu atau penguasa tempat tertentu . Mereka meyakini makhluk halus tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan kebaikan atau menimpakan malapetaka kepada siapa saja, sehingga dengan mempersembahkan tumbal atau sesajen mereka berharap dapat meredam kemarahan makhluk halus itu dan agar segala permohonan mereka dipenuhinya. Tumbal yang diberikan biasanya dalam bentuk hewan ternak yang sengaja dikorbankan/disembelih dengan maksud sebagai persembahan kepada makhluk halus atau jin yang diyakini sebagai penunggu atau penguasa sesuatu tempat.

Pemberian tumbal yang dilakukan antara lain :

a.Tumbal hewan ternak untuk keperluan pembangunan proyek-proyek besar, seperti jembabatan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, gedung-gedung, stadion, menara-menara .Hewan ternak yang dikorbankan sebagai tumbal dapat berupa kerbau, sapi atau kambing yang disembelih yang kepalanya ditanamkan dalam lubang pada saat pemancangan tiang utama yang tentunya dilakukan dengan upacara adat/ritual tertentu. Selanjutnya diadakan selamatan dengan membacakan doa secara islami dengan suguhan beruapa makanan dengan lauk pauk utamanya dari daging hewan tumbal.

b.Tumbal untuk kawah gunung berapi. Dimana hewan yang dijadikan tumbal secara hidup-hidup dilemparkan kedalam kawah bersama-sama dengan sesajen lainnya berupa makanan dan buah-buahan sertahasil bumi lainnya, yang tentunya tidak ketinggalan pula nasi tumpeng.

4.Tradisi Pesta Adat Tahunan

Pada setiap masyarakat suku dan daerah memiliki pesta adat tahunan yang rutin oleh masyarakatnya. Belakangan tradisi pesta adat tahunan tersebut dikaitkan penyelenggaraannya dengan peringatan dengan hari ulang tahun Kabupaten atau kota. Sebagai contoh di beberapa kabupaten di Kalimantan Timur seperti di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kutai Timur, Kabupaten Berau dan ditempat lain, setiap penyelenggaraan peringatan hari jadi kabupaten diisi dengan kegiatan utamanya pesta adat, dimana dalam pesta adat tersebut pasti diselenggarakan upacara yang bersifat magis dan sakral serta sangat kental dengan aroma peninggalan zaman nenek moyang yang mempunyai kepercayaan animisme dan dinamisme serta tidak ketinggalan pula pengaruh agama hindu dan budha. Dalam ritualnya tidak pernah ketinggalan yang namanya memberikan sesajen dan bepalas benua, juga tarian-tarian belian memanggil roh-roh penguasa bumi. Seluruh tokoh-tokoh atau para pemuka adat dari suku-suku di pedalaman aktif terlibat dalam prosesi dan ritual penyembahan kepada yang mereka namakan roh-roh ghaib/halus penguasa alam semesta agar para penduduk negeri dapat diberikan perlindungan dari segala bentuk bencana sebagai akibat kemarahan yang ditimbulkan oleh roh-roh jahat.

Takut Kepada Selain Allah Adalah Syirik

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنفَعُهُ ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ

Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfa’at kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.(QS.Al Hajj:12 )

Tradisi budaya melakukan upacara ritual dengan memberikan sesajen dan tumbal baik dalam ritual pesta laut, pesta bumi, dan sesembahan kepada kawah gunung dan lain-lainnya merupakan bentuk peribadatan yang dilakukan oleh manusia bagi makhluk yang dianggap sebagai dewa dan ditakuti karena dianggap mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang dapat membahayakan keselamatan manusia. Selain itu makhluk yang diberikan sesembahan tersebut diyakini dapat pula memberikan perlindungan serta memberikan rezeki kepada manusia.

Segala bentuk ritual memberikan sesembahan yang dilakukan oleh sebagian kalangan dengan berdalihkan sebagai adat kebiasaan yang diwarisi dari nenek moyang tiada lain adalah wujud nyata dari perbuatan menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala, karena Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam samasekali tidak pernah memerintahkan kepada umatnya untuk memberikan sesembahan dalam bentuk sesajen sebagaimana yang dilakukan pada upacara adat sedekah/pesta laut, pesta/sedekah bumi, memberikan tumbal kegunung merapi.

