MEMPERLAKUKAN SESAMA MUSLIM DENGAN HORMAT

Banyak orang yang terlalu bersemangat dalam menyampaikan agama sehingga tidak mempedulikan harga diri sesama muslim. Padahal, kehormatan seorang muslim sangat penting. Perhatikanlah sabda Nabi saw.:

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat. Dan Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.” (Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah – At Targhib).

Dari Ibnu Abbas r.a., dari Nabi saw., beliau bersabda, “Barangsiapa menutupi aib saudaranya (muslim), maka Allah akan menutupi aibnya pada hari Kiamat, dan barangsiapa membuka aib saudaranya yang muslim, maka Allah pasti akan membuka aibnya, sehingga Allah mempermalukannya di rumahnya karena aibnya itu.” (Ibnu Majah – At Targhib).

Masih banyak hadits yang semakna dengan hadits di atas. Oleh sebab itu, para mubaligh hendaknya selalu menjaga kehormatan dan menutupi aib saudaranya. Sebuah hadits menyebutkan, “Barangsiapa tidak menolong saudaranya muslim ketika sedang dihina, maka Allah tidak akan mempedulikannya ketika ia sangat memerlukan bantuan-Nya.” Juga disebutkan, “Riba yang paling buruk ialah mencemarkan nama baik seorang muslim.”

Banyak riwayat yang menyatakan ancaman keras karena mencemarkan nama baik seorang muslim. Para mubaligh hendaknya berhati-hati dalam masalah ini. Cara menyampaikan nasihat yang benar adalah menasihati manusia secara tertutup untuk kesalahan yang dilakukan secara tersembunyi, dan menasihati secara terbuka untuk kesalahan yang dilakukan secara terang-terangan. Bagaimanapun juga, kehormatan seseorang tetap kita pedulikan sedapat mungkin. Jangan sampai karena rusaknya kebaikan, akhirnya dosa yang timbul. Dan agar nasihat itu tidak berakibat buruk, nasihat-nasihat itu harus disampaikan dengan cara yang baik, yang tidak akan membuat orang yang melakukannya merasa malu. Lebih jelasnya, sesuai dengan perintah Allah, bahwa yang bersalah tetap harus diperingatkan dengan tegas, tetapi jangan sekali-kali mengabaikan sopan santun dan adab yang baik.

Seorang mubaligh hendaknya menerapkan adab yang baik ketika menyampaikan ajaran agama kepada pendengarnya. Jika terjadi kemaksiatan, hendaklah ia menegur dengan kata-kata yang halus. Pernah seseorang memberi nasihat dengan kasar kepada khalifah Ma’mun Al-Rasyid, sehingga ia berkata, “Bersopan-santunlah dan gunakanlah adab terhadapku, karena Fir’aun lebih kejam daripadaku, sedangkan Musa dan Harun lebih baik daripadamu. Ketika mereka akan berdakwah kepada Fir’aun, Allah swt. berfirman kepada keduanya:

“Berkatalah kamu berdua kepadanya dengan lemah lembut agar ia mengikuti jalan yang benar atau agar ia takut kepada-Ku.” (Q.s. Thaha: 44).

Seorang pemuda datang kepada Nabi saw. dan berkata, “Izinkanlah aku berzina!” Mendengar itu, marahlah para sahabat, tetapi beliau bersabda kepada pemuda itu, “Kemarilah, apakah kamu suka jika orang lain berzina dengan ibumu?” Jawabnya, “Tidak!” Sabda beliau, “Orang lain pun tidak mau ibunya dizinahi. Apakah kamu suka jika orang lain berzina dengan anak perempuanmu?” Jawabnya, “Tidak!” Sabda beliau, “Orang lain pun tidak mau anak perempuannya dizinahi.”

Demikianlah Nabi saw. menanyakan hal yang sama mengenai saudara perempuannya, sepupunya, dan sebagainya. Lalu beliau meletakkan tangannya di atas dada pemuda itu dan berdoa, “Ya Allah, sucikan hatinya, ampunilah dosanya, dan lindungilah ia dari zina.” Para perawi berkata bahwa setelah kejadian tersebut, tidak ada perbuatan yang paling dibenci pemuda itu kecuali zina. Kesimpulannya, para mubaligh hendaknya selalu bersopan santun, menasihati secara halus, rendah hati, dan memperlakukan orang lain dengan cara yang kita sendiri senang jika diperlakukan demikian.