MENJADIKAN SEORANG IBU ADALAH “SEGALANYA” DALAM KEHIDUPAN

 BIY                 Senja itu seorang anak pintar sedang bermain bersama ibunya di sebuah taman hijau nan luas. Tiba-tiba ibunya meneteskan air mata. Tentu sana si anak bingung.

“Ibu, mengapa engkau menangis?” tanyanya dengan lugu kepada ibunya.

“Sebab ibu wanita, sayang…” jawab sang ibu.

“Aku tidak mengerti maksud ibu,” sahut si anak polos. Sang ibu hanya tersenyum dan memeluknya erat.

“Nak, kamu sekarang memang tak mengerti dengan semua ini. Namun suatu saat kau akan mengerti,” jawab sang ibu sambil mengecup kening anaknya.

Sesampai di rumah ia ceritakan hal itu kepada ayahnya. Lagi-lagi yang ia peroleh hanya ungkapan yang mengambang, malah semakin membingungkan.

“Semua wanita memang menangis, dengan atau tanpa perlu alasan,” jawab sang ayah. Hanya itu. Mau tak mau pikirannya melayang, merangkai sendiri jawaban-jawaban yang masih membutuhkan jawaban tadi untuk menjawab tanda tanya di kepalanya. Dan lamunannya pun berlanjut membawanya ke alam mimpi…

***

Ketika Allah menciptakan wanita, Ia membuatnya menjadi yang terpenting. Allah ciptakan bahu wanita agar mampu menahan seluruh beban dunia dan seisinya, walaupun bahu itu sangatlah nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tidur.

Allah berikan wanita kekuatan untuk melahirkan dzuriyat dari rahimnya. Walau sering kali pula ia menerima cerca dari anak yang dilahirkannya sendiri.

Allah berikan ketabahan yang membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah di saat kebanyakan orang berputus asa. Allah berikan kesabaran untuk merawat keluarganya walau letih, lelah dan tanpa berkeluh kesah.

Allah berikan wanita perasaan peka dan kasih sayang untuk semua anak-anaknya dan keluarganya dalam kondisi serta situasi apapun. Biarpun acap kali anak-anaknya melukai perasaan, hati dan jiwanya. Perasaan ini memberikan kehangatan kepada anak-anaknya yang ingin tidur. Sentuhan lembut kasih sayangnya memberi ketenangan.

Allah berikan wanita kekuatan untuk membimbing suami dan keluarganya dan menjadi pelindung baginya.

Bukankah tulang rusuk suami yang melindungi setiap hati dan jantung wanita?

Allah karuniakan kepadanya kebijaksanaan untuk membolehkan wanita menilai tentang peranan suaminya, walau seringkali pula kebijaksanaan itu menguji kesetiaan yang ia berikan kepada suaminya agar tetap saling melengkapi dan menyayangi.

Dan akhirnya Allah berikan air mata kepadanya agar ia dapat mencurahkan semua isi perasaannya. Yang menjadikan ia menangis tanpa ada alasan terkecuali karena akan  perasaannya.

Inilah yang khusus Allah berikan kepada wanita agar dapat digunakan di mana dia ingin mencurahkan isi perasaannya, walaupun sebenarnya hanyalah air mata. Dan hanya inilah kelemahan yang dimiliki seorang wanita. Ini adalah air mata kehidupan.

Ibu adalah do’a. Setiap tutur katanya yang terlintas maupun terlisankannya adalah doanya yang penuh arti akan maknanya.

Ibu adalah memberi. Memberi cinta, kasih, sayang, ilmu, pengetahuan dan segala apa yang ia punya tanpa pernah mengharap balas walau sekecil apapun.

Ibu adalah sandaran. Tempat mengeluarkan segala rasa. Tempat melepas segala penat. Tempat penghilang dahaga. Tempat bijak untuk sebuah energi baru dan tempat segala bijak akan problema serta dilema.

Ibu adalah segala dari segala. Ketulusan akan cinta dan kasih sayangnya tak ada bandingannya.

Ada secarik cerita akan kasih sayang seorang ibu terhadap kita, anak-anaknya. Saat itu tsunami mengguncang sebuah negara. Bumi mengeluarkan isinya dan gempa meluluhlantakkan tempat yang dilandanya. Menjadikan semua fasilitas dan keadaan sama rata dengan tanah.