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman :

قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا وَاللّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Katakanlah: “Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfa’at ?” Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.Al Maidah : 76 )

Pemberian sesembahan berupa sesajen dalam upacara adat yang dilakukan masyarakat melalui pesta-pesta adat tiada lain adalah sebagai bentuk ketaatan dan ketakutan mereka kepada sesuatu selain Allah. Mereka-mereka tersebut telah mengagung-agungkan makhluk sebagai sesuatu selain Allah, memberikan sesembahan berupa sesajen, bersyukur kepada sesuatu selain Allah yang dianggap oleh mereka telah memberikan perlindungan, memberikan rezeki dan memberikan keselamatan, padahal sebenarnya yang memberikan perlindungan,memberikan keselamatan dan yang memberikan rezeki tiada lain hanyalah Allah ta’ala bukan siapa-siapa.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشاً وَالسَّمَاء بِنَاء وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاء مَاء فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ فَلاَ تَجْعَلُواْ لِلّهِ أَندَاداً وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah [30], padahal kamu mengetahui.( QS.Al Baqarah : 22

Mereka-mereka lebih takut kepada makhluk yang dianggap sebagai penguasa laut,penguasa bumi, penguasa gunung-gunung, tetapi mereka tidak takut kepada Allah yang telah menciptakan semuanya .Apa yang telah mereka lakukan merupakan perbuatan dosa yang paling besar karena perbuatan tersebut tiada lain adalah perbuatan syirik

Syirik bukanlah hanya sekedar diartikan dengan seseorang menyembah berhala atau mengakui ada pencipta selain Allah. Meskipun menyembah berhala memang termasuk syirik. Namun kesyirikan sebenarnya lebih luas daripada itu. Yaitu yang berkaitan dengan masalah ibadah, jika ada satu ibadah dipalingkan kepada selain Allah, itu pun sudah termasuk syirik.

Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

صحيح البخاري ٣١٧٥: حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

لَمَّا نَزَلَتْ

{ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ }

شَقَّ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ قَالَ لَيْسَ ذَلِكَ إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ

{ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ }

Shahih Bukhari 3175: Telah bercerita kepadaku Ishaq telah mengabarkan kepada kami ‘Isa bin Yunus telah bercerita kepada kami Al A’masy dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari ‘Abdullah berkata; “Ketika turun firman Allah Ta’ala yang artinya: (“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman ….”) (QS al-An’am ayat 82), membuat kaum muslimin menjadi ragu lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, adakah orang di antara kami yang tidak menzhalimi dirinya?”. Maka beliau berkata: “Bukan itu maksudnya. Sesungguhnya yang dimaksud dengan kezhaliman pada ayat itu adalah syirik. Apakah kalian belum pernah mendengar apa yang diucapkan Luqman kepada anaknya saat dia memberi pelajaran: (“Wahai anakku, Janganlah kamu berbuat syirik (menyekutukan Allah), karena sesungguhnya syirik itu benar-benar kezhaliman yang besar”). (QS Luqman ayat 13).

Syirik merupakan bahaya yang terbesar dan penyakit yang paling berbahaya. Syirik sebagai penyakit hati, karena sumber kesyirikan bermula dari keyakinan (i’tiqad) yang ada di dalam hati

Berbagai tradisi warisan budaya yang selama ini masih banyak dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat yang mengaku dirinya sebagai muslim, ternyata mengandung kesyirikan yang nyata. Karena dalam tradisi tersebut mengandung banyak sekali perilaku keyakinan bahwa ada kekuatan atau kekuasaan lain selain Allah yang dapat memberikan kemaslahatan dan kemudharatan bagi manusia.

Padahal perbuatan syirik merupakan perbuatan yang membinasakan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :

صحيح البخاري ٢٥٦٠: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ الْمَدَنِيِّ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Shahih Bukhari 2560: Telah bercerita kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah berkata telah bercerita kepadaku Sulaiman bin Bilal dari Tsaur bin Zaid Al Madaniy dari Abu ‘Al Ghoits dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina”.

