PEROKOK AKTIF DAN PEROKOK PASIF

imagesROKOK                      MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL,Butuh untuk bersosialisasi dengan yang lain. Dalam satu sisi mempunyai hak hak yang harus di penuhi dan di sisi yang lain mempunyai kewajiban yang harus di laksanakan. Dalam konsep sosial, kewjiban dan hak seseorang di batasi oleh hak dan kewajiban orang lain, Namun konsep ini masih menyisakan problem,kendati menurut pepetah jawa di katakan “Sing waras ngalah”.

ِِ                      ِContoh nyata,ketika kita sedang berkumpul di dalam majlis, dan mayoritas jama’ahnya para perokok serta sebagian lain ada yang mengidap penyakit TBC,sementara dalam dunia medis, di paparkan bahwa para perokok pasif lebih berbahaya dari perokok aktif. Dan para penderita TBC di larang berludah di sembarang tempat, karena ludahnya dapat menyebabkan penularan, dan masih banyak aturan aturan yang lain, Padahal para penderita Tbc, kebanyakan sering meludah, karena banyaknya lendir lendir pada tenggorokan yang harus di keluarkan. Ungkapan ini menjadi problematika dilematis bagi para jama’ah. satu sisi harus menyesaikan hal hal dalam majlis,di sisi lain kondisi majlis kurang bersahabat, karena para penderita senantiasa meludah setiap saat,sementara para perokok terus menghirup sigaret dan menghembuskan nafasnya dengan santai.

                       Secara yuridis syara’, Bolehkah merokok di dalam majlis, padahal sebagian jama’ah ada yang mengidap penyakit TBC dan ada perokok pasif?

                 Syara’ di berlakukan demi kelangsungan manusia sebagai makhluk sosial. Syara’ tidak melarang umatnya untuk memanfaatkan kepemilikan yang bersifat pribadi dengan cara apapun. selama menggunakanya dalam wilayahnya sendiri. Akan tetapi jika kepeilikan di gunakan di tempat tempat umum, maka syara’ membatasinya dengan tidak menimbulkan bahaya bagi orang lain.

                Suatu perbuatan berpotensi membahayakan orang lain ketika terdapat Gholabtudz Dzonn(Dugaan kuat) terjadinya Dloror(bahaya) yang setara dengan dloror yang memeperbolehkan tayamum.

Kriteria sakit yang membolehkan tayamum

a. sakit yang menghawatirkan(al Marodl Al Makhuf) yaitu, Sakit yang mengakibatkan kematian, hilangnya anggota badan atau fungsinya ketika terkena air, atau sakit yang belum sampai taraf Makhuf, namun ketika terkena air, akan menjadi penyakit makhuf.

Jenis penyakit ini diperbolehkan tayamum menurut konsensus ulama.

b. Sakit yang ketika terkena air akan bertambah parah,bertambah lama masa sembuhnya atau khawatir akan membekas pada anggota tubuh yang terlihat saat melaksanakan aktifitas, seperti wajah dan kedua tangan.

Penyakit ini di perbolehkan tayamum menurut pendapat yang kuat atau Rojih

Hal ini senada dengan hadits Nabi Saw :

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارًا

Tidak di perbolehkan mencelakai dan balas mencelakai”.

                      Salah satu bentuk lain usaha syara’ menjaga kelangsungan hidup sesama ialah di berlakukanya hukum makruh untuk menghadiri suatu majlis bagi orang orang yang telah memakan makanan yang berbau menyengat, Seperti bawang merah atau putih

Sebagaimana sabda Nabi Saw.:

مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الْبَقْلَةِ الْخَبِيْثَةِ فَلَا يَقْرَبْنَا

Barang siapa yang(barusaja) memakan(dan belum membersihkan diri) sayuran semacam ini, Maka hendaknya ia tidak mendekati kami”.

                      Dari hadits ini bisa kita pahami bahwa dalam sebuah majlis, hendaknya seseorang harus menghargai yang lainya dan sebisa mungkin tidak menyakiti komunitas dalam segala bentuk gangguan semacam menyebarkan bau yang menyengat,merokok, dan segainya. Khusus bagi pengidap penyakit menular, Bahkan wajib bagi pemerintah untuk melakukan karantina pengidap penyakit menular,sebagaimana yang pernah di lakukan Kholifah Umar Ra. terhadap pengidap Lepra.

Kesimpulanya :

                       Tidak di perbolehkan merokok di dalam majlis atau kumpul kumpul bersama, kalau ada dugaan kuat terjadinya bahaya yang setara dengan dengan bahaya yang menjadi penyebab di perbolehkanya tayamum.

Referensi :

Fatawi Fiqhiyyah kubro juz 3 hal. 66 dan 8

Hasyiyah Bujairomy Khotib Juz 3 hal. 99

Tukhfatul Mukhtaj juz6 hal.216 dan 209

Ahkam Sulthoniyah hal. 235-236

Fatawy Romly Juz 3 hal. 13-14

Hasyiyatan Qolyuby Juz 1 hal. 91