PENJELASAN DAN MACAM MACAM BUDI PEKERTI (2)
Sesuai dengan keterangan dalam kitab Taisirul Kholaq:
تيسير الخلاق ص: 5
وأما آدابه مع أستاذه فمنها أن يعتقد أن فضله أكبر من فضل والديه عليه لأنه بربى روحه اهـ
Artinya: “Adapun sebagian budi pekerti murid pada Ustadznya adalah meyakini bahwa keutamaan Ustadz lebih besar daripada keutamaan kedua orang tuanya, karena ustadzlah yang mendidik jiwanya”.
Sangat banyak keterangan dalam Al Qur’an yang menjelaskan keutamaan Ilmu dan Ulama, seperti:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. {QS. Al Mujadilah 11}
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. {QS. Faathir 28}
وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُونَ
Artinya: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. {QS. Al Ankabuut 43}
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِى أَصْحَابِ السَّعِيرِ
Artinya: Dan mereka berkata: “Sekiranya Kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah Kami Termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. {QS. Al Mulk 10}
أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ
Artinya: (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. {QS. Az Zumar 9}
Sangat banyak keterangan dalam Al Hadist dan Atsar (perkataan Sahabat Nabi) yang menjelaskan keutamaan Ilmu dan Ulama, seperti:
صحيح البخارى – (ج 1 / ص 130)
وَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ, وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ »
Artinya: Nabi SAW. bersabda: “Barangsiapa yang Alloh kehendaki mendapatkan kebaikan, Maka Alloh akan menjadikaanya mengerti ilmu agama, Ilmu hanya bisa di peroleh dengan belajar”
فيض القدير – (ج 2 / ص 118)
وَقَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم (أكرموا العلماء) لعلمهم بأن تعاملوهم بالإجلال والإعظام وتوفوهم حقهم من التوقير والاحترام (فإنهم) حقيقيون بالإكرام إذ هم (ورثة الأنبياء).
Artinya: Nabi SAW. bersabda: “Muliakanlah Ulama” karena ilmunya, dengan cara memuliakan, mengagungkan dan memenuhi hak ulama, yakni mengagungkan dan memuliakan “karena sesungguhnya Ulama” secara hakikat di hormati karena ulama “adalah Pewaris para nabi”.
رياض الصالحين (تحقيق الدكتور الفحل) – (ج 2 / ص 119)
وعن أَبي أُمَامَة – رضي الله عنه – : أنَّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ: (( فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أدْنَاكُمْ )) ثُمَّ قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأهْلَ السَّماوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ في جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الخَيْرَ )). رواه الترمذي، وقال: ((حديث حسن)).
Artinya: Dari sahabat Abi Umamah RA.: sesungguhnya Rosululloh SAW., bersabda: “keutamaan Orang Alim di bandingkan dengan orang yang ahli beribadah (tapi tidak alim), seprti keutamaanku di banding orang paling rendah kalian”, kemudian Rosululloh SAW. bersabda: “Sesungguhnya Alloh, malaikatnya dan makhluk (yang berada) di langit dan bumi sampai semut di lobangnya sampai ikan, mendoakan selamat pada orang yang mengajar kebaikan pada manusia” HR. Imam Turmudzi, dan beliau berkata: “ini adalah hadist hasan”.
صحيح البخارى – (ج 1 / ص 130)
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ (كُونُوا رَبَّانِيِّينَ) حُكَمَاءَ فُقَهَاءَ. وَيُقَالُ الرَّبَّانِىُّ الَّذِى يُرَبِّى النَّاسَ بِصِغَارِ الْعِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ. 27/1
Artinya: Sahabat Ibnu Abbas berkata: “Jadilah kalian semua Robbaniyyiin” yakni Ulama Ahli Hukum, dikatakan robbanii karena mendidik manusia ilmu kecil (sedikit) sebelum menjadi besar (banyak).
أدب الدنيا والدين ص: 68
وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما: ذَلَلْت طَالِبًا فَعَزَزْت مَطْلُوبًا
Artinya: Sahabat Abdulloh bin Abbas RA. berkata: “Rendahkanlah dirimu waktu mencari (ilmu), maka engkau menjadi mulia (sebab memperoleh) yang di cari (ilmu)”
أدب الدنيا والدين ص: 68
وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه: لَا يَعْرِفُ فَضْلَ أَهْلِ الْعِلْمِ إلَّا أَهْلُ الْفَضْلِ
Artinya: Sayidina Ali bin Abi Tholib RA. berkata: “Keutamaan ahli ilmu tidak akan tampak, kecuali (dari) ahli utama (pelajar yang mengagungkan ahli ilmu)”.
Sangat banyak keterangan Ulama Salaf yang menjelaskan keutamaan Ilmu dan Ulama, seperti:
أدب الدنيا والدين ص: 68
وَقَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: مَنْ لَمْ يَحْتَمِلْ ذُلَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً بَقِيَ فِي ذُلِّ الْجَهْلِ أَبَدًا.
