RAHASIA DAN KEUTAMAAN WAKTU MALAM
Malam adalah waktu untuk meraih limpahan karunia Allah, baik bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Kegelapan malam adalah suatu sirr (rahasia) untuk membuka dan mengungkap kegelapan bathin di bawah pancaran Rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.
Di antara rahasia ciptaan Allah SWT ialah diciptakan-Nya waktu yang berpasang-pasangan, yakni penciptaan malam yang berpasangan dengan siang. Penciptaan malam menjadi sebuah rahasia tersendiri, tatkala Allah Ta’ala menyebutkan berbagai kejadian sangat penting di waktu malam, seperti peristiwa Isra dan Mi’raj, Lailatul Qadr, malam Nishfu Sya’ban, malam-malam sepanjang Ramadhan, ibadah Tahajjud, dan sebagainya. Kenapa malam dipilih bagi peristiwa-peristiwa istimewa bagi umat Nabi Muhammad SAW?
Al-Imam As-Suyuthi dalam kitabnya yang berjudul Asrar al-Kaun menukil suatu riwayat dari Al-Hakim berdasarkan hadits yang disampaikan Abu Hurairah dari Nabi SAW. Seorang laki-laki datang menghadap kepada Nabi untuk bertanya, “Wahai Muhammad, apakah engkau melihat surga itu terhampar seluas langit dan bumi? Jika demikian, di manakah neraka?”
Nabi SAW menjawab dengan balik bertanya, “Apakah engkau melihat bagaimana malam menyelimuti segala sesuatu (hingga gelap tak terlihat), maka di manakah siang saat itu?”
Laki-laki itu terdiam, lalu berkata, “Sungguh Allah yang lebih tahu.”
Beliau pun melanjutkan, “Demikianlah, Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Mustadrak, karya Al-Hakim, bab Iman).
Sungguhpun demikian adanya, Allah menjadikan kejadian malam dan siang sebagai bahan berpikir dengan landasan iman bagi orang-orang yang berpikir dan berdzikir atau ulul albab, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil albab. Yaitu mereka yang berdzikir mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring, seraya berpikir tentang kejadian langit dan bumi. Lalu mereka berkata, ‘Tuhan kami, sungguh Engkau tiada menciptakan ini semua dengan sia-sia’.” (QS Ali ‘Imran: 190-191).
Hadiah dari Allah SWT
Diciptakannya waktu siang yang terang benderang agar manusia dapat melakukan muamalah iqtishadiyah (berdagang, berusaha, dan bertransaksi ekonomi) dan yang lainnya dengan jelas. Waktu siang digunakan untuk mencari nafkah untuk menghidupi diri dan keluarga dan bermuamalah di antara manusia. Urusan duniawi pada waktunya telah menguras tenaga dan pikiran sepanjang hari manusia. Banyak prestasi yang telah diraih, tetapi juga banyak cita-cita yang belum tercapai dan masalah yang belum dapat dipecahkan. Maka sibuklah manusia dengan alam pikirannya tentang hal ini. Allah SWT berfirman mengabadikan kesibukan manusia ini dengan firman-Nya, “Sesungguhnya kamu mempunyai kesibukan yang panjang di siang hari.” (QS Al-Muzzammil: 7).
Sedangkan malam yang gelap gulita, hening, sunyi, dan tenang, dijadikan untuk melakukan hubungan muamalah dengan Allah Ta’ala. Bathin manusia pada umumnya mudah terketuk dalam kesunyian dan kesendirian. Mereka juga lebih mudah melakukan instropeksi dan evaluasi dari sekian aktivitasnya di waktu siang, apakah berhasil mendulang pahala, sebagai bekal kehidupan mendatang.
Allah SWT, Yang Mahatahu apa-apa yang ada di bilik hati manusia, menyediakan waktu malam bagi manusia untuk menenangkan hati dan pikiran, sambil memberikan ruang waktu tertentu di bagian malam itu untuk bermunajat kepada-Nya, mengadukan nasibnya dan memohon jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Inilah bagian dari sifat Rahman dan Rahim Allah Ta’ala.
Allah SWT mengundang Nabi Muhammad SAW di suatu malam pada bulan Rajab untuk menerima hadiah berupa perintah shalat lima waktu. Anugerah hadiah itu diberikan di waktu malam, dan tiga di antara shalat lima waktu dipilihkan Allah SWT bagi umat Nabi Muhammad SAW juga di waktu malam: shalat Maghrib, di awal malam, shalat Isya, di pertengahan awal malam, dan shalat Subuh, di akhir malam.
