MELAKUKAN KEBAJIKAN DALAM SEMUA KONDISI

Khutbah I

الحَمْدُ للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Suatu hari Rasulullah ditanya oleh seorang dari suku Baduwi tentang hijrah. Maksudnya, si Baduwi hendak ikut berjuang bersama umat Islam lainnya dengan bermigrasi dari Makkah menuju Madinah. Nabi pun menjawab dengan nada agak keras:

وَيْحَكَ ، إِنَّ شَأْنَهَا شَدِيدٌ ، فَهَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ تُؤَدِّى صَدَقَتَهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَاعْمَلْ مِنْ وَرَاءِ الْبِحَارِ ، فَإِنَّ اللَّهَ لَنْ يَتِرَكَ مِنْ عَمَلِكَ شَيْئًا

“Celakalah, sungguh itu sangat berat. Apakah kamu memiliki unta yang sudah sampai nishab yang dikeluarkan zakatnya?” Orang Baduwi itu menjawab “Ya.” Rasulullah pun membalas, “Beramalah dari balik perkampungan. Sungguh Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baikmu sedikt pun.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abi Said al-Khudri. Dalam pertanyaan orang Baduwi itu tersimpan niat baik untuk berjihad di jalan Allah dengan cara turut serta hijrah ke daerah lain. Hijrah kala itu merupakan pekerjaan yang tidak sederhana.

Lebih dari sekadar menempuh perjalanan jauh, hijrah mengandaikan seseorang bersiap secara fisik dan mental menghadapi berbagai tantangan selama perjalanan, juga tantangan bertemu dengan kehidupan sosial yang baru di tanah orang. Hijrah juga merupakan momen berpisah dengan keluarga dalam waktu cukup lama dan karenanya memastikan bekal dan kesejahteraan bagi orang-orang yang ditinggal.

Mungkin sadar akan keterbatasan orang Baduwi itu untuk melaksanakan itu semua, Rasulullah memberikan alternatif lain tentang cara berjihad. Karena si Baduwi adalah orang yang berpunya, Nabi pun menyarankan dia berbuat baik melalui harta. Si Baduwi dianjurkan tetap berada di kampung halaman dengan memperbanyak sedekah.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Cerita tentang orang Baduwi tersebut mengungkapkan pesan bahwa medan amal ibadah memang sangat luas. Ketika orang-orang kala itu menganggap hijrah sebagai jalan amal yang primadona, Nabi menampiknya dengan menunjukkan jalan-jalan lain yang juga sama baiknya. Rasulullah sadar, kemampuan umatnya berbeda-beda, sebab itu cara berbuat baik pun tidak harus sama.

Petunjuk Nabi ini juga selaras dengan pesan Al-Qur’an sebagaimana tertuang dalam Surat at-Taubah ayat 122:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

Demikianlah lagi-lagi Nabi tak mengharuskan jihad perang atau hijrah sebagai satu-satunya pilihan. Rasulullah menilai pendalaman ilmu dan menjadi pembimbing masyarakat pun bagian dari jihad yang tak kalah penting. Dalam bahasa lain, pola semacam ini bisa kita sebut sebagai “distribusi tugas”. Orang-orang tidak dipaksa bekerja dalam satu bidang tertentu tetapi dibiarkan menduduki porsi masing-masing lalu berperan positif sesuai dengan fungsinya.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Lalu bagaimana bila kita tidak memiliki kekayaan yang cukup? Pertanyaan ini kadang kita temukan dari sejumlah orang yang menyesali dirinya tidak bisa berbuat baik banyak (misalnya) hanya karena ia seorang pegawai rendahan, gajinya sedikit, penghasilannya pas-pasan.

Mereka mungkin lupa bahwa sumber kebaikan tidak selalu ditentukan oleh harta. Bahkan, dalam banyak kasus banyaknya harta kerap malah menjerumuskan. Betapa banyak orang-orang yang berharap peningkatan nasib, namun ketika kenikamatan tersebut hadir orang itu justru menjadi kufur: lupa bersyukur, lupa berbagi kepada sesama.

Banyak jalan menuju kebaikan. Selain harta, berbuat baik juga bisa disalurkan melalui tenaga dan pikiran. Menjenguk orang sakit, berbakti kepada orang tua, berpatisipasi dalam donor darah, mengajar, memperhatikan orang lemah di sekitar kita, andil dalam kerja bakti, dan lain-lain adalah sedikit contoh dari jalan beribadah atau beramal baik.

Terlebih lagi, amal perbuatan yang tampak biasa bisa berubah menjadi amalan “luar biasa” dengan cara memperbaiki niat. Hal ini dapat terjadi karena niat berpusat di hati, dan hati adalah sumber yang sangat menentukan dalam segenap aktivitas manusia. Tentang memperbaiki niat ini Syekh az-Zarnuji dalam kitab Ta’lîmul Muta‘allim mengatakan:

كَمْ مِن عَمَلٍ يتَصَوَّرُ بِصُورَةِ عَمَلِ الدُنيَا ثُمَّ يَصِيرُ بِحُسنِ النِّيَّةِ مِن أَعْمَالِ الآخِرَةِ, وَكَم مِن عَمَلٍ يَتَصَوَّرُ بِصُورَةِ عَمَلِ الآخِرَةِ ثُمَّ يَصِيرُ مِن أَعْمَالِ الدُنيَا بِسُوءِ النِّـيَّةِ

“Betapa banyak amal perbuatan yang bercirikan amal perbuatan duniawi, tetapi karena niat yang bagus menjadi amal perbuatan akhirat. Betapa banyak perbuatan yang bercirikan amal perbuatan akhirat, tetapi menjadi perbuatan dunia karena niat yang buruk”.

Bekerja, berolah raga, makan, minum, tidur, atau aktivitas sejenis lainnya hanya sekilas hanya rutinitas belaka. Dengan mengimbuhinya niat yang positif, misalnya untuk menunaikan tanggung jawab, untuk kesehatan fisik demi menghamba kepada Allah, rutinitas tersebut menjadi bernilai ibadah. Sebaliknya bila yang demikian diniatkan semata untuk memenuhu sifat tamak, akan menjadi rutinitas yang tidak bernilai baik apa-apa.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Jangan pernah mengabaikan niat, jangan pula meremehkan posisi kita sekarang selamat tak menyalahi syariat. Karena semua orang mampu menata niatnya dan semua orang berpotensi berbuat yang terbaik sesuai dengan posisi dan porsinya masing-masing. Apalagi, kata orang bijak, manusia tidak dicela karena tidak mencapai kebaikan maksimal, melainkan karena tidak mau berikhtiar berbuat baik padahal ia memiliki kemampuan. Wallahu a’lam.

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