PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ANAK ANAKNYA

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan anak-cucu kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Furqan: 74)

Dalam ayat ini terdapat salah satu doa, yakni permohonan agar dikaruniai pasangan hidup dan juga keturunan yang “Qurrata a’yun”. Qurrata a’yun berasal dari bahasa Arab, yang artinya penyejuk mata, penyejuk jiwa, penentram hati, atau penyenang hati. “Qurrata a’yun maksudnya adalah keturunan yang mengerjakan keta’atan, sehingga dengan keta’atannya itu membahagian orang tuanya di dunia dan akhirat.” Keturunan yang ta’at pada Allah akan menyenangkan orang tua dengan bakti dan pelayanannya. Akan menyejukkan hati orang tua dan keluarga dengan membacakan dan mengajarkan mereka mentadabburi al-Quran dan as-Sunnah.

Tentunya dibalik lahirnya sesosok generasi Qurrata A’yun ada peran orang tua yang luar biasa dimana mereka dengan fitrah kasih sayang dan ketulusannya dapat mencetak generasi luar biasa untuk agama dan bangsa ini. Sesosok yang tentunya paling berpengaruh adalah ia yang bernama Ibu.

Sejarah telah membuktikan pengaruh Ibu sangat besar terhadap anak-anaknya untuk dapat mencetak generasi Qurrata A’yun, Umar bin Abdul Aziz adalah contoh dari pendidikan seorang Ibu yang baik lagi sholehah nan luar biasa, ibunya Layla binti Ashim adalah hasil perkawinan Ashim bin Umar bin Khattab dengan gadis pemerah susu yang jujur yang bernama Fatimah. Seperti dalam buku Kehidupan para Tabiin, ketika Umar bin Khattab menemukan kejujuran Fatimah maka ia mengawinkan dengan anaknya Ashim. Dari perkawinan inilah lahir Layla binti Ashim yang dinikahkan oleh Abdul-Aziz bin Marwan, gubernur Mesir pada masa itu. Maka dari perkawinan inilah terlahir sesosok generasi luar biasa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah dari Bani Ummayh yang mampu mencerahkan Islam pada masanya.

Ummu Madrasatun

“Al -Ummu madrasah Al-ula (Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya) bila engkau persiapkan dengan baik maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang baik dan kuat”. Ibu berperan besar dalam pembentukan watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya. Ia adalah sekolah pertama dan utama sebelum si kecil mengenyam pendidikan di manapun.

Dengan demikian ibu adalah guru terbaik bagi anak, yang dapat dilihat, dirasakan kedekatannya, sehingga akan menumbuhkan perasaan-perasaan anak yang akan melahirkan sikap terhadap berbagai hal. Oleh karena itu, kontribusi ibu terhadap perkembangan perilaku anak sangatlah kuat. Sehingga, peranan ibu untuk menumbuhkan anak yang berkepribadian kuat, terbuka, tidak mudah tersinggung, cerdas adalah dominan. Ibu yang pemurung akan melahirkan anak yang pemurung, sebaliknya ibu yang ceria akan melahirkan anak yang ceria.

Dalam kaitannya dengan kemajuan sebuah bangsa, maka posisi ibu adalah strategis. Lantaran itulah dengan posisi yang strategis, adalah tugas semua komponen masyarakat, untuk mendudukkan kembali posisi ibu pada porsinya. Bukan hanya ibu biologis saja, akan tetapi juga ibu seutuhnya.

Kerjasama Orang Tua dalam Mendidik Anak

Rasulullah saw bersabda: “Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan dia bertanggung jawab terhadap anak-anaknya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam pandangan Islam, tidak hanya seorang suami yang berperan sebagai pemimpin, namun seorang istripun menjadi pemimpin dalam urusan rumah tangga suaminya. Lalu bagaimanakah kerjasama ayah dan ibu dalam dunia pengasuhan? Kerjasama akan terbangun jika sebuah keluarga memiliki kesamaan visi serta memahami misi yang perlu dilakukan sehingga merekapun dapat memahami hendak kemana nahkoda keluarga akan dibawa, serta anak-anak yang seperti apa yang ingin mereka hasilkan. Maka merumuskan tujuan pengasuhan menjadi langkah awal dalam membangun kerjasama para ayah dan ibu. Setelah tujuan pengasuhan disepakati, pembagian peran dan tugas dalam mencapai tujuan tersebut adalah unsur pembentuk utama dalam sebuah kerjasama.

