SEKILAS TENTANG KITAB KUNING (Bag. 2 Habis)

NU            Ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari tiga pemetaan ilmu yang telah dilakukan oleh Imam Ghozali dan sepenggal sejarah perjalanan intelektual dari masa ke masa.

Dari sana, bisa di tawarkan metode baru dalam memahami kitab kuning.

1. Pengkaji kitab kuning tidak hanya berhenti di dalam pemahaman hukum-hukum hasil karya ulama terdahulu, tetapi melacak metodologi penggalian hukumnya. Hal ini sebagaimana tawaran al Ghozali bahwa ilmu yang paling baik adalah penggabungan antara aqli dan naqli, antara menerima hasil pemikiran ulama’ salaf sekaligus mengetahui dalil dan penalarannya.

2. Membiasakan untuk bersikap kritis dan teliti terhadap objek kajian. Karena pada dasarnya budaya kritis adalah hal yang lumrah dalam dunia intelektual. Sebagaimana telah kita saksikan potret kehidupan ulama’ salaf yang sarat dengan nuansa konflik dan polemik ilmu . Hal itu terjadi, tak lain hanyalah karena ketelitian, kejelian dan kritisisme yang dimiliki oleh para pendahulu kita yang kesemuanya patut untuk kita teladani.

3. Melakukan analisa yang mendalam, apakah pendapat ulama itu benar-benar murni refleksi atas teks (nash) atau ada faktor lain yang mempengaruhi. Sekedar contoh, kenapa sampai ada qoul qodim dan qoul jadid, kenapa Imam Nawawi berbeda pendapat dengan Imam Syafi’i dalam transaksi jual beli tanpa sighat (bai’ul mu’athoh), kenapa Imam Qoffal berani berbeda pendapat dalam memahami sabilillah (jalan kebaikan atau sabil al khair) dapat menerima zakat sedangkan mayoritas ulama tidak memperbolehkan.

4. Menelusuri sebab terjadinya perbedaan pendapat, sejarah kodifikasi kitab kuning, latar belakang pendidikan pengarang, keadaan sosial dan budaya yang mempengaruhinya. Memahami faktor dan tujuan pengarang mengemukakan pendapatnya.

5. Pengkaji harus menjaga jarak antara dirinya (selaku subyek) dan materi kajian (selaku obyek). Dengan prinsip ini, peneliti tidak boleh membuat penilaian apapun terhadap materi dan melepaskan dari fanatisme yang berlebihan. Dalam tahap ini peneliti harus berusaha ”menelanjangi” aspek kultural, sosial dan historis dimana suatu hukum dicetuskan. Benar-benar memahami latar belakang suatu hukum yang telah dirumuskan ulama’ salaf. Hal ini dimaksudkan agar terjadi penilaian dan pemahaman yang obyektif.

Langkah terakhir adalah pengkaji menghubungkan antara dirinya dengan obyek kajian. Langkah ini diperlukan untuk mereaktualisasi dan mengukur relevansi kitab kuning dengan konteks kekinian. Pengkaji dalam hal ini dituntut untuk menjadikan kitab kuning sebagai sesuatu yang cocok untuk diterapkan, sesuai dengan kondisi saat ini dan bersifat ke-Indonesiaan. Senantiasa berpegang pada prinsip bahwa syariat Islam diciptakan demi tegaknya kemaslahatan sosial pada masa kini dan masa depan.
Di samping langkah-langkah di atas, pemerhati kajian kitab kuning hendaknya membekali dengan ilmu penunjang yakni logika (mantiq). Dengan ilmu tersebut dapat mempertajam rasionalitas dan menumbuhkan daya nalar yang kreatif. Imam Ghozali, Ibnu Rusyd, Ibnu Hazm dan ulama salaf lainnya adalah pakar filsafat Islam disamping menguasai ilmu-ilmu keIslaman.

Kitab kuning merupakan hasil kerja keras para sarjana Islam klasik yang menyimpan segudang jawaban atas permasalahan-permasalahan masa lalu. Sementara itu, disisi lain kita adalah generasi yang hidup di ruang dan kondisi yang berbeda serta menghadapi peliknya problematika modern. Upaya yang dilakukan para pemikir bebas dalam merespon pernak-pernik modernitas sembari meninggalkan khazanah tradisional Islam tak lain hanyalah kecongkakan intelektual.

Namun, serta merta menjadikan kitab kuning sebagai pedoman yang ’sepenuhnya laku’ adalah tindakan yang kurang bijaksana jika kita mampu melakukan ijtihad, tapi jika sebagai masyarakat awam, maka iitulah yang terbaik dan terbijak, karena hanya al Qur’an dan hadits-lah yang bersifat universal.
Kita ini ibarat anak saudagar kaya yang diwarisi ratusan perusahaan besar oleh bapaknya. Akan tetapi apabila kita tidak mampu memperbaharui sistem, meingkatkan produktifitas, kreatif dalam merespons dinamika zaman, lambat laun produk perusahaan tidak laku dan tidak menarik konsumen. Akhir cerita perusahaan yang besar itu akan mati meninggalkan seribu kisah manis.
Dengan pendekatan-pendekatan di atas untuk memahami kitab kuning, Insya Allah kitab kuning akan senantiasa aktual, up to date dan layak pakai sepanjang masa. Dengan berbekal pendekatan tekstual dan pemahaman yang lugu justru akan menjadikan kitab kuning hanya sekedar bundelan kertas peninggalan ratusan tahun silam.
Realitas mengatakan bahwa yang berhasil menjadi pemikir-pemikir besar Islam Indonesia adalah mereka yang betul-betul mampu mengusai khazanah Islam klasik dengan baik. Tokoh seperti Kyai Sahal Mahfudz, Quraisy Syihab, Said Aqil Siraj dll adalah tokoh-tokoh yang berlatar belakang pendidikan pesantren dan kitab kuning. sangatlah yakin bahwa orang yang mampu mengusai kitab kuning dengan sempurna adalah orang yang layak meneruskan estafet intelektual pemikiran Islam masa depan. Selamat bergumul dengan kitab kuning dan berhadapan dengan arus modernitas serta tantangan zaman.

InsyaAlloh sukses… Amin