Ada satu bagian malam lagi yang Allah anugerahkan dan pilihkan bagi umat nabi yang mulia ini untuk bermesraan dengan-Nya, yakni waktu sepertiga malam. Allah Ta’ala tidak menjadikan kewajiban padanya, melainkan sebuah penawaran bagi mereka yang ingin dekat dengan-Nya. Itulah yang disebut qiyamul lail, atau mengisi waktu malam dengan banyak ibadah, seperti shalat Tahajjud, tadarus Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, dan mengadukan perihal kehidupan kepada-Nya.
Waktu malam yang sedemikian istimewa ini diberikan Allah Ta’ala, dan semakin terasa lebih istimewa di saat malam-malam bulan Ramadhan, hingga Allah akan menyandangkan kehormatan bagi siapa yang dikehendaki-Nya di Malam Qadr, atau Lailatul Qadr, di penghujung malam bulan Ramadhan, menurut berbagai riwayat yang termasyhur. Inilah waktu yang teramat istimewa yang sungguh sangat sayang jika terlewatkan.
Kenapa malam sedemikian istimewa untuk berkomunikasi dengan Sang Maha Pengasih? Karena Al-Qur’an menyebutkan bahwa waktu malam itu “asyaddu wath’an wa aqwamu qila” (sangat menyambung dengan Allah, dan ucapannya sangat mantap), sebagaimana tertuang dalam QS Al-Muzammil: 6.
Membangun Diri
Jika kaum materialis-hedonis menggambarkan malam sebagai waktu yang tepat untuk ajang bersosialita dalam dunia gemerlap alias dugem, yang sarat dengan kemaksiatan, makna kegulitaan malam tepat dengan realitas kegelapan hati mereka.
Sedangkan agama yang hanif ini menawarkan bagi umat Sayyidul Wujud Muhammad SAW bahwa malam adalah waktu untuk meraih limpahan karunia Allah, baik karunia bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Kegelapan malam dalam konteks ini adalah suatu sirr (rahasia) untuk membuka dan mengungkap kegelapan bathin di bawah pancaran nur Allah ‘Azza wa Jalla.
Salah satu ibadah di malam hari demi meraih limpahan karunia Allah adalah shalat Tahajjud. Sesungguhnya shalat Tahajjud meneguhkan iman, jiwa, dan mental seorang muslim untuk menghadapi masalah hidup duniawi dan lain-lain. Allah SWT berfirman, “Dan pada sebagian malam bertahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS Al-Isra’: 79).
Pada ayat yang lain disebutkan, telah disanjungkan bagi mereka yang berada dalam kesempatan menggapai ampunan Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam surga dan dekat dengan air yang mengalir, sambil mengambil apa yang diberi oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum ini di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS Adz-Dzariyat: 15-18).
Begitu juga dengan ayat berikut, “Orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar.” (QS Ali ‘Imran: 17).
Inilah da’bush shalihin (jalan hidup yang akrab ditempuh orang-orang shalih), sebagaimana yang disampaikan Nabi SAW, “Hendaklah kalian bangun malam. Sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Wahana pendekatan diri kepada Allah SWT, penghapus dosa, dan pengusir penyakit dari dalam tubuh.” (HR At-Tirmidzi).
Ulama-ulama dahulu di dalam manaqib mereka terbiasa dengan pola hidup ini. Sebagaimana diceritakan bagaimana Al-Imam Al-Quthb Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad terbiasa bangun malam, berziarah ke pemakaman kaum shalihin di Zanbal di tengah malam, memenuhi kolam-kolam wudhu di masjid dengan mengisikan air ke dalamnya di tengah malam, mempersiapkan pena dan kertasnya juga di tengah malam.
Demikianlah juga apa yang kita baca dari kebiasaan Al-Imam Asy-Syafi’i, yang larut dalam tadarus Qur’an di waktu malam hingga mampu mengkhatamkannya beberapa puluh kali dalam satu malam saja. Belum lagi saat ia menggoreskan penanya di atas gulungan kertas demi menghasilkan karya-karya yang penuh manfaat buat kita di masa kini.
Maka di manakah kita di antara mereka, radhiyallahu ‘anhum ajma’in?
Bicara dalam tataran fadhilah ruhiyyah (keutamaan secara ruhani) sebagaimana salafush shalih melakukannya, akan semakin dirasakan lengkap jika tataran fadhilah ‘ilmiyyah (keutamaan secara ilmu) juga kita padukan.
Menurut beberapa penelitian, kebiasaan bangun malam untuk beribadah memiliki manfaat bagi imunitas (daya tahan) tubuh terhadap berbagai penyakit yang menyerang jantung, otak, dan organ-organ tubuh yang lain. Karena orang yang bangun tidur malam hari berarti menghentikan kebiasaan tidur dan ketenangan terlalu lama, yang merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Aktivitas shalat malam, untuk menghadap Allah, Sang Pencipta, akan menenangkan hati dari segala kegundahan dan kegelisahan hidup yang dialami.