Namun, hal ini tidak berhenti pada pembagian tugas. Tapi, melanjutkannya menjadi sinergi, ada kerjasama, baik dalam perencanaan dan pelaksanaan tugas-tugas tersebut. Sehingga timbul suasana saling pengertian. Dan, untuk menumbuhkan rasa saling mengerti, kontribusi suami berperanan besar, karena ia diharapkan mampu menampilkan sosok pemimpin sekaligus perencana pendidikan keluarga. Perhatikan bagaimana Rasulullah saw ikut serta dalam memberikan tarbiyah (pendidikan) kepada anak tirinya (anak kandung Ummu Salamah). Diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah, beliau berkata: “Ketika kecil dulu aku berada di pangkuan Rasulullah saw. Tiba-tiba tanganku tanpa sadar mengambil (makanan) di sebuah piring besar. Beliau berkata kepadaku: “Hai anakku, ucapkanlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang dekat darimu”. Setelah itu akupun terbiasa melakukan apa yang diajarkan Rasulullah saw. (HR. Bukhari).

Cara Nabi Mendidik Anak

Ibnu Abbas RA berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ajarlah, permudahlah, dan jangan persulit! Gembirakanlah dan jangan takut-takuti! Jika salah seorang dari kalian marah hendaklah berdiam diri! “ (HR. Ahmad dan Bukhori)

Keteladanan orang tua merupakan modal penting dalam mendidik anak, karena orang tualah yang paling banyak diikuti oleh anak-anaknya, dan mereka pulalah yang memberi pengaruh kuat terhadap jiwa anak, oleh karena itulah maka Rasulullah mengatakan “Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi yahudi, nasrani atau majusi”. Orang tua dituntut agar menjalankan segala perintah Allah swt dan sunah Rasul-Nya, menyangkut perilaku dan perbuatan. Karena anak melihat mereka setiap waktu. Kemampuan anak untuk meniru, secara sadar atau tidak, sangat besar dan tidak seperti yang kita duga.

Selain itu, orang tua perlu bersikap adil dan tidak pilih kasih, cerita dalam Al Qur’an tentang saudara-saudara Yusuf cukuplah menjadi pelajaran agar setiap orang tua bersikap adil terhadap anak-anaknya. Ketidakadilan dan sikap pilih kasih orang tua terhadap anak-anak akan menimbulkan rasa permusuhan, kedengkian, kecemburuan, kemarahan bahkan berujung kepada pemutusan persaudaraan dalam jiwa anak karena merasa dirinya disisihkan. Dan Rasulullahpun mengatakan dalam sebuah hadist yang berbunyi, “Bersikaplah adil di antara anak-anak kalian dalam pemberian sebagaimana kalian suka berlaku adil di antara kalian dalam kebaikan dan kelembutan.” (HR. Ibnu Abid Dunya)

Untuk mendapatkan kemudahan dari Allah maka orang tua sebaiknya berdoa untuk anak-anaknya. Doa merupakan rukun utama yang harus diamalkan oleh orang tua. Doa akan semakin menghangatkan kasih saying dan memantapkan cinta orang tua kepada anak-anaknya. Rasulullah bersabda,“Janganlah kamu berdoa buruk ke atas dirimu, janganlah kamu berdoa buruk atas anak-anakmu, janganlah kamu berdoa buruk ke atas pelayanmu dan janganlah kamu berdoa buruk ke atas harta-hartamu! Jangan sampai kamu (berdoa begitu) bertepatan dengan waktu (dimana) Allah (akan mengabulkan doa), lalu tutun di dalamnya pemberian (yang kamu minta) sehingga doamu itu benar-benar terkabul.” (HR. Abu Dawud)

Orang tuapun harus mempersiapkan diri dalam membantu anak agar berbakti dan taat kepada Allah swt. Rasulullah bersabda, “Bantulah anak-anakmu agar berbakti! Barangsiapa yang mau melakukannya, ia dapat mengeluarkan sikap kedurhakaan dari diri anaknya.”(HR. Thabrani) Berdasarkan ini, jelas orang tua bertanggung jawab untuk mempersiapkan anaknya menjadi anak yang baik. Bahkan mereka mampu menyingkirkan kedurhakaan dari jiwa anak-anak mereka dengan cara hikmah, nasihat yang baik, dan kesabaran.