PENJELASAN SUMPAH ILA’ DALAM PERNIKAHAN SUAMI ISTERI

BAB ILA’

(Fasal) menjelaskan hukum-hukum ila’.               

(فَصْلٌ) فِيْ أَحْكَامِ الْإِيْلَاءِ

Ila’ secara bahasa adalah bentuk kalimat masdar dari fi’il “aala yuli ila’an” ketika seseorang bersumpah.

وَهُوَ لُغَةً مَصْدَرُ آلَى يُولِيْ إِيْلَاءً إِذَا حَلَفَ

Dan secara syara’ adalah sumpah seorang suami yang sah menjatuhkan talak bahwa ia tidak akan mewathi istrinya pada bagian vaginanya dengan secara mutlak atau dalam masa lebih dari empat bulan.

وَشَرْعًا حَلْفُ زَوْجٍ يَصِحُّ طَلَاقُهُ لِيَمْتَنِعَ مِنْ وَطْءِ زَوْجَتِهِ فِيْ قُبُلِهَا مُطْلَقًا أَوْ فَوْقَ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ

Makna ini diambil dari penjelasan mushannif -di bawah ini-,

وَهَذَا الْمَعْنَى مَأْخُوْذٌ مِنْ قَوْلِ الْمُصَنِّفِ

Praktek ‘Ila’

Ketika seorang suami bersumpah tidak akan mewathi istrinya secara mutlak atau dalam waktu tertentu, maksudnya tidak mewathi yang dibatasi dengan waktu lebih dari empat bulan, maka ia, maksudnya suami yang bersumpah tersebut adalah orang yang melakukan sumpah ila’ pada istrinya

(وَإِذَا حَلَفَ أَنْ لَا يَطَأَ زَوْجَتَهُ) وَطْأً (مُطْلَقًا أَوْ مُدَّةً) أَيْ وَطْأً مُقَيَّدًا بِمُدَّةٍ (تَزِيْدُ عَلَى أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَهُوَ) أَيِ الْحَالِفُ الْمَذْكُوْرُ (مُوْلٍ) مِنْ زَوْجَتِهِ

Baik ia bersumpah dengan nama Allah Ta’ala atau dengan salah satu sifat-sifatNya.

سَوَاءٌ حَلَفَ بِاللهِ تَعَالَى أَوْ بِصِفَةٍ مِنْ صِفَاتِهِ

Atau ia menggantungkan wathi terhadap istrinya dengan talak atau memerdekakan budak. Seperti ucapan sang suami, “jika aku mewathimu, maka engkau tertalak, atau “maka budakku merdeka.

أَوْ عَلَّقَ وَطْءَ زَوْجَتِهِ بِطَلَاقٍ أَوْ عِتْقٍ كَقَوْلِهِ إِنْ وَطَأْتُكِ فَأَنْتِ طَالِقٌ أَوْ فَعَبْدِيْ حُرٌّ

Sehingga ketika ia betul-betul mewathi, maka istrinya tertalak dan budaknya merdeka.

فَإِذَا وَطِئَ طُلِّقَتْ وَعَتِقَ الْعَبْدُ

Begitu pula seandainya sang suami berkata, “jika aku mewathimu, maka aku harus melakukan shalat, puasa, haji, atau memerdekakan budak karena Allah Swt.” Maka sesungguhnya dia juga melakukan sumpah ila’.

وَكَذَا لَوْ قَالَ إِنْ وَطَأْتُكِ فَلِلَّهِ عَلَيَّ صَلَاةٌ أَوْ صَوْمٌ أَوْ حَجٌّ أَوْ عِتْقٌ فَإِنَّهُ يَكُوْنُ مُوْلِيًا أَيْضًا.

Konsekwensi Ila’

Wajib memberi tenggang waktu terhadap lelaki yang melakukan sumpah ila’ selama empat bulan, baik lelaki tersebut berstatus merdeka atau budak, di dalam permasalahan istri yang mampu untuk diwathi jika memang sang istri meminta hal itu.

(وَيُؤَجَّلُ لَهُ) أَيْ يُمْهَلُ الْمُوْلِيْ حَتْمًا حُرًّا كَانَ أَوْ عَبْدًا فِيْ زَوْجَةٍ مُطِيْقَةٍ لِلْوَطْءِ (إِنْ سَأَلَتْ ذَلِكَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ)

Permulaan waktu tersebut dalam permasalahan wanita yang masih berstatus istri adalah sejak terjadinya sumpah ila’. Dan di dalam permasalahan wanita yang tertalak raj’i adalah sejak terjadinya ruju’.

وَابْتِدَاؤُهَا فِيْ الزَّوْجَةِ مِنَ الْإِيْلَاءِ وَفِيْ الرَّجْعِيَّةِ مِنَ الرَّجْعَةِ

Kemudian, setelah masa tenggang itu habis, maka sang suami yang melakukan sumpah ila’ disuruh memilih di antara al fai’ah (kembali pada sang istri) dengan cara ia memasukkan hasyafahnya atau kira-kira ukuran hasyafah bagi suami yang terpotong hasyafahnya ke dalam vagina istrinya.

(ثُمَّ) بَعْدَ انْقِضَاءِ الْمُدَّةِ (يُخَيَّرُ) الْمُوْلِيْ (بَيْنَ الْفَيْئَةِ) بِأَنْ يُوْلِجَ الْمُوْلِيْ حَشَفَتَهُ أَوْ قَدْرَهَا مِنْ مَقْطُوْعِهَا بِقُبُلِ الْمَرْأَةِ

Dan membayar kafarat yamin, jika sumpah akan meninggalkan wathi dengan nama Allah.

(وَ التَّكْفِيْرِ) لِلْيَمِيْنِ إِنْ كَانَ حَلْفُهُ بِاللهِ عَلَى تَرْكِ وَطْئِهَا

Atau mentalak istri yang disumpah tidak akan diwathi.

(أَوِ الطَّلَاقِ) لِلْمَحْلُوْفِ عَلَيْهَا

Kemudian, jika sang suami tidak mau melakukan fai’ah dan talak, maka hakim menjatuhkan satu talak raj’i atas nama sang suami.

(فَإِنِ امْتَنَعَ) الزَّوْجُ مِنَ الْفَيْئَةِ وَالطَّلَاقِ (طَلَّقَ عَلَيْهِ الْحَاكِمُ) طَلْقَةً وَاحِدَةً رَجْعِيَّةً

Sehingga, jika sang hakim menjatuhkan talak lebih dari satu, maka talak tersebut tidak jatuh.

فَإِنْ طَلَّقَ أَكْثَرَ مِنْهَا لَمْ يَقَعْ

Jika sang suami hanya tidak mampu fai’ah, maka sang hakim memerintahkan dia agar menjatuhkan talak.

فَإِنِ امْتَنَعَ مِنَ الْفَيْئَةِ فَقَطْ أَمَرَهُ الْحَاكِمُ بِالطَّلَاقِ

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)