Begitu gempa mereda, beribu simpatisan dan tim SAR berkerah untuk menolong semua insan yang dilanda musibah. Mereka bagai malaikat yang diutus Tuhannya. Dan hanya satu tekad mereka, menyelamatkan sesama yang menjadi korban.

Mereka berjalan ke tempat kejadian tanpa lelah. Menyusuri puing-puing bangunan yang kini rata dengan tanah.

Di sebuah bangunan yang hancur mereka melihat sesosok tubuh perempuan tertutup tumpukan bongkahan material. Yang membuat mereka takjub posisi perempuan tersebut sedang bersimpuh layaknya seseorang yang bersujud. Tubuhnya condong ke depan dengan kedua tangannya seperti tersangga oleh sebuah benda. Rumah yang dihuninya kini roboh dan puing-puingnya menimpa kepala, punggung dan tubuhnya.

Dengan hati-hati tim SAR memasukkan tangan ke dalam celah di dinding untuk menggapai  tubuh wanita itu. Mereka berharap wanita itu masih bernafas dan bisa diselamatkan. Namun ketika salah satu tangan menyentuhnya tubuh wanita itu sudah dingin dan kaku. “Ia telah meninggal …!” seru salah satu tim SAR.

Namun hal itu tak mematahkan semangat mereka. Tekad mereka untuk menolong tetap bulat. Begitu tubuh wanita itu tergapai dan bongkahan-bongkahan material disingkirkan mereka dikejutkan oleh sesuatu yang lain. Ketika mereka mendekati jasad tak bernyawa itu semua pandangan tertuju pada sesuatu yang berada di bawah tubuhnya, selembar selimut bermotif bunga.

Beribu tanda tanya bermunculan di benak mereka. Benda apakah yang didekap wanita itu? Kenapa ia sampai rela menggunakan tubuhnya untuk melindungi benda itu? Dengan hati-hati mereka menyibak jasad wanita itu dan membuka selimut di bawahnya. Betapa terkejutnya mereka. Seorang bayi mungil, berumur sekitar 3 setengah bulan tertidur pulas di dalamnya (subhanallah).

Tim medispun segera memeriksanya dan tak selang berapa lama si bayi menjeritkan tangisannya, seakan memberitahukan kepada semuanya  bahwa ia masih hidup (Alhamdulillah). Begitu besarnya kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, hingga ia mau mengorbankan segalanya.

Ditemukan pula sebuah handphone di samping bayi mungil itu. Sebuah pesan teks tampil di layarnya. Kelihatannya sang ibu mengetikkan sebuah pesan sebelum dirinya tertimpa puing-puing bangunan rumahnya. Teks tersebut berbunyi, Sayang, jika kamu selamat, ingatlah, ibu sangat cinta dan menyayangimu.

Nah, sekarang coba kita renungkan, bayangkan dan rasakan apa yang telah ibu kita semua berikan kepada kita. Adakah suatu kebahagiaan yang mampu kita berikan kepadanya? Dan banggakah ia dengan kebahagiaan yang kita punya? Lantas bisakah kebanggaan itu mampu menebus semua cinta dan kasih sayangnya?

Dan inilah yang terpenting, apakah kita sudah berkata kepada ibu kita, bahwa; ibu, aku mencintaimu dan menyayangimu. Semua rasa dalam jiwa dari semua mahabbah hanyalah untukmu seorang. Pernahkah kita mengucapkan hal itu di depan ibu kita? Sedangkan kini ungkapan indah ini kebanyakan orang mennyampaikannya kepada pacar, kekasih, serta pujaan hatinya.coba kita renungkan, siapakah orang yang lebih pantas menerima serta mendengarkan tutur indah itu?

Bukankah dalam menerangkan siapa yang lebih didahulukan untuk mendapat penghormatan Rasulullah bersabda: ibumu… ibumu… ibumu… ayahmu.

***

Si anak terbangun dari tidurnya. Kini ia memiliki pemahaman baru tentang apa yang jadi tanda tanyanya tadi. Dengan menahan kantuk ia melangkah meninggalkan tempat tidurnya dan mencari ibunya. Hanya untuk sekadar berkata:

“’Kan kuberikan segala untukmu, ibu. Biar ibu terus tersenyum untukku dan kehidupan ini. Apa pun semua itu asalkan hanya untuk ibu. ‘Kan kulakukan semua itu, walau harus kehilangan nyawa dan jiwaku.