LEBIH BAIK DI BILANG “SOK ALIM” DARIPADA DZOLIM
BANYAK ORANG BERKATA: SOK SUCI KAMU , URUS SAJA DIRI SENDIRI ! APA KAMU SUDAH SUCI ? APA KAMU SUDAH BENER ? LAKUM DINUKUM WALIYADIN ! TAK PERLU CAMPURI URUSAN ORANG LAIN !
Jika Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam hanya mengurus akhlak diri sendiri saja, dan hanya keluarganya saja, tidak untuk mengurusin orang lain, maka mungkin saat ini indahnya islam sebagai agama dan jalan hidup tidak akan pernah sampai kepada kita
Jika Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam hanya mengurus akhlak diri sendiri saja, tidak untuk mengurusin orang lain, mungkin kita sudah dikafirkan oleh Amerika, Israel, portugis, belanda, jepang dan lain-lain yang membawa misi Gold, Gospel, Glory.
Tahukah saudara jika dakwah menyampaikan kebenaran Islam PADA SEMUA ORANG bukan cuma tugas ustadz tapi KEWAJIBAN SETIAP MUSLIM?
Qs.3:20 “Kewajiban kamu hanyalah menyampaikan”
Qs.42:48 “Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan”
Qs.16:82 “Kewajiban yang dibebankan atasmu hanyalah menyampaikan”
Jadi dengan adanya facebook ini maka pemanfaatan facebook yang paling utama adalah dakwah. Dakwah yang berisikan pesan nasehat agama untuk mengajak kepada mereka untuk kembali kepada jalan kebenaran dan yang dapat mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang lain.” [Al Jaami’ Ash Shogir, no. 11608]
Dari Abu Mas’ud Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa memberi petunjuk pada orang lain, maka dia mendapat ganjaran sebagaimana ganjaran orang yang melakukannya.” [HR. Muslim]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لأَنْ يَهْدِىَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Jika Allah memberikan hidayah kepada seseorang melalui perantaraanmu maka itu lebih baik bagimu daripada mendapatkan unta merah (harta yang paling berharga orang Arab saat itu).” [HR. Bukhari dan Muslim]
Lihatlah saudaraku, bagaimana jika tulisan kita dalam note, status, atau link kita di facebook dibaca oleh 5-10 bahkan ratusan orang, lalu mereka amalkan, betapa banyak pahala yang kita peroleh. Jadi, facebook jika dimanfaatkan untuk dakwah semacam ini, sungguh sangat bermanfaat.
Tetapi bagi dari sebagian orang (kalangan kerabat dan teman) ada yang merasa tidak suka ketika kita memanfaatkan facebook tersebut itu untuk mencari pahala dan amal dengan cara dakwah. Sehingga bermunculan orang-orang yang mengatakan, sok suci , sok, alim, sok bijak dan lain sebagainya!
Bagaimanapun dakwah harus berlanjut meski ada yang mencaci maki, meski ada mengatakan sok alim. Lebih baik dikatakan sok alim daripada sok zalim.
Apakah benar dan dibenarkan bila kita menjadi Sok Alim, Sok Bijak, Sok Baik, Sok Suci, dan sok-sok lainnya ?
Menurut saya:
“Suatu perbuatan yang dikatakan sok, itu artinya perbuatan tersebut dilakukan secara berpura-pura. Atau bukan merupakan tabiat asli kita. Dan berpura-pura selama ditujukan untuk membentuk karakter diri pribadi sebagai suatu pembelajaran sebelum kita meraih kondisi yang diharapkan, maka itu adalah suatu cara yang benar dan dibenarkan oleh saya.”
“Yang tidak benar, adalah bila perilaku sok tersebut ditujukan untuk sekedar sombong-sombongan atau sekedar ingin mendapat pujian dari orang lain..”