Dilihat dari segi syari’at agama perbuatan yang mempercai adanya kekuatan lain yang dapat menimbulkan kemudharatan dan dapat memberian perlindungan kepada manusia sebagai makhluk adalah suatu perbuatan yang sama dengan mengadakan tandingan atas Allah Yang Maha Esa. Kepercayaan ini dinamakan syirik. Karena syirik itu tidak hanya sebatas menyembah atau sujud kepada selain Allah Subhanahu Wata’ala, tetapi segala macam perbuatan yang mengarah kepada pengakuan adanya kekuatan dan kekuasaan lain yang menyamai kekuasaan dan kekuatan Allah Subhanahu Wata’ala dikatagorikan dengan syirik.

Firman Allah Ta’ala :

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَمْلِكُ لَهُمْ رِزْقًا مِّنَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ شَيْئًا وَلاَ يَسْتَطِيعُونَ

فَلاَ تَضْرِبُواْ لِلّهِ الأَمْثَالَ إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tak dapat memberi rezeki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi dan tidak berkuasa (sedikit jua pun). Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui

Firman Allah ta’ala :

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(QS.An Nisaa : 48 )

Sesungguhnya syirik merupakan perbuatan yang tidak akan diampuni sebagaimana yang di firmankan Allah subhanahu wa ta’ala :

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.(QS.An Nisaa : 116 )

Hanya Allah subhanahu wa ta’ala Yang Patut Ditakuti

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam kitab Sunan beliau menyebutkan bahwa Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

سنن أبي داوود ٤٤٨٩: حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْفُضَيْلِ عَنْ مُغِيرَةَ عَنْ أُمِّ مُوسَى عَنْ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ

كَانَ آخِرُ كَلَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ اتَّقُوا اللَّهَ فِيمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Sunan Abu Daud 4489: Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Utsman bin Abu Syaibah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibnul Fudhail dari Mughirah dari Ummu Musa dari Ali ‘Alaissalam ia berkata, “Ucapan terakhir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, “Kerjakanlah shalat, kerjakanlah shalat, dan takutlah kalian kepada Allah atas hak-hak hamba sahaya kalian.”

Bahwa agama Islam disebut sebagai agama tauhid disebabkan agama ini dibangun di atas pondasi pengakuan bahwa Allah adalah Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, baik dalam hal kekuasaan maupun tindakan-tindakan. Allah Maha Esa dalam hal Dzat dan sifat-sifat-Nya, tiada sesuatu pun yang menyerupai diri-Nya. Allah Maha Esa dalam urusan peribadahan, tidak ada yang berhak dijadikan sekutu dan tandingan bagi-Nya. Dan hanya Dia satu-satunya yang mutlak ditakuti oleh setiap hamba-hamba-N ya.

Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

سنن الترمذي ٢٨٦٥: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ وَالْفَضْلُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَغَيْرُ وَاحِدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ بِشْرٍ عَنْ الْحَكَمِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ

{ وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى }

قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَلَا نَعْرِفُ لِقَتَادَةَ سَمَاعًا مِنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا مِنْ أَنَسٍ وَأَبِي الطُّفَيْلِ وَهَذَا عِنْدِي مُخْتَصَرٌ إِنَّمَا يُرْوَى عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَقَرَأَ

{ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ }

الْحَدِيثَ بِطُولِهِ وَحَدِيثُ الْحَكَمِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ عِنْدِي مُخْتَصَرٌ مِنْ هَذَا الْحَدِيثِ

Sunan Tirmidzi 2865: Telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah dan Al Fadhal bin Abu Thalib dan yang lainnya, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Bisyr dari Al Hakam bin Abdul Malik dari Qatadah dari ‘Imran bin Hushain bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca: “WATARAN NAASA SUKAARAA WA MAA HUM BI SUKAARAA (kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal Sebenarnya mereka tidak mabuk).” QS Al-Hajj: 2. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan, kami tidak mengetahui Qatadah pernah mendengar dari salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali dari Anas dan Abu Thufail, dan hadits ini menurut saya hanya ringkasan, hadits ini hanya diriwayatkan dari Qatadah dari Al Hasan dari Imran bin Hushain, dia berkata; Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu perjalanan, kemudian beliau membaca: “YAA AYYUHAN NAASUT TAQUU RABBAKUM (Wahai sekalian manusia, takutlah kalian kepada Rabb kalian).” QS Al Hajj: 1 dengan redaksi yang panjang, sementara hadits Al Hakam bin Abdul Malik menurutku ringkasan dari hadits ini.