Bangun malam dapat menjadikan tubuh bugar dan bersemangat, serta terhindar dari penyakit punggung pada usia tua. Dalam salah satu penelitian medis terbukti bahwa orang-orang yang terbiasa shalat malam relatif lebih aman dari serangan penyakit pada tulang punggung daripada orang-orang yang tidak shalat malam.
Shalat malam juga memiliki kandungan aspek relaksasi yang cukup besar, dan memiliki pengaruh terhadap kejiwaan, sebagai strategi penanggulangan adaptif pereda stres. Bahkan dapat menumbuhkan motivasi positif, sedang respons emosi positif dapat menghindarkan reaksi stres.
Ada yang bertanya; Kenapa harus di waktu malam semua ibadah “berat” ini dilakukan?
Allah Ta’ala berfirman pada QS Al-Muzzammil: 6-7, “Sesungguhnya bangun di waktu malam, dia lebih berat, dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya bagimu di siang hari kesibukan yang panjang.”
Tidur adalah keadaan istirahat alami pada makhluk hidup, termasuk manusia. Tidur itu penting untuk kesehatan. Namun tidur yang dimaksud bagi kesehatan bukan pada frekuensinya yang lama atau kuantitas waktunya, namun kualitas tidur itu sendiri. Di saat tidur, tanda-tanda kehidupan, seperti kesadaran, denyut jantung, dan frekuensi pernapasan mengalami perubahan, yaitu mengalami penurunan atau perlambatan. Dalam tidur normal biasanya fungsi saraf motorik dan saraf sensorik untuk kegiatan yang memerlukan koordinasi dengan sistem saraf pusat akan diblokade atau dihambat, sehingga pada saat tidur cenderung tidak bergerak dan daya tanggap berkurang. Dan umumnya tidur dilakukan di waktu malam.
Saat bangun tidur di waktu malam, pikiran lebih terang. Bayangkan, dalam satu hari, jantung kita berdetak 100.000 kali, darah kita mengalir melalui 17 juta mil arteri, urat darah halus/kapiler, dan juga pembuluh vena. Tanpa kita sadari rata-rata sehari kita berbicara 4.000 kata, bernapas sebanyak 20.000 kali, menggerakkan otot-otot besar sebanyak 750 kali dan mengoperasikan 14 miliar sel otak. Dan tidur adalah istirahat yang sangat baik menurut ilmu kesehatan, karena terjadi proses pemulihan sel tubuh, penambahan kekuatan, dan otak kita kembali berfungsi dengan sangat baik.
Sangatlah tepat jika Allah berkehendak agar shalat Tahajjud menjadi semacam sarana aktivitas yang dikerjakan setelah tidur malam. Dengan pikiran yang segar, akan membantu kita lebih khusyu’ memaknai ayat-ayat Allah yang kita baca.
Satu Malam Seribu Bulan
Di antara sekian rahasia malam lainnya adalah ketika Allah SWT menganugerahkan kepada umat Muhammad SAW sebuah malam bernama Lailatul Qadr. Lailatul Qadr adalah malam saat Allah menurunkan kitab suci Al-Qur’an (nuzulul Qur’an) bagi Nabi Muhammad SAW.
Dikatakan, pertama, Al-Qadr berarti malam yang bertabur kemuliaan bagi Umat Nabi SAW. Allah SWT mengangkat umat ini dengan mukjizat beliau itu sebagai jalan hidup bagi mereka untuk mencapai kemuliaan di sisi Allah. Di tambah lagi, Allah juga mengangkat umat ini dengan memberi bonus yang dahsyat, yang mana ibadah satu malam mendapatkan pahala ibadah lebih baik dari seribu bulan — seribu bulan itu sama dengan 83 tahun lebih empat bulan. Subhanallah.
Kedua, Al-Qadr mengandung pengertian taqdir, karena pada malam itu Allah menyerahkan kepada empat malaikat sebagai pengatur segala urusan, baik masalah kematian, hidup, rizqi, sehat dan sakit, naik dan turun pangkat, hujan dan kemarau, dan lain-lain. Empat malaikat tersebut yaitu Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail.
Ketiga, Al-Qadr berarti malam yang sempit, karena turunnya rombongan malaikat ke dunia, sehingga penuh sesak oleh malaikat. Mereka diperintahkan untuk menebarkan rahmat Allah bagi orang-orang yang dikehendaki Allah, sesuai izin Allah.
Inilah segelintir saja di antara rahasia dan keutamaan di balik penciptaan malam, tatkala Allah memilih sejumlah malam untuk menurunkan segala karunianya buat umat ini. Maka, pantaslah kita berucap sebagaimana berucap kaum ulul albab, “Rabbana ma khalaqta hadza bathila (Duhai Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan kesia-siaan).”
Wallahu A’lam Bishshowab