Dasarnya begini :
Pikiran Alam Bawah sadar tidak bisa membedakan antara sungguh-sungguh atau sekedar pura-pura. Apapun pesan yang disampaikan oleh pikiran sadar anda, baik nyata atau sekedar imajinasi. Semuanya akan ditanggapi dengan serius oleh fikiran bawah sadar dan dijadikan perintah untuk ditindak lanjuti. Alam bawah sadar adalah Bawahan pikiran sadar yang sangat patuh…
Jadi, bila saat ini ini anda belum bisa menjadi orang yang baik, belum bisa menjadi orang yang bijak, alim, suci, dan lain sebagainya. Namun anda berpura-pura saja anda sudah menjadi menjadi orang baik, orang alim, orang suci, dll. Serta anda dalam setiap perkataan dan perberbuatan seolah-olah anda adalah demikian. Maka lambat laun tapi pasti, anda akan betul-betul menjadi orang yang baik, dan orang yang bijak.
Jadi, biarkan anjing menggonggong..[karena memang hanya itu yang bisa dilakukan oleh anjing]
Dan Tetaplah lakukan perubahan diri untuk menjadi lebih baik..!!!
“Percaya adalah meyakini sesuatu walaupun saat itu belum dapat dilihat secara nyata dan secara langsung, dan buahnya adalah melihat apa yang dipercayai secara nyata dan secara langsung..”
PURA-PURA SUKSES = 75% SUKSES
Ada sebuah rahasia kehidupan yang unik mengenai pura-pura yang sangat sederhana namun sangat mengena dan bermanfaat untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seseorang yang memulai pagi harinya dengan pura-pura malas/sakit, yang tidak terbangun segera walaupun sebenarnya dia sudah bangun dari tidurnya, akan menghabiskan seharian waktunya dengan bermalas-malasan atau malahan bisa betul-betul sakit walaupun pada mulanya dia sehat-sehat saja.
Berbeda dengan seseorang yang memulai paginya dengan berpura-pura semangat, berangkat kerja dengan berpura-pura naik mobil pribadi plus sopir pribadi walaupun sebenarnya naik angkutan kota, tersenyum dan menyapa setiap orang berpura-pura seolah-olah semua orang mengenal dirinya, bekerja dengan sangat antusias dan profesional berpura-pura sebagai seorang CEO bergaji ratusan juta rupiah/bulan walaupun sebenarnya posisinya baru seorang Administrator penjualan, misalnya.
Berpura-pura akan merupakan pesan yang disampaikan ke otak kita, bahwa kita menginginkan diri kita mengalami kondisi sesuai dengan apa yang kita pikirkan – dan otak kita tidak mengenal apakah kita sedang berpura-pura atau bersungguh-sungguh dengan pesan yang kita kirimkan.
Jadi …
Kalau Anda ingin termotivasi – berpura-puralah termotivasi, dan Anda akan benar-benar termotivasi sepanjang hari.
Kalau Anda ingin merasa antusias – berpura-puralah antusias, dan Anda akan benar-benar merasa antusias sepanjang hari.
Kalau Anda ingin murah hati – berpura-puralah menjadi pribadi yang sangat pemurah dan orang akan benar-benar melihat Anda sebagai sosok pribadi yang murah hati.
Kalau Anda ingin naik jabatan (misalkan menjadi seorang CEO) – berpura-puralah menjadi seorang CEO di tempat kerja Anda, lakukan kebiasaan-kebiasaan seorang CEO di tempat kerja Anda, dalam beberapa tahun ke depan Anda akan menjadi seorang CEO sungguhan.
Kalau Anda ingin menjadi pribadi yang sukses dan jauh lebih sukses lagi dari kondisi sekarang – berpura-puralah menjadi pribadi yang sukses dengan membiasakan diri melakukan kebiasaan-kebiasaan orang yang saat ini lebih sukses dari Anda.
Berpura-puralah dengan bersungguh-sungguh pada apa yang paling Anda inginkan terjadi pada diri Anda – dalam waktu yang relatif cepat maka itulah yang akan terjadi.
Dengarkan Perkataannya, Jangan Lihat Orangnya
Malam itu untuk ketiga kalinya maling pendusta itu tertangkap basah oleh Abu Hurairrah ketika sedang beraksi mencuri makanan milik kaum muslimin.