Tauhid merupakan kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan Allah kepada setiap hamba-Nya. Namun, sangat disayangkan, kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang ini tidak mengerti hakikat dan kedudukan tauhid. Padahal, tauhid inilah yang merupakan dasar agama kita yang mulia ini. Oleh karena itu, sangatlah urgen bagi kita kaum muslimin untuk mengerti hakikat dan kedudukan tauhid. Hakikat tauhid adalah mengesakan Allah. Bentuk pengesaan ini terbagi menjadi tiga, yaitu :

1.Mengesakan Allah dalam rububiyah-Nya

Maksudnya adalah kita meyakini keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah, seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta isinya, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudarat, dan lainnya, yang merupakan kekhususan bagi Allah. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.

Hal ini sebagaimana firman Allah,:

خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَل لَّا يُوقِنُونَ

, “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (QS. Ath-Thur:35–36)

Meskipun demikian, pengakuan seseorang terhadap tauhid rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam, karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy, yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah,;

قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ

, “Katakanlah, ‘Siapakah yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, dalam keadaan Dia melindungi tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS. Al-Mukminun:86–89)

Yang amat sangat menyedihkan adalah kebanyakan kaum muslimin di zaman sekarang menganggap bahwa seseorang sudah dikatakan beragama Islam jika telah memiliki keyakinan bahwa Allahlah satu-satunya Sang Pencipta, Pemberi rezeki, serta Pemilik dan Pengatur alam semesta.

2.Mengesakan Allah dalam uluhiyah-Nya

Maksudnya adalah kita mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan, seperti salat, doa, nazar, menyembelih, tawakal, taubat, harap, cinta, takut, dan berbagai macam ibadah lainnya. Kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata.

3.Mengesakan Allah dalam nama dan sifat-Nya

Maksudnya adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah yang diterangkan dalam Alquran dan Sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita juga meyakini bahwa hanya Allahlah yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Alquran dan hadits yang dikenal dengan “asmaul husna”), sebagaimana firman-Nya,:

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاء الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr:24)

Seseorang baru dapat dikatakan sebagai muslim yang sejati jika dia telah mengesakan Allah dan tidak berbuat syirik dalam ketiga hal tersebut di atas. Barangsiapa yang menyekutukan Allah (berbuat syirik) dalam salah satu saja dari ketiga hal tersebut, maka dia bukan muslim sejati tetapi dia adalah seorang musyrik.

Mengingat akan pengesaan kepada Allah yang disebutkan diatas, maka sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita sebagai makhluk yang diciptakan Allah, kemudian diberi-Nya berbagai kenikmatan, Dia yang mendatangkan kebaikan bagi manusia dan juga kemudharatan bagi yang dikehendaki-Nya untuk tidak takut kepada-Nya sebagai Allah.

Takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala diwujudkan dengan melakukan keta’atan dalam bentuk ibadah yang disyari’atkan dan juga menjauhi dan meninggalkan segala apa saja yang dilarang-Nya.

Sungguh merupakan perbuatan yang diharamkan apabila ada diantara umat manusia disamping mereka mempercayai adanya Allah tetapi juga mereka masih melakukan perbuatan-perbuatan yang di dalamnya mengandung tindakan mensetarakan/mensejajarkan kedudukan sesuatu

Yang sama dengan kedudukan Alllah ta’ala.

Takut hendaknya hanya ditujukan kepada Allah, apabila rasa takut ditujukan kepada sesuatu selain Allah karena meyakini sesuatu selain Allah itu dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan, maka hal tersebut sebuah kesalahan yang fatal dan berdosa besar. Karena

tidak seorangpun akan mendapatkan kebaikan atau keburukan kecuali apa yang telah ditetapkan Allah Azza wa jalla.Seluruh hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia, meliputi keburukan maupun kebaikan,telah ditetapkan melalui takdir Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan Firman-N ya :

قُلْ مَن ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُم مِّنَ اللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً وَلَا يَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

Katakanlah: “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?” Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah ( QS.Al Ahzab : 17 ).