Artinya: Sebagian Ahli Hikmah berkata: “Barangsiapa tidak sanggup (menahan) sengsara mencari ilmu (walau) sesaat, maka selamanya berada di kehinaan kebodohan”.
أدب الدنيا والدين ص: 68
وَقَالَ بَعْضُ الشُّعَرَاءِ: إنَّ الْمُعَلِّمَ وَالطَّبِيبَ كِلَاهُمَا لَا يَنْصَحَانِ إذَا هُمَا لَمْ يُكْرَمَا فَاصْبِرْ لِدَائِك إنْ أَهَنْت طَبِيبَهُ وَاصْبِرْ لِجَهْلِك إنْ جَفَوْت مُعَلِّمَا وَلَا يَمْنَعُهُ مِنْ ذَلِكَ عُلُوُّ مَنْزِلَتِهِ إنْ كَانَتْ لَهُ, وَإِنْ كَانَ الْعَالِمُ خَامِلًا ; فَإِنَّ الْعُلَمَاءَ بِعِلْمِهِمْ قَدْ اسْتَحَقُّوا التَّعْظِيمَ لَا بِالْقُدْرَةِ وَالْمَالِ
Artinya: Sebagian (ulama) Ahli syair berkata: “Sesungguhnya Mu’allim (Masyayikh/ustadz) dan dokter tidak akan bisa menasihati, apabila keduanya tidak di hormati. Maka bersabarlah dengan sakitmu bila kau meremehkan dokter, bersabarlah dengan kebodohanmu bila engkau berperangai jelek pada Mu’allim, dan (ketahuilah) perangai jelekmu tidak akan mencegah keagungan derajad Mu’allim andai mempunyai itu, walaupun beliau orang yang tidak dikenal, karena sesungguhnya ulama dengan ilmunya benar-benar mendapatkan keagungan, tidak dengan kekuasaan ataupun harta”.
Imamuna Al Ghozali menjelaskan sebagian Akhlaq pelajar kepada Mu’allim sebagai berikut:
إحياء علوم الدين ومعه تخريج الحافظ العراقي – (ج 1 / ص 98)
الوظيفة الثالثة أن لا يتكبر على العلم ولا يتأمر على معلم بل يلقى إليه زمام أمره بالكلية في كل تفصيل ويذعن لنصيحته إذعان المريض الجاهل للطبيب المشفق الحاذق وينبغي أن يتواضع لمعلمه ويطلب الثواب والشرف بخدمته قال الشعبي صلى زيد بن ثابت على جنازة فقربت إليه بغلته ليركبها فجاء ابن عباس فأخذ بركابه فقال زيد خل عنه يا ابن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال ابن عباس هكذا أمرنا أن نفعل بالعلماء والكبراء فقبل زيد بن ثابت يده وقال هكذا أمرنا أن نفعل بأهل بيت نبينا صلى الله عليه وسلم حديث أخذ ابن عباس بركاب زيد بن ثابت وقوله هكذا أمرنا أن نفعل بالعلماء أخرجه الطبراني والحاكم والبيهقي في المدخل إلا أنهم قالوا هكذا نفعل قال الحاكم صحيح الإسناد على شرط مسلم وقال صلى الله عليه وسلم ليس من أخلاق المؤمن التملق إلا في طلب العلم حديث ليس من أخلاق المؤمن الملق إلا في طلب العلم أخرجه ابن عدي من حديث معاذ وأبي أمامة بإسنادين ضعيفين…
Artinya: Ketetapan yang ketiga: pelajar tidak boleh sombong atas ilmu dan tidak boleh memerintah Mu’allim akan tetapi harus menyerahkan semua kendali jiwanya dan tunduk pada nasihat Mu’allim, seperti tunduknya orang sakit yang bodoh dihadapan dokter yang memperhatikan dan cerdas. Dan seyogyanya pelajar tawadlu pada Mu’allimnya, mencari pahala dan kemuliaan dengan melayani Mu’allim.
Imam Sa’biy berkata: “(waktu) sahabat Zaid bin Tsabit melakukan sholat janazah, beliau mendekatkan kendaraanya (bighol: anak perkawinan kuda dan keledai) untuk di naiki, kemudian datanglah Sahabat Ibnu Abbas dan langsung memegang tali kendali kendaraan sahabat Zaid bin Tsabit (untuk menuntunnya sebagai penghormatan). Sahabat Zaid bin Tsabit berkata: “lepaskanlah wahai anak paman Nabi SAW”. Sahabat Ibnu Abbas menjawab: “Seperti inilah Nabi SAW. memerintahkan kepadaku berbuat bagi ulama dan pembesar agama Islam”, kemudian Sahabat Zaid bin Tsabit mencium tangan Sahabat Ibnu Abbas dan berkata: “Seperti inilah Nabi SAW. memerintahkan kepadaku berbuat pada keluarga Nabi SAW”. (Hadist ini diriwayatkan Imam Thoroni, Imam Hakim dan Imam Baihaqi dalam kitab Al Madkhol. Imam Hakim berkata: hadist ini sanadnya Shohih dari sarat Imam Muslim).