Kata Abu Hurairah “Sungguh akan aku bawa menghadap Rasulullah saw. Ini adalah kali yang ketiga kau datang. Padahal kau telah berjanji tidak akan kembali, tapi ternyata kau balik lagi.”
Kata orang itu, “Lepaskanlah aku, akan aku ajari kau beberapa kalimat yang Allah memberikan manfaat pada kalimat-kalimat itu.”
“Apa itu?”.
“Jika engkau hendak tidur, bacalah ayat kursi. Karena Allah akan menjagamu sampai kau bangun, dan syetan tak akan berani mendekatikmu.”
Lalu Abu Hurairahpun membebaskannya. Besok Rasulullah saw bertanya kepada Abu Hurairah tentang tawanannya semalam. Kata Abu Hurairah, “Wahai Rasulullah, dia menyangka bahwa dia telah mengajariku beberapa kalimat yang bermanfaat bagiku, maka aku bebaskan dia.”
“Apa itu?” kata Nabi.
“Dia berkata padaku agar aku membaca ayat kursi sebelum tidur. Dan apabila aku membacanya, maka aku akan dijaga oleh Allah sampai subuh dan tidak akan ada seytan yang mendekatiku,” jawab Abu Hurairah.
“Ketahuilah, sesungguhnya dia telah berkata jujur padamu padahal sebenarnya dia itu pendusta. Tahukah kau siapa orang yang kau ajak bicara selama tiga malam ini, hai abu Hurairah?”
“Tidak.”
“Dia itu adalah setan.” (Hr. Bukhari)
Lihat kisah di atas, bagaimana setan mengetahui fadilah ayat kursi, padahal itu sama sekali tidak ada gunanya bagi dirinya. Malah Abu Hurairah yang memanfaatkan apa yang diajarkan setan kepadanya. Begitulah setan, terkadang dia mengetahui sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, tapi tidak ada manfaatnya bagi dirinya sendiri. Demikian pula dengan manusia. Terkadang seseorang mengetahui hal-hal yang baik dan berguna bagi dirinya, namun ia tidak mengamalkannya. Lalu ilmunya diambil oleh orang lain dan bermanfaat.
Kalau kita perhatikan, hampir tidak ada bedanya atau bahkan tidak berbeda sama sekali antara setan dengan orang yang suka menyuruh untuk berbuat baik tetapi dirinya sendiri tidak melakukan yang dia katakan. Atau orang yang mempunyai banyak ilmu tetapi ilmunya tidak bermanfaat bagi dirinya.
Ilmu yang dimilikinya sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi kehidupan beragamanya dan fikrahnya. Orang yang seperti ini sama saja dengan setan. Bahkan bisa jadi mereka lebih setan daripada setan. Sebab setan memang dari sananya sudah memproklamirkan dirinya sebagai musuh Allah dan orang-orang mukmin. Jadi wajar kalau mereka tidak mau melakukan amal kebaikan meskipun mereka mengetahui.
Orang-orang model beginilah yang disinyalir oleh Allah swt dalam firman-Nya, “Apakah kalian menyuruh orang-orang untuk berbuat baik sementara kalian melupakan diri kalian sendiri padahal kalian membaca al Kitab?” (Al Baqoroh 44).
Dalam ayat lain Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan? Besar sekali kebencian di sisi Allah kalau kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” (Ash-Shoff 2-3)
Namun meskipun mereka “cuma pintar ngomong”, bukan berarti kita tidak boleh mengambil perkataan mereka. Selama itu tidak melenceng dari al-Qur’an dan sunnah, boleh saja kita mendengarkan apa yang mereka katakan. Ali bin Abi Thalib pernah berkata “Undzur maa qoola, walaa tandzur man qoola” Lihatlah apa yang dikatakan, dan jangan kau melihat siapa yang mengatakan.