Sebagai makhluk yang diciptalan Allah azza wajjala, manusia wajib mengimani bahwa apa yang telah ditakdirkan menjadi bagian yang tidak pernah meleset dan apa yang tidak ditakdirkan untuk menjadi bagian dari seseorang tidak akan didapatkan olehnya. Jalan hidup manusia tidak pernah luput dari apa yang telah ditakdirkan sebagaimana sabda Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam :

سنن أبي داوود ٤٠٧٨: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُسَافِرٍ الْهُذَلِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ رَبَاحٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي عَبْلَةَ عَنْ أَبِي حَفْصَةَ قَالَ

قَالَ عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ لِابْنِهِ يَا بُنَيَّ إِنَّكَ لَنْ تَجِدَ طَعْمَ حَقِيقَةِ الْإِيمَانِ حَتَّى تَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ قَالَ رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ يَا بُنَيَّ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ مَاتَ عَلَى غَيْرِ هَذَا فَلَيْسَ مِنِّي

Sunan Abu Daud 4078: dari Abu Hafshah ia berkata; Ubadah bin Ash Shamit berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, sesungguhnya engkau tidak akan dapat merasakan lezatnya iman hingga engkau bisa memahami bahwa apa yang ditakdirkan menjadi bagianmu tidak akan meleset darimu, dan apa yang tidak ditakdirkan untuk menjadi bagianmu tidak akan engkau dapatkan. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena, lalu Allah berfirman kepadanya: “Tulislah!” pena itu menjawab, “Wahai Rabb, apa yang harus aku tulis?” Allah menjawab: “Tulislah semua takdir yang akan terjadi hingga datangnya hari kiamat.” Wahai anakku, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa meninggal tidak di atas keyakinan seperti ini maka ia bukan dari golonganku.”

Sejalan dengan itu segala yang menimpa anak manusia itu datangnya dari Allah azza wa jalla, bukan oleh sebab yang lain. Apabila ada yang beranggapan bahwa kebaikan maupun keburukan yang menimpa manusia itu dikarenakan adanya campur tangan dari sesuatu selain Allah, berarti mereka menganggapan bahwa ada kekuatan lain selain Allah   yang mampu memberikan kebaikan maupun kebahagaian kepada munusia, m aka orang-orang tersebut b erarti telah melakukan kesyirikan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ

“Jika Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (Yunus: 107)

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مسند أحمد ٢٥٣٧: حَدَّثَنَا يُونُسُ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ قَيْسِ بْنِ الْحَجَّاجِ عَنْ حَنَشٍ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ

حَدَّثَهُ أَنَّهُ رَكِبَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ إِنِّي مُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ وَإِذَا سَأَلْتَ فَلْتَسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ

Musnad Ahmad 2537: dari Abdullah bin Abbas bahwa ia menceritakan kepadanya; pada suatu hari ia menunggang di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Wahai anakku, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya engkau mendapatiNya di hadapanmu. Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, seandainya umat ini bersatu untuk memberi manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan padamu. Dan seandainya mereka bersatu untuk mencelakakan dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan padamu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.”

K e s i m p u l a n

Berbagai ragam tradisi budaya warisan leluhur yang jahiliyah dewasa ini terus mewarnai kehidupan sebagian masyarakat muslim di nusantara ini, dimana tradisi budaya tersebut sesungguhnya sangat bertentangan dengan aqidah Islam, karena di dalamnya mengandung dan penuh dengan kesyirikan. Kesyirikan tersebut adalah meyakini bahwa selain Allah subhanahu wa ta’ala ada kekuatan dan kekuasaan lain yang sering disebut sebagai makhluk atau roh-roh halus yang ditakuti karena kemampuannya yang dapat memberikan perlindungan, memberikan rezeki dan mendatangkan bala bencana, sehinggga makhluk halus tersebut harus diberikan sesembahan berupa sesajen.

Takut kepada sesuatu selain Allah ta’ala, kemudian memberikan sesembahan kepadanya, maka sesungguhnya keyakinan tersebut adalah bathil dan syirik. Karena keyakinan sedemikian berarti telah mensejajarkan kedudukan sesuatu selain Allah tersebut dengan kedudukan Allah ta’ala.

Sesungguhnya ajaran aqidah dalam Islam mengharamkan adanya rasa takut kepada selain Allah. Yang patut untuk ditakuti hanyalah Allah azza wa jalla, karena Dia-lah zat yang Maha Pencipta, zat Maha Pemberi Rezeki, zat yang menghidupkan dan yang mematikan, zat yang mendatangkan kebaikan dan keburukan bagi umat manusia. Zat yang memberikan perlindungan bagi manusia. ( Wallahu’alam )