Dan Nabi SAW bersabda: “Merendah secara berlebihan bukanlah Akhlak seorang mukmin, kecuali dalam hal mencari ilmu” hadist ini di keluarkan Imam Ibnu Adiy dari hadist Sahabat Muadz dan Sahabat Abi Umamah keduanya dengan sanad dloif. (Namun boleh digunakan untuk Fadloilul A’mal)
المجموع الجزء الأول ص: 68
ومن آداب المتعلم أن يتحرى رضا المعلم وإن خالف رأي نفسه ولا يغتاب عنده ولا يفشي له سرا وأن يرد غيبته إذا سمعها فإن عجز فارق ذلك المجلس وألا يدخل عليه بغير إذن إلخ..
Artinya: (Imam An Nawawi dalam Kitab Al Majmu’ berkata:) Dan sebagian dari budi pekerti pelajar, Senantiasa mencari ridlo guru, walaupun tidak sesuai dengan pendapat atau pemikiran pelajar. Tidak menggunjingkan Mu’allim (ngrasani:jawa). Tidak menyebarkan rahasia (aib) Mu’allim. Waktu mendengar (seseorang/teman) Ngrasani Mu’allim maka berusaha mencegah, apabila tidak mampu sebaiknya meninggalkan tempat tersebut. Tidak masuk ke kediaman Mu’allim tanpa ada izin dst..
Namun dengan segala penghormatan diatas, bukan berarti pelajar “membuta” atas semua penjelasan Mu’allim, suatu tempo pelajar boleh bertanya sepuasnya tapi dengan etika sebagai berikut:
أدب الدنيا والدين ص: 68
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: { الْعِلْمُ خَزَائِنُ وَمِفْتَاحُهُ السُّؤَالُ فَاسْأَلُوا – رَحِمَكُمْ اللَّهُ – فَإِنَّمَا يُؤْجَرُ فِي الْعِلْمِ ثَلَاثَةٌ: الْقَائِلُ وَالْمُسْتَمِعُ وَالْآخِذُ }. وَقَالَ عليه الصلاة والسلام: { هَلَّا سَأَلُوا إذَا لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ }. فَأَمَرَ بِالسُّؤَالِ وَحَثَّ عَلَيْهِ, وَنَهَى آخَرِينَ عَنْ السُّؤَالِ وَزَجَرَ عَنْهُ, فَقَالَ صلى الله عليه وسلم: { أَنْهَاكُمْ عَنْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ }. وَقَالَ عليه الصلاة والسلام: { إيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ السُّؤَالِ }. وَلَيْسَ هَذَا مُخَالِفًا لِلْأَوَّلِ وَإِنَّمَا أَمَرَ بِالسُّؤَالِ مَنْ قَصَدَ بِهِ عِلْمَ مَا جَهِلَ, وَنَهَى عَنْهُ مَنْ قَصَدَ بِهِ إعْنَاتَ مَا سَمِعَ, وَإِذَا كَانَ السُّؤَالُ فِي مَوْضِعِهِ أَزَالَ الشُّكُوكَ وَنَفَى الشُّبْهَةَ. وَقَدْ قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما: بِمَ نِلْت هَذَا الْعِلْمَ ؟ قَالَ: بِلِسَانٍ سَئُولٍ وَقَلْبٍ عُقُولٍ
Artinya: Dan benar-benar diriwayatkan dari Nabi SAW. sesungguhnya Nabi SAW. bersabda: “Ilmu laksana tempat penyimpanan dan kuncinya adalah pertanyaan, maka bertanyalah -semoga Alloh merahmatimu- karena hanya tiga orang yang di beri pahala waktu (mempelajari ilmu): Orang yang berbicara, orang yang mendengar dan orang yang mengambil ilmu (mempelajari ilmu). Dan Nabi SAW. bersabda: “Bertanyalah apabila engkau tidak tahu, karena sesungguhnya obat penyakit nafas adalah bertanya”, beliau Nabi SAW. memerintahkan bertanya dan memberikan semangat, sedangkan sesekali tempo melarang dan mencegah pertanyaan, kemudian Nabi SAW. bersabda: “Aku melarang kalian semua debat kusir, banyak pertanyaan dan menyiakan harta”, dan beliau Nabi bersabda: “Takutlah dengan banyak pertanyaan, karena rusaknya kaum sebelum kalian sebab banyak pertanyaan”. (dua hadist terakhir) ini tidaklah bertentangan dengan hadist pertama, Nabi SAW. memerintahkan bertanya pada seseorang yang punya tujuan mengetahui hal yang tidak tahu dan Nabi SAW. melarang bertanya pada seseorang yang punya tujuan mempersulit ilmu yang didengar. Oleh karena itu apabila pertanyaan mengena sasaran maka akan menghilangkan keraguan dan ke tidak jelasan. Sahabat Ibnu Abbas ditanya: “Bagaiman anda mendapatkan ilmu ini?”, beliau menjawab: “Denga lisan yang senantiasa bertanya dan hati yang senantiasa berakal”.