Ada lagi yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dari setan. Setan itu terkadang berbuat baik kepada kita tetapi sebetulnya malah merugikan atau bahkan mencelakakan. Jadi kita mesti hati-hati dan waspada terhadap segala bentuk kebaikan setan. Karena setan itu licik.
Pernah suatu hari Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta, hendak pergi ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Di tengah jalan dia terjatuh dan terperosok di sebuah lubang. Besoknya Ibnu Ummi Maktum pergi lagi ke masjid seperti biasa, namun kali ini ada seseorang yang berbaik hati yang menuntunya. Tentu saja Ibnu Ummi Maktum heran karena orang itu tidak turut sholat berjamaah. Tetapi Ibnu Ummi Maktum hanya mengucapkan terima kasih seraya berkata “Kau ini baik sekali, siapakah kau ini sebenarnya?” Jawab orang itu, “AKu adalah setan.” Kaget Ibnu Ummi Maktum mengetahui siapa yang telah berbuat baik kepadanya. Kata Ibnu Ummi Maktum, “Apa maksudmu menolongku?” Jawab setan yang berujud orang baik itu “Kemarin ketika kau jatuh terperosok, setengah dari dosamu diampuni oleh Allah. Aku khawatir kalau kali ini kau jatuh lagi, maka habislah dosamu.”
Setan memang licik setan. Dia tolong Ibnu Ummi Maktum bukan karena bermaksud ikhlas ingin menolong. Tapi dia tidak mau kalau sampai dosa Ibnu Ummi Maktum diampuni oleh Allah semuanya. Ada udang dibalik batu, kata orang. Jadi bukannya kita su’uzh-zhon dengan orang-orang yang bertipe macam setan begini. Namun sekedar hati-hati dan waspada.
Sekarang ini banyak orang-orang model setan bergentayangan di sekililing kita.
Adalah yang mereka belajar agama, banyak membaca buku-buku keislaman dan banyak mengetahui hukum-hukum Islam, tapi volume ibadahnya tidak berubah. Iman dan akhlaknya tidak ada bedanya dengan orang yang tidak tahu agama (baca: orang awam). Bahkan bisa jadi akhlak mereka lebih buruk dibanding orang awam. Selain itu juga tidak sedikit orang belajar Islam malah untuk menyerang sendi-sendi Islam yang telah mapan. Atau untuk menyelipkan pikiran nyleneh dengan mengambil dalil dari al-Qur’an, sunnah, sirah, maupun perkataan ulama dalam posisi yang tidak tepat. Seenaknya saja mereka memakai dalil. Tampaknya maksud mereka baik, ingin memperbarui Islam.
Namun sejatinya mereka malah menghancurkan Islam dari dalam. Ada lagi yang sering mengisi pengajian di sana-sini, tapi hanya sebatas menyampaikan ilmu. Bermanfaat bagi yang hadir namun tidak ada artinya bagi dirinya sendiri. Memang benar kata sya’ir,”Al ‘Ilmu bilaa ‘amalin, kasy-syajari bilaa tsamarin.” Ilmu tanpa amal, bagaikan pohon tanpa buah.
Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari peristiwa yang berkenaan dengan Abu Hurairah dan Abdullah bin Ummi Maktum.
Pertama, bukan tidak mungkin ada orang yang buruk akhlaknya dan pas-pasan imannya, tetapi mempunyai ilmu yang bermanfaat bagi orang lain.
Kedua, bolehnya kita belajar atau mendengarkan perkataan orang-orang yang “cuma pintar ngomong’ selama itu benar dan tidak melenceng dari al-Qur’an dan sunnah.
Ketiga, orang yang mempunyai suatu ilmu tetapi tidak mau mengamalkannya, tidak ada bedanya dengan setan.
Keempat, kita mesti hati-hati terhadap kebaikan-kebaikan orang-orang model setan ini, karena siapa tahu ada maksud jahad dibalik kebaikannya. Juga terhadap pemikiran-pemikiran yang bernada memperbarui agama, sebab seringnya pemikiran-pemikiran yang berkulit pembaruan malah membuat ‘pe-er’ bagi ummat Islam.